Konten dari Pengguna

Memaknai Iduladha dengan Pengorbanan dan Pengendalian Ego Pribadi

Abdul Bari
a life long learner, saat ini berkarir sebagai Direktur Kelembagaan dan Layanan di PT Jaminan Kredit Indonesia (PT Jamkrindo)
17 Juni 2024 8:56 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Bari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kambing di Kandang. Foto: sf_freelance/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kambing di Kandang. Foto: sf_freelance/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Iduladha, yang juga dikenal sebagai Hari Raya Kurban atau Hari Raya Haji, adalah salah satu hari raya besar dalam agama Islam yang dirayakan pada tanggal 10 Dzulhijjah dalam kalender Hijriyah. Perayaan ini memiliki makna yang mendalam bagi umat Muslim di seluruh dunia karena tidak terlepas dari sejarah panjang pengorbanan nabi Ibrahim AS.
ADVERTISEMENT
Makna pengorbanan dalam Idul Adha berasal dari kisah Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS. Dalam Al-Qur'an, Allah SWT memerintahkan Nabi Ibrahim AS untuk mengorbankan putranya sebagai bentuk ujian ketaatan dan kepatuhan. Ibrahim AS, dengan penuh keikhlasan dan ketaatan, bersedia melaksanakan perintah tersebut. Namun, ketika hendak menyembelih Ismail, Allah SWT menggantinya dengan seekor domba.
Kisah ini Nabi Ibrahim AS mengajarkan beberapa nilai penting dalam kehidupan, yaitu bagaimana ketaatan dan keikhlasan merupakan satu kesatuan yang harus dilakukan oleh manusia. Momen ini Iduladha ialah sebuah momentum bagi seluruh umat muslim untuk merenungkan kembali makna ketaatan dan keimanan.
Ketaatan dan keimanan dalam hal ini juga berarti mengesampingkan ego pribadi demi sesuatu yang lebih mulia. Tindakan nabi Ibrahim AS yang siap mengorbankan putranya atas perintah Allah menunjukkan betapa besar ketaatannya dan kemampuannya untuk menundukkan ego dan naluri pribadinya sebagai seorang ayah.
ADVERTISEMENT
Bila kita membaca banyak literatur sebenarnya tidak semua nafsu bernilai buruk, ada nafsu yang justru baik dan dicintai Allah SWT. Al Quran menyebutkan adanya beberapa jenis yaitu, nafsu Nafsu Amarah, nafsu mutmainnah dan nafsu Lawamah.
Sebaik-baik nafsu ialah nafsu nafsu mutmainnah. Dijelaskan oleh Ibnu ‘Abbas, nafsu muthmaninnah adalah nafsu yang membenarkan ketuhanan Allah. Sedangkan menurut Qatadah, nafsu muthmaninnah adalah nafsu seorang mukmin yang yakin terhadap janji-janji Allah, tenang berada di pintu makrifat kepada asma dan sifat-sifat-Nya, yakin terhadap segala yang dikabarkan rasul-Nya, percaya atas apa yang terjadi di alam barzakh dan hari akhir.
Nabi Ibrahim AS adalah contoh yang sempurna dari seseorang yang mencapai tingkat Nafs Muthmainnah melalui ketenangan jiwa, ketaatan total, dan keikhlasan dalam menghadapi berbagai ujian dari Allah SWT. Kisah-kisah hidupnya mengajarkan kita pentingnya mengendalikan ego dan nafsu serta selalu menempatkan perintah Allah di atas segala-galanya. Dengan demikian, kita dapat mencapai ketenangan jiwa yang sejati dan kepuasan hati dalam keimanan dan ketaatan kepada Allah.
ADVERTISEMENT
Sebuah tulisan menarik ditulis oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah yang juga cendekiawan Islam Prof. Dr. K.H. Haedar Nashir, M.Si. Haedar Nashir di Kompas 16 Juni 2024. Ia mengatakan sumber segala kekacauan di muka bumi ini sejatinya berpangkal pada ego manusia yang serakah dan menuruti hawa nafsu indrawi dan duniawi. Konflik antarmanusia, kerusakan ekosistem semesta, hingga perang semua bermula dari hawa nafsu manusia yang egois dalam memenuhi kepentingan hidup yang melampaui batas.
Sudah saatnya kita memaknai Iduladha tidak sebatas berkurban dalam bentuk hewan, namun juga dapat berkurban dalam menekan ego pribadi demi kemaslahatan yang lebih luas dan mulia.
Islam mengajarkan umatnya untuk tidak mementingkan diri sendiri secara berlebihan dan selalu mempertimbangkan dampak perbuatan terhadap orang lain. Dalam surat Al-Baqarah ayat 177, Allah SWT menjelaskan pentingnya berbuat baik kepada sesama dan menunjukkan nilai-nilai kepedulian sosial.
ADVERTISEMENT
Dalam keseharian, sebenarnya banyak sikap-sikap yang bisa kita latih untuk melakukan pengendalian ego pribadi. Hal tersebut antara lain:
Dalam Islam, pengendalian ego adalah salah satu bentuk ibadah yang mendapat pahala. Mengendalikan ego dapat membantu membangun karakter yang kuat dan berintegritas. Pengendalian diri juga bermanfaat dalam memperkuat hubungan sosial dan menciptakan keharmonisan. Orang yang mampu mengendalikan ego cenderung lebih sabar, pengertian, dan pemaaf. Hal ini membantu dalam menjaga hubungan yang harmonis dengan keluarga, teman, dan rekan kerja.
ADVERTISEMENT
Semoga di hari raya Iduladha ini kita dapat meningkatkan ketakwaan, keimanan dan pengendalian diri untuk meraih ridha ilahi.