Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Self Diagnosis sebagai Parasit dalam Kesehatan Mental Remaja
14 Februari 2023 16:37 WIB
Tulisan dari Bani Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
“Beda zaman beda mental,” mungkin hal tersebut merupakan ungkapan yang pas untuk menggambarkan kondisi masyarakat saat ini khususnya bagi kaum muda-mudi. Millenials maupun Gen-Z sudah tidak asing dengan yang namanya mental health issue atau masalah kesehatan mental. Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, macam-macam gangguan kesehatan mental mulai masif terdengar di berbagai kalangan. Masalah kesehatan mental perlahan bukan menjadi suatu hal yang tabu khususnya bagi para remaja. Saat ini yang menjadi fokus permasalahan dalam kesehatan bukan lagi melulu soal masalah kesehatan fisik namun jiwa. Menurut data yang bersumber dari Indonesia National Adolescent Mental Health Survey (I-NAMHS) memaparkan bahwa pada tahun 2022, satu dari tiga remaja berusia 10-17 tahun memiliki gangguan kesehatan mental.
ADVERTISEMENT
Tidak bisa dipungkiri bahwa banyak faktor yang menjadi pemicu seseorang memiliki gangguan kesehatan mental. Terdapat 2 faktor krusial, antara lain faktor genetik dan faktor lingkungan. Secara ilmiah seseorang bisa mengidap gangguan mental disebabkan oleh riwayat pengidap gangguan mental yang diidap oleh keluarganya. Namun, kondisi lingkungan menjadi faktor besar dalam pembentukan suatu mental seseorang. Tidak jarang ketika seseorang berada pada suatu lingkungan yang buruk seperti halnya dalam kasus bullying, secara tidak langsung hal tersebut sangat mempengaruhi mental sang korban yang akhirnya beresiko menjadi gangguan kesehatan mental parah yang diidap dikemudian hari.
Terdapat beberapa macam masalah kesehatan mental antara lain, yaitu gangguan kecemasan, bipolar, skizofrenia, dan masih banyak lainnya. Masalah kesehatan mental yang paling banyak diidap oleh remaja saat ini salah satunya adalah gangguan kecemasan. Hal tersebut sangat masuk akal karena remaja sangat identik dengan over thinking dalam segala hal, entah memirkan masa depan, uang bulanan, atau bahkan memikirkan perihal pasangan. Langkah yang harus dilakukan ketika merasa mendapat gejala gangguan kesehatan mental adalah mencari bantuan professional seperti pergi ke psikolog atau psikiater. Sayangnya, tidak sedikit orang yang mengabaikan hal tersebut dan malah memilih jalan pintas dengan melakukan self diagnosis.
ADVERTISEMENT
Saat ini banyak ditemukan kasus-kasus gangguan kesehatan mental khususnya pada kalangan remaja. Remaja saat ini sudah banyak mengetahui dan aware terhadap kesehatan mental yang menjadi isu sosial di masyarakat. Namun, disisi lain hal tersebut lah yang menjadi pemicu maraknya fenomena self diagnosis. Self diagnosis merupakan sebuah asumsi atau anggapan dari seseorang yang mengatakan bahwa dia mengidap suatu penyakit berdasarkan pengetahuannya sendiri. Tidak bisa dipungkiri bahwa remaja-remaja saat ini seringkali melakukan self diagnosis perihal masalah gangguan mental. Terdapat dua kemungkinan terburuk ketika seseorang melakukan diagnosis secara mandiri, yang pertama adalah salah diagnosis dan yang kedua adalah salah memberikan penanganan. Itu artinya self diagnosis dapat membahayakan kesehatan mental, entah beresiko salah konsumsi obat atau efek cemas yang semakin memperparah kondisi mental seseorang.
ADVERTISEMENT
Seharusnya ketika seseorang merasa memiliki gangguan kesehatan mental baik itu ringan maupun berat harus mengambil tindakan berkonsultasi atau bahkan berobat ke psikolog atau psikiater selaku orang yang ahli dalam masalah tersebut. Self diagnosis bukan merupakan langkah yang tepat dan justru akan memperparah kondisi mental seseorang nantinya. Maka dari itu, self diagnosis patut dihindari karena kondisi kesehatan mental tidak bisa diketahui melalui metode self diagnosis.