Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Akhir Sebuah Persahabatan
8 April 2023 20:38 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari James Hanjaya Poei tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Riko dikenal sebagai anak yang pintar, ceria dan mudah bergaul di lingkungan sekolahnya. Sepeninggal ayahnya, Riko menjadi seorang pemurung, bahkan prestasi Riko di sekolah menurun. Berulang kali guru kelas menegur Riko karena tidak berkonsentrasi saat guru menerangkan.
ADVERTISEMENT
Berkali-kali pula ibunya—Ibu Nani—dipanggil oleh guru kelas untuk menanyakan kondisi Riko. Ibu Nani menasihati Riko untuk tegar dan tabah menghadapi kenyataan. Riko merasa bersalah karena di saat terakhir ayahnya Riko tidak berada di dekat ayahnya yang meninggal karena stroke yang dideritanya bertahun-tahun.
Ibu Nani semakin prihatin dengan kondisi Riko dengan segenap tekad dia memutuskan untuk pulang ke desa berkumpul dengan Kakek Riko. Ia pun dengan berat hati menyetujuinya sebab banyaklah kenangan yang ada bersama ayahnya di rumah yang mereka tinggali. Isak tangis mewarnai hari terakhir Riko bersekolah nampak teman-teman Riko yang begitu kehilangan Riko.
"Semangat Riko jangan bersedih masih ada kami yang mendukung dan mendoakanmu," kata teman-teman Riko sambil memberi semangat.
ADVERTISEMENT
Keesokan harinya pagi-pagi benar datang truk untuk mengangkut barang-barang menuju rumah Kakek Rudi ayah dari Ibu Nani di desa.
"Selamat datang cucu kakek di tempat dan suasana baru, terus semangat!" sambut Kakek Rudi.
"Terima kasih, Kek, aku berjanji terus semangat dan tidak mau mengecewakan ayah," sahut Riko sambil tersenyum. Ibu Nani pun tampak tersenyum lega bisa melihat Riko mulai ceria lagi.
Suasana desa Mayapada nampak asri dan sejuk sesekali nampak suara burung bersahut-sahutan seakan menyambut kedatangan Ibu Nani dan Riko. Riko nampak ceria dan bersemangat untuk memulai kehidupannya yang baru di desa Mayapada.
Di dekat rumah Kakek Rudi, Riko memiliki teman baru bernama Nino dan kebetulan pula mereka satu kelas. Ke mana-mana Riko dan Nino selalu bersama baik di sekolah maupun saat bermain dan belajar bersama di rumah.
ADVERTISEMENT
"Riko, hari Minggu ayo kita bersepeda menuju daerah perkebunan karet letaknya juga tidak jauh dari rumah," ajak Nino.
"Siap, kawan," sahut Riko.
Hari yang dinantikan pun tiba. Setelah makan pagi mereka berangkat bersama.
"Ayo, Riko, kayuh sepedanya lebih kencang. Dasar anak kota!" goda Nino.
"Siapa bilang aku anak kota!? Aku sudah jadi anak desa kayak kamu, No," sahut Riko tersenyum sambil menyeka keringatnya.
"Maaf, Pak, boleh aku istirahat dan duduk sebentar di sini?" tanya Riko kepada Pak Ando petugas penjaga pintu perkebunan karet.
"Tentu saja boleh. Rupanya kamu orang baru di desa ini?" kata Pak Ando.
"Dia Riko namanya teman sekelasku," sahut Nino sambil memperkenalkannya kepada Pak Ando.
ADVERTISEMENT
Setelah puas menikmati alam dan sejuknya perkebunan karet mereka berpamitan kepada Pak Ando dan pulang.
"No, enak sekali naik sepeda tidak perlu dikayuh sudah meluncur sendiri," goda Riko.
"Betul, Ko. Bagaimana seandainya jalan tanjakan sepeda tidak perlu dikayuh biar meluncur sendiri?" timpal Nino sambil tertawa menggoda Riko.
"Sampai ketemu, Ko. Aku mau istirahat dulu nanti sore kita belajar bersama di rumahku," pamit Nino.
"Siap, No. Jangan lupa sediakan konsumsi di rumahmu nanti!" goda Riko kepada Nino.
Hari demi hari persahabatan mereka semakin akrab Riko pun kembali menjadi ceria dan bersemangat kembali menatap masa depan. Prestasi Riko di sekolah meningkat. Bahkan Riko kerap menjadi juara saat mewakili sekolah untuk lomba di kota.
