Konten dari Pengguna

Tubuh yang Tabu

Fandi Achmad Fahrezi
Fandi Achmad Fahrezi FKIP Pendidikan Sejarah Universitas Jember
21 Oktober 2024 11:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Fandi Achmad Fahrezi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
pixabay.ckm
zoom-in-whitePerbesar
pixabay.ckm
ADVERTISEMENT
Tabu
Di guguh dan di tiru. Begitulah lazimnya seorang guru. Entah itu guru yang terdaftar secara administratif untuk mengajar di sekolah formal atau guru-guru dalam lingkup non formal. Seperti, orang tua.
ADVERTISEMENT
Pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum guru terhadap muridnya cukup menghebohkan jagat dunia maya. Sebab, pelecehan ini dilakukan terhadap sesama jenis dengan menggunakan motif kebapakkan atau mengayomi. Sungguh perbuatan yang tidak beradab.
Hasrat seksual yang tak mampu dibendung oleh nilai-nilai luhur ataupun nilai-nilai luhur leluhur tampaknya semakin merepotkan. Terlebih lagi, eksistensi pendidikan seksual yang masih dianggap tabu dalam masyarakat menyebabkan kesadaran untuk membela diri semakin redup.
Pendidikan seksual dapat diartikan secara sederhana sebagai bentuk pengajaran akan kesehatan alat reproduksi dan perilaku seksual. Tujuanya untuk membuat anak mengenal dirinya dengan lebih baik dan membantu anak untuk membuat keputusan yang terbaik bagi diri mereka sendiri.
Tubuh
Data dari BKKNB menyatakan bahwa presentase anak yang sudah melakukan hubungan seksual di umur 11-14 tahun mencapai 6%. Sedangkan pada usia 15-19 tahun mencapai 74% untuk laki-laki dan 59% untuk perempuan yang telah mengaku. Kemudian, pada usia 20-24 tahun, jumlah yang sudah berhubungan seks mencapai 12 persen untuk laki-laki dan 22 persen pada perempuan.
ADVERTISEMENT
Akibatnya, terjadi kehamilan yang tak di inginkan sebanyak 17 per 100 kehamilan yang berimbas pada terjadinya pernikahan dini sehingga mengandung resiko kehilangan kesempatan bersekolah dan anak yang telah lahir berpotensi terlahir dalam keadaan kerdil.
Bagi penulis, akar permasalahannya adalah pendidikan seksual yang masih dipandang tabu dalam masyarakat. Anggapan tersebut mengakibatkan kurangnya pengetahuan seksual si anak bahkan hanya terkait nama alat vital pun masih di samarkan. Selain itu, pendampingan dari orang tua yang cenderung kurang dalam mengatasi pengaruh tontonan terhadap tumbuhnya hasrat anak di kala remaja. Seperti menonton romantisme Princess dan Prince yang begitu nyaman berpelukkan kemudian saling melabuhkan kedua bibir. Tanpa bimbingan orang tua, anak berpotensi tidak mengetahui apa akibatnya jika tindakan itu dilakukan dan kapan tindakan itu boleh dilakukan. Akhirnya, ketika sang anak tidak mendapatkan pengetahuan itu dari orang terdekat, rasa penasaran dan pengaruh lingkungsn semakin tidak terkendali. Tontonanya pun meningkat ke 365 days hingga akhirnya tertarik untuk memuaskan diri sendiri sampai dampak terburuknya ingin mengimplementasikan apa yang telah ia tonton.
ADVERTISEMENT
Di Malaysia pendidikan seks mulai melakukan pengintegrasian antara pendidikan seks dengan mata pelajaran moral, studi Islam, ilmu pengetahuan dan biologi. Namun, hanya terfokus dalam konteks biologis
Melihat kondisi akan maraknya penyakit HIV di India dan pembicaraan seks yang masih dianggap tabu, yayasan YP Foundation merancang kurikulum pendidikan seksual yang meliputi kesetaraan gender dan keberagaman seksual yang dibungkus dalam kegiatan seni dan bermain peran yang mengikutsertakan remaja usia 12- 20 tahun.
Di Belanda, pendidikan seksual diwajibkan untuk anak usia 4 tahun keatas yang meliputi pengetahuan tentang seksualitas dalam menghargai teman sebaya dan pengetahuan perihal penyakit seksual menular. Hasilnya, angka kehamilan muda di Di Belanda rendah.
Terakhir, di Selandia Baru, pendidikan seks dimasukkan dalam 7 area kurikulum pendidikan jasmani dan kesehatan di negara tersebut dan diwajibkan untuk anak sekolah dasar hingga berusia 10 tahun sejak 1999.
ADVERTISEMENT
Artinya, tidak ada hambatan untuk melakukan pendidikan seksual secara formal maupun non formal selama terdapat keinginan yang besar untuk tidak menabukan hal tersebut demi menjamin masa depan yang tak kelabu. Sebagai penutup, penulis ingin merekomendasikan buku yang berjudul Kita Semua Gila Seks karya Ester Pandiangan untuk mengetahui lebih lanjut akibat dari menabuhkan seks dan buku dari Dea Safira yang berjudul Sebelum Perempuan Bercinta untuk lebih mengenal diri sendiri.