Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Aborsi di Mata Hukum
30 September 2024 14:57 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Sherina braveta sembiring tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dengan perkembangan zaman yang sangat melesat pelecehan seksual dan seks bebas menjadi semakin marak dikalangan remaja. Perkembangan zaman telah meningkatkan prevalensi kasus aborsi, membuatnya menjadi isu yang lebih sering dibahas dan diamati dalam Masyarakat.Dari jurnal yang dituliskan oleh Agustina, Joelman Subaidi, Ummi Kalsum terdapat sebuah data bahwa Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan tindak aborsi di Indonesia mencapai angka dua juta kasus setiap tahunnya. Sedangkan tindakan aborsi yang tidak aman yang menyebabkan kamatian adalah sebesar 14-16% dari semua kematian maternal. Banyaknya perkiraan aborsi ini didasarkan pada temuan di lapangan, bahwa 4,5 juta kelahiran yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia, terutama pada sekitar waktu penelitian dilakukan, sebanyak 760.000 (17%) kelahiran yang tidak diinginkan atau tidak direncanakan. Dari berbagai media, kita dapat melihat berbagai kasus terkait tindakan aborsi, seperti kasus mahasiswa di Palangkaraya yang melakukan aborsi pada janin berusia 8 bulan (Detik Sulsel), kasus di Selayar di mana polisi menangkap dua remaja dan seorang dukun beranak terkait aborsi (News Detik.com), serta banyak kasus lainnya.
ADVERTISEMENT
Aborsi adalah suatu tindakan menggugurkan kandungan. Di Indonesia, peraturan mengenai aborsi diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Aborsi, menurut hukum Indonesia, hanya dapat dilakukan dengan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan dalam undang-undang dan hanya diperbolehkan dalam kondisi tertentu. Dalam Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, dinyatakan bahwa aborsi hanya diperbolehkan dalam situasi tertentu sebagai berikut:
1. Keadaan darurat medis: Jika kehamilan membahayakan nyawa ibu atau kesehatan fisiknya.
2. Kehamilan akibat pemerkosaan: Jika kehamilan tersebut merupakan hasil dari tindak pidana pemerkosaan.
3. Anomali janin: Jika terdapat kelainan genetik atau penyakit yang parah pada janin yang dapat mengancam kehidupannya.
"Serta pasal 76 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 yaitu;
ADVERTISEMENT
"Aborsi sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 75 hanya dapat dilakukan:
a. sebelum kehamilan berumur 6 (enam) minggu dihitung dari hari pertama haid terakhir, kecuali dalam hal kedaruratan medis;
b. oleh tenaga kesehatan yang memiliki keterampilan dan kewenangan yang memiliki sertifikat yang ditetapkan oleh menteri;
c. dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan;
d. dengan izin suami, kecuali korban perkosaan; dan
e. penyedia layanan kesehatan yang memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Menteri"
Bagi setiap orag yang melakukan tindakan aborsi tidak sesuai dengan pasal 75 dan pasal 76 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan yang telah ditetapkan akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 194 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 “Setiap orang yang dengan sengaja melakukan aborsi tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)” dan Pasal 346 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana “Seorang wanita yang sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun”
ADVERTISEMENT
Aborsi biasanya tidak hanya dilakukan oleh tenaga medis, tetapi juga dapat dilakukan oleh masyarakat dengan bantuan tenaga nonmedis. Aborsi yang dilakukan oleh pihak non-medis lainnya atau dukun beranak tidak mendapatkan alat atau izin dari pemerintah untuk melakukan tindakan aborsi dan tindakan aborsi tersebut dapat dianggap ilegal dan berisiko tinggi bagi kesehatan ibu dan janin. Tindakan aborsi yang dilakukan secara ilegal tidak hanya dilakukan oleh tenaga nonmedis, tetapi juga sering kali dilakukan oleh tenaga medis. Setiap tindakan aborsi yang dilakukan secara illegal oleh tenaga medis ataupun nonmedis akan dikenakan sanksi sesuai dengan Pasal 347 s.d 349 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain sanksi yang terdapat dalam pasal tersebut, tenaga medis juga mendapatkan sanksi yang telah diatur dalam Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI) “Tenaga medis yang melanggar ketentuan terkait aborsi dan melakukan tindakan tidak sesuai dengan etika profesi dapat dikenakan sanksi etika oleh Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK). Sanksi ini bisa berupa teguran, pembatasan praktik, hingga pencabutan izin praktik kedokteran” serta sanksi administrasi yang sesuai dengan Undang-Undang Praktik Kedokteran Nomor 29 Tahun 2004.
ADVERTISEMENT
Secara keseluruhan, aborsi merupakan isu yang sangat kompleks dimata hukum yang dimana melibatkan berbagai pertimbangan moral, etika, kesehatan, dan Hak Asasi Manusia. Meskipun ada aturan serta ketentuan yang mengatur praktik aborsi, seperti yang tercantum dalam undang-undang Kesehatan daan Kitab Undang-undang Hukum Pidana, pelaksanaannya tetap menjadi perdebatan. Hukum memberikan pengecualian dalam kasus-kasus tertentu, seperti aborsi yang dilakukan demi keselamatan ibu atau dalam kasus kehamilan akibat pemerkosaan. Dengan demikan, penting bagi Masyarakat untuk memahami secara menyeluruh ketentuan hukum terkait aborsi, agar setiap tindakan yang diambil sesuai dengan aturan yang berlaku, serta menjaga keseimbangan antara hak individu dan perlindungan hukum.