Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Gelar Doktor Honoris Causa & Seragam Militer: antara Penghargaan dan Kontroversi
14 Oktober 2024 15:13 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Abdul Wahid Azar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam kehidupan modern, gelar akademis dan simbol-simbol kehormatan memiliki makna mendalam yang melampaui fungsinya sebagai sekadar penghargaan. Namun, ada kalanya pemberian gelar dan penggunaan simbol tersebut memicu kontroversi, khususnya ketika kedua hal itu bersinggungan dengan dunia selebriti. Di balik kepopuleran dan kemudahan akses publik terhadap kehidupan figur terkenal, muncul pertanyaan tentang apa yang pantas dan bagaimana pengelolaan simbol-simbol tersebut seharusnya dilakukan.
ADVERTISEMENT
Dua peristiwa yang mencuri perhatian publik baru-baru ini adalah pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada seorang selebriti dan penampilannya mengenakan seragam loreng ala militer dalam sebuah acara besar kenegaraan. Kedua momen ini, meskipun berbeda konteks, mengundang diskusi tentang makna penghargaan akademis dan simbol militer, serta bagaimana simbol-simbol tersebut dipandang dalam masyarakat.
Gelar Doktor Honoris Causa (HC) adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh universitas kepada individu yang dianggap telah memberikan kontribusi signifikan di bidang tertentu, baik dalam ilmu pengetahuan, seni, budaya, maupun sosial. Tidak seperti gelar akademis biasa yang memerlukan proses pendidikan formal dan penelitian, gelar ini diberikan sebagai bentuk penghargaan atas jasa atau prestasi luar biasa.
Namun, permasalahan muncul ketika gelar tersebut diberikan kepada seorang selebriti. Apakah pemberian gelar tersebut murni didasarkan pada kontribusi yang relevan, atau lebih kepada kepopuleran sang selebriti? Banyak yang memandang bahwa penghargaan semacam ini seharusnya diberikan kepada individu yang benar-benar memiliki dampak besar dalam bidang yang diakui secara akademis, bukan semata-mata karena popularitas.
ADVERTISEMENT
Ketika selebriti menerima gelar Doktor HC, muncul perdebatan di kalangan publik. Di satu sisi, ada yang merasa bahwa penghargaan tersebut tidak lebih dari formalitas yang tidak memiliki bobot akademis. Namun, di sisi lain, ada yang berpendapat bahwa kontribusi seorang selebriti dalam mempengaruhi budaya populer dan masyarakat layak diakui, meski tidak melalui jalur akademis tradisional. Di sinilah letak dilema penghargaan ini: antara penghargaan atas prestasi dan pengakuan popularitas.
Loreng ala Militer, Simbol Kehormatan atau Fashion Statement?
Beberapa waktu lalu, perhatian publik juga tersita oleh penampilan seorang figur terkenal yang mengenakan seragam loreng ala militer, lengkap dengan baret yang biasanya dikenakan oleh pasukan penjaga perdamaian PBB, dalam sebuah perayaan nasional. Seragam militer bukan hanya sekadar pakaian, melainkan simbol kehormatan, disiplin, dan pengorbanan. Hanya mereka yang telah menjalani pelatihan ketat dan berkomitmen pada tugas negara yang berhak mengenakan seragam tersebut.
ADVERTISEMENT
Ketika seorang selebriti yang tidak memiliki latar belakang militer muncul dengan mengenakan seragam tersebut, publik bereaksi dengan beragam pendapat. Beberapa menganggapnya sebagai tindakan yang kurang pantas, seolah-olah meremehkan makna seragam militer. Seragam itu bukanlah sekadar "fashion statement" yang bisa dikenakan sembarangan; itu adalah lambang kebanggaan dan kehormatan yang melekat pada individu yang telah berjuang demi negara dan perdamaian dunia.
Namun, bagi sebagian orang, penggunaan seragam ini mungkin dilihat sebagai bagian dari citra publik figur tersebut, yang kerap menjadi sorotan media. Mungkin saja penampilannya dimaksudkan untuk menghormati perayaan atau sekadar mengikuti tema acara. Tetapi tetap saja, bagi banyak orang, tindakan ini menimbulkan pertanyaan: apakah selebritas memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol kehormatan militer, atau apakah ada batasan yang seharusnya dihormati?
ADVERTISEMENT
Opini Publik dan Manajemen Simbol Kehormatan
Kedua peristiwa ini mengajarkan kita tentang bagaimana simbol kehormatan—baik akademis maupun militer—dapat dipersepsikan berbeda oleh masyarakat. Gelar Doktor HC dan seragam militer memiliki makna yang mendalam dan mewakili prestasi serta pengabdian. Ketika simbol-simbol ini digunakan oleh seseorang yang tidak berada dalam konteks tradisionalnya, publik secara alami merespons dengan kritis.
Dalam era media sosial dan digital, di mana informasi tersebar dengan cepat, opini publik memiliki kekuatan yang luar biasa. Manajemen simbol kehormatan pun menjadi tantangan tersendiri, terutama bagi figur publik yang terus berada di bawah sorotan. Satu kesalahan kecil bisa menjadi perdebatan besar, dan satu tindakan yang dianggap kontroversial dapat memicu diskusi yang tak terduga.
ADVERTISEMENT
Namun, pada akhirnya, penghargaan dan simbol-simbol kehormatan ini tetap memiliki makna besar bagi mereka yang layak menerimanya. Gelar akademis seharusnya diberikan kepada mereka yang memiliki kontribusi nyata dalam bidang tertentu, dan seragam militer seharusnya dikenakan oleh mereka yang benar-benar berjuang di medan tugas. Menghormati simbol-simbol ini bukan hanya soal aturan, tetapi juga tentang menjaga nilai-nilai yang melekat pada simbol-simbol tersebut.
Penggunaan gelar kehormatan dan simbol-simbol militer oleh figur publik mengundang banyak tanya dan opini. Di satu sisi, selebriti memiliki hak untuk mengungkapkan diri mereka dan menerima penghargaan atas kontribusi yang mereka buat. Namun, di sisi lain, penghargaan dan simbol kehormatan ini membawa tanggung jawab besar yang harus dihormati.
Gelar Doktor HC dan seragam militer bukanlah sesuatu yang bisa dianggap remeh. Mereka adalah simbol dari pencapaian, pengabdian, dan komitmen. Oleh karena itu, penggunaan simbol-simbol ini harus disertai dengan pemahaman dan penghormatan yang mendalam terhadap makna di baliknya. Dan bagi publik, penting untuk terus menjaga diskusi yang sehat dan konstruktif mengenai bagaimana kita, sebagai masyarakat, memandang dan menghormati simbol-simbol ini.
ADVERTISEMENT