Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
UU Kesehatan dalam Memandang Malapraktik
10 Oktober 2024 10:36 WIB
·
waktu baca 5 menitTulisan dari Dimas Rizky Al Fariz tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Negara Indonesia menjamin hak setiap warga negara untuk mewujudkan kehidupan yang baik, sehat, serta sejahtera lahir dan batin demi tercapainya tujuan nasional dalam melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945.
ADVERTISEMENT
Setidaknya paragraf di atas merupakan salah satu isi dari konsiderans Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan (selanjutnya disingkat menjadi UU Kesehatan). UU Kesehatan merupakan undang-undang Lex Specialis yang hadir sebagai payung perlindungan dan kepastian hukum bagi segala aspek sistem dan pembangunan kesehatan yang berjalan di Indonesia.
Kesehatan merupakan bagian dari hak yang wajib didapatkan oleh manusia dan hal tersebut merupakan salah satu bagian dari bentuk kesejahteraan umum. Hal inilah yang menjadi dasar dibentuknya UU Kesehatan dan harus diwujudkan dalam bentuk upaya kesehatan melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat guna meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup.
Sekilas tentang peraturan perundang-undangan, Bagir Manan mengemukakan bahwa peraturan perundang-undangan memiliki fungsi secara internal dan eksternal, salah satu fungsi internalnya adalah fungsi integrasi. Jika kita kontemplasikan ke dalam UU Kesehatan, berarti UU Kesehatan memiliki kedudukan dalam mengintegrasikan atau menyatukan seluruh kompleksitas sistem kesehatan yang ada Indonesia termasuk upaya kesehatan, pelayanan kesehatan, dan lainnya. Di samping itu, UU Kesehatan juga mengatur pelanggaran dan kejahatan tentang dunia kesehatan di dalamnya sebagai Lex Specialis.
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang pelanggaran, salah satu kasus pelanggaran di dalam dunia profesi yang berkaitan langsung dengan kesehatan di Indonesia adalah tentang malapraktik. Malapraktik bukanlah sesuatu yang baru di Indonesia, sudah banyak kasus ini terjadi. Setidaknya dari tahun 2006 hingga 2012, terdapat 182 kasus malapraktik yang terjadi di antaranya 60 kasus dilakukan oleh dokter umum, 49 kasus dilakukan oleh dokter bedah, 33 kasus dilakukan oleh dokter kandungan, 16 dilakukan oleh dokter spesialis anak, dan sisanya merupakan macam-macam kasus malapraktik yang dilaporkan.
Malapraktik Berdasarkan Perspektif Hukum Kesehatan
Jika mengutip tulisan Dr. dr. Rospita Adelina Siregar, Malapraktik adalah setiap kesalahan yang dilakukan oleh dokter karena tidak memenuhi standar yang ada saat melakukan pekerjaan sebagai dokter dan yang seharusnya dapat dilakukan oleh setiap dokter dalam keadaan apapun. Jadi dalam konteks ini, pada intinya malapraktik menggambarkan kegagalan seseorang dalam memberikan layanan secara profesional karena tidak mampu menggunakan tingkat keahlian dan pengetahuan sehingga menyebabkan cedera, cacat, atau kerugian bagi penerima layanan (dalam konteks ini adalah Pasien).
ADVERTISEMENT
Apabila memerhatikan sudut pandang etika profesi dan hukum, terdapat dua jenis malapraktik, yakni malapraktik etik dan malapraktik yuridis. Malapraktik etik merupakan tindakan bertentangan dengan etika profesi yang berlaku bagi tenaga kesehatan. Sedangkan malapraktik yuridis dibagi menjadi tiga jenis yakni malapraktik pidana (criminal malpractice), malapraktik perdata (civil malpractice), dan malapraktik administrasi (administrative malpractice).