ADVERTISEMENT
"Selamat, Ko, nilai rapormu nyaris sempurna dan prestasimu mewakili sekolah berhasil mengangkat nama sekolah," puji Nino.
"Terima kasih, No. Jangan begitu itu juga karena kamu yang selalu mendukung dan menyemangati aku," sahut Riko.
Tak terasa dua tahun berlalu Riko tumbuh menjadi anak yang giat belajar, berbakti dan bertanggung jawab demi mencapai cita-citanya menjadi seorang dokter sebagai janjinya menebus kesalahan pada ayahnya.
Liburan sekolah telah tiba Riko mengajak Nino memancing dan berenang di sungai mata air dekat rumah mereka. "
Ayo, No, kita berangkat!" ajak Riko bersemangat.
Setelah berpamitan mereka pergi menyusuri kebun jagung menuju sungai. Setelah sampai mereka menaruh tas yang berisi baju ganti dan mulai mengambil kail untuk memancing.
ADVERTISEMENT
"No, kelihatannya mata kail ikan bergerak-gerak kuat sekali pasti dapat ikannya agak besar," goda Riko kepada Nino.
"Apanya yang dapat ikan, itu sandal jepit yang tersangkut di kail," jawab Nino sambil menertawakan Riko.
"Sejuk aliran air di sungai sini aku sudah tidak sabar mau berenang," ajak Riko.
"Oke," sahut Nino sambil mencari jalan menuju aliran sungai yang lebih dangkal.
Tak terasa mereka berdua asyik bermain air dan berenang lalu Nino mengajak Riko pulang.
"Ko, kita pulang! Cuaca sudah mendung, sebentar lagi hujan," ajak Nino kepada Riko.
"Tunggu sebentar lagi, No. Aku sebentar lagi naik, kamu dulu aja!" jawab Riko.
Tak lama kemudian hujan deras mulai mengguyur, mereka berdua mencari tempat untuk berteduh di pos sekitar sungai namun tak lama kemudian hujan reda.
ADVERTISEMENT
Riko dan Nino mulai meninggalkan pos untuk melangkah pulang meski jalan licin akibat diguyur hujan. Secara tak sengaja kaki Nino terpeleset batu berlumut. Dengan spontan tangan Riko meraih tangan Nino untuk memberikan pertolongan namun tangan Nino terlepas dari genggaman tangan Riko. Badan Nino terempas ke sungai kepalanya membentur batu besar sehingga tak sadarkan diri.
"Tolong! Tolong!" teriak Riko histeris meminta tolong kepada warga di sekitar sungai.
Tubuh Nino diangkat oleh warga untuk diantarkan pulang ke rumahnya.
"Nino! Nino! Cepat sadar!" panggil Riko berulang-ulang sambil menangisi sahabatnya.
Sesampai di rumah, Nino tampak panik. Kedua orang tua Nino melihat kondisi Nino yang semakin lemah. Dengan setia Riko menemani Nino. Dua jam kemudian Nino mulai sadar.
ADVERTISEMENT
"Ayah, Ibu, maafkan aku. Aku sudah tidak kuat lagi, tolong jangan marah aku dan Riko! Jika waktuku tiba, aku menitipkan Riko sebagai gantiku menjadi anak ayah dan ibu sebab dia saudara dan sahabat terakhir bagiku," ucap Nino dengan suara lirih.
Tak lama kemudian Nino meninggal dunia suara isak tangis mewarnai kepergian Nino.
***
Setelah Nino dimakamkan Riko tampak terpukul atas kepergian sahabatnya. Berminggu-minggu Riko tampak murung dan tidak mau makan sehingga badan bertambah kurus.
"Ayo Riko makanlah! Janganlah kamu membuat sahabatmu Nino bersedih di sana. Nino sudah berbahagia di surga, ayo semangat! Buatlah Nino bangga pada kamu!" bujuk Bu Nani.
"Maafkan aku, telah membuatmu dan Nino bersedih. Aku mau menunjukkan dan membanggakan Nino memang ini akhir sebuah persahabatan, aku berjanji tak akan mengecewakan Nino," jawab Riko dengan wajah yang tersenyum mengiyakan nasihat Bu Nani.
ADVERTISEMENT