Sederet Kasus Senior STIP Jakarta Aniaya Junior hingga Tewas

4 Mei 2024 10:08 WIB
ยท
waktu baca 5 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Foto: Jonathan Devin/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP). Foto: Jonathan Devin/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kasus penganiayaan senior terhadap kembali terjadi di Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP), Cilincing, Jakarta Utara. Terbaru, taruna asal Bali bernama Putu Satria Ananta Rustika (19) tewas dianiaya seniornya di kamar mandi, Jumat (3/5).
ADVERTISEMENT
Polisi telah menangkap senior tersebut. Namun, identitasnya belum diungkap kepolisian. Pemeriksaan masih berlangsung.
Kapolres Metro Jakarta Utara, Kombes Pol Gidion Arif Setyawan, mengatakan, ditemukan luka bekas kekerasan di bagian sekitar ulu hati.
"Ada luka bekas kekerasan ya. Di bagian sekitar ulu hati. Buka benda tumpul, luka tumpul," kata Gidion kepada wartawan di lokasi, Jumat (3/5).
Ketua STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) Ahmad Wahid menyampaikan permintaan maaf dan berbelasungkawa atas tewasnya Putu Satria Ananta Rustika.
Kasus penganiayaan senior terhadap junior di STIP Jakarta itu ternyata bukan hal baru. Tercatat dalam 10 tahun terakhir, sudah 4 kasus yang sama.
Berikut sederet kasus yang pernah terjadi di STIP Jakarta:
Amirullah Adityas
ADVERTISEMENT
Seorang taruna bernama Amirullah Adityas Putra (19) tewas dianiaya para seniornya. Kasusnya terjadi pada 2016 lalu. Ada 4 senior yang terlibat dalam kasus ini.
Keempat senior yang diduga menganiaya taruna tingkat satu itu berinisial SM (20), WS (20), IS (22), dan AR (20).
"Benar, diperkirakan waktu kejadiannya semalam, Selasa 10 Januari sekitar pukul 22.30 WIB," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya yang saat itu masih dijabat Kombes Pol (sekarang pangkat Irjen) Raden Prabowo Argo Yuwono, Rabu (11/1/2017).
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Argo Yuwono di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (8/11). Foto: Fachrul Irwinsyah/kumparan
Kasus ini berawal saat salah satu dari empat senior tersebut mengumpulkan junior setelah mereka selesai latihan drum band, sekitar pukul 22.00 WIB. Enam taruna STIP tingkat satu akhirnya mengikuti perintah empat seniornya itu.
ADVERTISEMENT
Kemudian mereka berkumpul di lantai 2, kamar M-205. Di lokasi, satu per satu para senior menganiaya taruna tingkat satu dengan tangan kosong. Seketika pukulan terakhir dilayangkan WS, tiba-tiba Amirullah pingsan dan ambruk ke dada seniornya itu.
Melihat hal itu, para senior langsung membaringkan Amirullah di tempat tidur. Empat senior tersebut lalu menghubungi seniornya di tingkat 4 dan langsung dilanjutkan ke pembina dan piket medis STIP untuk memeriksa kondisi korban. Dan saat itu kondisi korban sudah tidak bernyawa.
Menhub Budi Karya Sumadi saat itu menyatakan belasungkawa. Dia menyesalkan terjadinya tindakan kekerasan di STIP Jakarta hingga menewaskan tarunanya.
"Berkaitan dengan pelaku. Karena ada yang sampai meninggal, kita nilai ini sebagai sesuatu ranah hukum," kata Budi Karya di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/1/2017).
ADVERTISEMENT
Dimas Dikita
Peristiwa ini terjadi pada Jumat 25 April 2014, Dimas dipanggil seniornya ke kos di kawasan Cilincing, Jakarta Utara. Ternyata, di sana juga sudah ada 6 mahasiswa junior STIP lainnya.
Dimas kemudian dianiaya di sana. Dia mengalami luka di perut, dada, hingga ulu hati. Dia juga sempat jatuh pingsan setelah menerima pukulan. Para pelaku terus memukuli hingga akhirnya dibawa ke RS Pelabuhan Jakarta. Dia tak tertolong sebelum menjalani pemeriksaan dokter pada Sabtu 26 April 2016 dini hari.
Keenam mahasiswa bernama Marvin Jonatan, Sidik Permana, Deni Hutabarat, Fahrurozi Siregar, Arief Permana, dan Imanza Marpaung yang merupakan rekan seangkatan Dimas juga mengalami memar di bagian dada dan kepala. Mereka harus mendapat perawatan rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Polres Jakut kemudian menetapkan 7 mahasiswa tingkat II menjadi tersangka. Motif kasus ini adalah senior menganggap juniornya tidak respek terhadap para pelaku sehingga mereka dianiaya.
Pengadilan Negeri Jakarta Utara menjatuhkan vonis 4 tahun penjara terhadap 3 terdakwa penganiaya Dimas. Mereka adalah Angga Afriandi, Fachry Husaini Kurniawan, dan Adnan Fauzi Pasaribu.
Sementara empat tersangka lainnya merupakan senior yang menganiaya rekan-rekan Dimas. Tidak disebutkan identitas mereka.
Daniel Roberto
Korban selanjutnya adalah Daniel Roberto Tampubolon (22). Kasus penganiayaan tersebut terkuak setelah ibunda korban Daniel, Rosannaria Simanuillang, membuat laporan ke Sentra Pelayanan Polsek Cilincing, Jakarta Utara pada Rabu malam 8 April 2015 pukul 23.00 WIB.
Dalam laporannya, diterangkan anak laki-lakinya dipukuli dan disuruh memakan cabai dalam jumlah banyak.
ADVERTISEMENT
"Kejadiannya itu Senin (6 April 2015) sekitar pukul 07.30 WIB," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya saat itu yang dijabat Kombes Pol Martinus Sitompul di Mapolda Metro Jaya, Kamis 9 April 2015.
Kabag Penum Mabes Polri Kombes Martinus Sitompul Foto: Mustaqim Amna/kumparan
Daniel saat itu dilarikan ke RS karena kondisinya mengkhawatirkan. Ia mengalami sesak napas, mual, nyeri di bagian ulu hati, dan pusing. Daniel saat itu dirawat di RS.
Ada 5 tersangka bernama Magister Manurung, Roma Dani, Iwan Siregar, Filipus Siahaan, dan Heru Pakpahan. Mereka memukul dan mencekoki air cabai kepada Daniel Roberto Tampublon.
Agung Bastian
Kematian Agung meninggalkan kejanggalan. Tim forensik Rumah Sakit Umum dokter Sutomo Surabaya lalu membongkar makam Agung, Sabtu 17 Mei 2008.
Saat itu Agung sudah dimakamkan 3 hari. Makam Agung dibongkar untuk mencari bukti kekerasan dalam tubuh korban. Sebab, tewas korban diduga dianiaya 10 seniornya di dalam kampus STIP di Marunda. Korban dihukum karena dianggap melakukan kesalahan dalam latihan pedang pora menyambut Agustusan.
ADVERTISEMENT
Saat itu STIP menyebut Agung meninggal karena sakit. Hal itu disangkal ayah korban Baharuddin Gultom.
Polres Jakut kemudian menetapkan 4 tersangka pembunuh Agung. Mereka bernama Lasmono, Anggi, Hari Nugraha, dan Anton.
Dari 4 tersangka itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, memvonis 3 terdakwa lima tahun penjara terhadap Harry Nugraha, Lasmono, dan Anggi Dwi Wicaksono.