Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Problematika Kebijakan Proteksionisme terhadap Produk Impor suatu Negara
17 Oktober 2022 0:29 WIB
Tulisan dari Dinda Mutiara tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kebijakan proteksionisme diterapkan Amerika Serikat, lalu akankah negara-negara lain ikut menerapkan proteksionisme ini? Sejak kepemimpinan Donald Trump, kebijakan proteksionisme menimbulkan kontroversi dengan negara pengimpornya yaitu China. Tarif impor yang sebelumnya diterapkan Amerika Serikat terhadap produk China sebesar 10%, namun sejak September 2018 bea masuk produk China melonjak di angka 25% yang menyebabkan aksi protes oleh China terhadap produknya.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal tersebut, China mengambil tindakan dengan menerapkan produk impor sebagai bentuk balas dendam terhadap Amerika Serikat. Implementasi tarif ini memicu perang dagang antara kedua negara yang saat ini memegang posisi teratas dalam sektor ekonomi di pasar dunia. Banyak masyarakat yang berasumsi bahwa konflik ini dapat mempengaruhi aktivitas pasar dunia. Mulai dari menghambatnya perekonomian dunia hingga neraca perdagangan mengalami defisit seiring melonjaknya kebutuhan impor. Secara nyata dirasakan oleh negara-negara yang bergabung dalam aktivitas dunia, "Setiap penurunan pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat sebesar 1% akan menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 0,05% dan penurunan pertumbuhan ekonomi China sebesar 1% akan memangkas pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,27%. Jadi bila kedua negara ini ekonominya turun masing-masing 1%, Indonesia akan kehilangan pertumbuhan ekonomi 0,32%," ujar Ryan dalam diskusi, Senin (9/12).
ADVERTISEMENT
Jadi, muncul beberapa pertimbangan mengenai relevansi kebijakan proteksionisme. Menilai bahwa proteksionisme merupakan upaya pemerintah untuk melindungi usaha dalam negerinya, terlebih lagi usaha yang tergolong infant industry. Namun ada juga yang menilai bahwa, bentuk dari kebijakan proteksionisme seperti pemberian tarif, kuota impor dan lain-lain, justru menghambat pergerakan perdagangan impor yang merugikan negara yang bersangkutan (Sumardjo et al. 2006, 352).
Pada akhirnya, kebijakan proteksionisme akan menimbulkan perang dagang, apabila suatu negara baik penerima maupun pengimpor tetap membatasi perdagangan. Negara mengambil keputusan ini juga untuk state interest dalam menjaga perekonomiannya. Namun, seiring ingin memenuhi kepentingannya, negara juga seharusnya memikirkan produk impor yang memasuki wilayah domestiknya agar tidak terdampak dan menjadi boomerang untuk negara penerima produk impor. Perlu kita ketahui juga, setiap negara memiliki spesialisasi atas suatu produk, sehingga tidak menutup kemungkinan suatu negara dapat bekerjasama demi memenuhi kebutuhan akan produk yang tidak mereka produksi yang bisa didapat dari produk impor.
ADVERTISEMENT