Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kabinet Merah Putih, Efektifkah di Era Modern
22 Oktober 2024 18:52 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Abdul Wahid Azar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kabinet Merah Putih di bawah pemerintahan Prabowo-Gibran disusun dengan jumlah menteri dan wakil menteri yang cukup besar, mencerminkan pendekatan yang cenderung mengakomodasi berbagai kepentingan politik. Penambahan jabatan wakil menteri sering dianggap sebagai upaya untuk memperkuat koordinasi dan efektivitas kerja kementerian yang cakupan tugasnya luas. Namun, apakah kabinet yang gemuk ini benar-benar efektif, atau justru menambah beban birokrasi di tengah dinamika masyarakat yang semakin digital dan terhubung?
ADVERTISEMENT
Untuk menjawab pertanyaan ini, kita bisa menggunakan kerangka futurolog dari John Naisbitt dalam bukunya Megatrends (1982), yang menyoroti sepuluh tren utama yang memengaruhi perkembangan ekonomi, sosial, dan politik global. Salah satu tren penting yang dibahas Naisbitt adalah pergeseran dari sentralisasi ke desentralisasi serta dari hierarki ke jaringan, yang sangat relevan dalam menganalisis efektivitas kabinet modern di era digitalisasi.
Kerangka Futurolog Megatrends John Naisbitt
John Naisbitt dalam Megatrends menyampaikan bahwa masyarakat modern sedang bergerak dari struktur yang sentralisasi dan hierarkis menuju model yang lebih desentralisasi dan berbasis jaringan. Pada masa lalu, struktur organisasi yang besar dan hierarkis mungkin dianggap efisien untuk mengelola kompleksitas pemerintahan. Namun, di era digitalisasi dan Society 5.0, di mana informasi dan teknologi mendominasi kehidupan sehari-hari, struktur pemerintahan yang lebih ramping, fleksibel, dan terdesentralisasi justru lebih sesuai dengan dinamika perubahan yang cepat.
ADVERTISEMENT
Naisbitt juga menekankan bahwa di masa depan, organisasi besar yang tidak mampu beradaptasi dengan perubahan teknologi dan tidak mampu bergerak secara cepat akan kesulitan bersaing. Dalam konteks pemerintahan, hal ini berarti bahwa kabinet dengan jumlah menteri dan wakil menteri yang terlalu besar bisa memperlambat pengambilan keputusan, meningkatkan biaya birokrasi, dan mengurangi efisiensi.
Berdasarkan tabel di atas, negara-negara dengan jumlah penduduk besar seperti China dan Amerika Serikat memilih struktur pemerintahan yang lebih ramping dibandingkan India, yang memiliki hampir 50 kementerian. Indonesia dengan 38 kementerian termasuk di posisi menengah, tetapi juga terlihat bahwa kabinet ini tergolong besar jika dibandingkan dengan jumlah penduduknya, terutama jika kita bandingkan dengan Amerika Serikat, yang memiliki jumlah kementerian lebih sedikit untuk populasi yang juga besar.
ADVERTISEMENT
Di beberapa negara seperti China dan Amerika Serikat, efisiensi pemerintah diutamakan melalui pengurangan birokrasi dan penggunaan teknologi untuk mempercepat pengambilan keputusan. Ini sejalan dengan tren global menuju struktur yang lebih ramping dan efektif, seperti yang disarankan oleh Naisbitt dalam Megatrends.
Menggunakan kerangka futurolog dari John Naisbitt, kabinet Merah Putih dengan jumlah menteri dan wakil menteri yang besar tampaknya tidak selaras dengan tren global yang bergerak menuju desentralisasi dan jaringan yang lebih ramping. Kabinet yang gemuk mungkin menambah kompleksitas birokrasi dan memperlambat proses pengambilan keputusan di era digitalisasi ini, di mana kecepatan dan ketepatan sangat penting.
Seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi dan kebutuhan akan respons cepat terhadap tantangan global, Indonesia mungkin perlu mempertimbangkan untuk merampingkan kabinetnya. Pengurangan birokrasi yang berlebihan dapat membuat pemerintahan lebih gesit dan mampu menghadapi tantangan modern dengan lebih efektif, seperti yang telah dilakukan oleh beberapa negara besar lainnya. Jadi, meskipun kabinet besar dapat mengakomodasi banyak kepentingan politik, pertanyaannya adalah, apakah kabinet yang gemuk benar-benar memberikan nilai lebih dalam efisiensi dan produktivitas di masa depan?
ADVERTISEMENT