Dalam konteks tulisan ini, perlu kita soroti malapraktik pidana (criminal malpractice). Malapraktik ini dapat terjadi akibat tenaga kesehatan yang tidak cermat dalam melakukan perawatan sehingga menyebabkan pasien meninggal atau cacat. Rospita Adelina Siregar mengklasifikasikan tiga jenis malapraktik pidana sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Perlu disimak kembali, bahwa bukan hanya tenaga medis saja yang dapat melakukan malapraktik, akan tetapi tenaga kesehatan juga demikian. Salah satu contoh bagian dari tenaga kesehatan, yakni bidan juga beberapa kali dijumpai melakukan malapraktik sehingga berdampak langsung bagi pasien yang berobat kepadanya.
Contoh Kasus Malapraktik yang Dilakukan oleh Tenaga Kesehatan
Beberapa bulan yang lalu tepatnya pada bulan Juni, dugaan kasus malapraktik menjadi perbincangan bagi masyarakat Kota Palembang. Hal ini dilatarbelakangi oleh adanya seorang remaja perempuan berusia tiga belas tahun yang matanya menjadi tidak bisa melihat setelah berobat ke bidan, diduga menjadi korban malapraktik.
Menurut pengakuan dari orang tua korban, bermula pada anaknya yang muntah-muntah, tidak mau makan, dan tidak enak badan membuat ibunya membawakan anak tersebut untuk berobat ke bidan tidak jauh dari rumahnya. Setelah berobat, korban diberikan enam jenis obat untuk diminum tiga kali sehari. Namun setelah mengonsumsi obat yang diberikan, keesokan harinya korban mengeluh karena tubuhnya seperti melepuh akan tetapi orang tua korban awalnya mengira bahwa korban terkena cacar.
ADVERTISEMENT
Melihat kondisi yang korban yang semakin parah di bagian matanya, kemudian korban dilarikan ke salah satu rumah sakit yang ada di Palembang dan menjalani operasi kornea mata menggunakan BPJS. Mata korban awalnya masih sempat terlihat, akan tetapi untuk sekarang tidak bisa melihat lagi. Dokter yang memeriksa korban memberitahukan bahwa jika korban tidak dioperasi, maka matanya jebol sehingga sekarang korban membutuhkan donor kornea mata dan biayanya mahal mengingat orang tua dan korban merupakan masyarakat kelas bawah.
Akhirnya orang tua korban mendatangi Dinas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Palembang yang selanjutnya orang tua korban didampingi oleh pihak PPA untuk melaporkan oknum bidan tempat anaknya berobat ke Polda Sumatera Selatan. Kondisi terbaru per tanggal 23 September 2024, korban sudah operasi penambahan selaput daging mata namun masih mengalami kebutaan dan masih mencari donor kornea mata sehingga belum dapat bersekolah seperti biasanya.
ADVERTISEMENT
Mengenai oknum bidan yang melakukan malapraktik, masih dalam proses penyidikan dan sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak tanggal 11 September 2024.
UU Kesehatan dalam Mengatur Ketentuan Pidana tentang Malapraktik
Perlu untuk diketahui bahwa UU Kesehatan mengakomodir ketentuan mengenai malapraktik. Jika ternyata dugaan malapraktik yang dilakukan oleh tersangka tersebut terbukti benar, maka dapat dikenakan Pasal 440 ayat (1) UU Kesehatan yang bunyinya adalah sebagai berikut:
“Setiap Tenaga Medis atau Tenaga Kesehatan yang melakukan kealpaan yang mengakibatkan Pasien luka berat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah).”
Apabila membedah unsur pasal yang ada di atas, maka dapat diuraikan secara berikut:
ADVERTISEMENT
Pihak yang diduga melakukan malapraktik dan menjadi tersangka dalam kasus di atas adalah seorang bidan yang masuk ke dalam kategori tenaga kesehatan.
Tersangka diduga tidak berhati-hati dalam memberikan sebuah obat untuk dikonsumsi oleh Pasien, sehingga Pasien mengalami kebutaan dan membutuhkan donor kornea mata.
Bahwa akibat perbuatan tersangka, berpotensi dipenjara paling lama tiga tahun atau diwajibkan membayar denda paling banyak sesuai nominal pada pasal yang tercantum.