Konten dari Pengguna

Transformasi Teknologi Alutsista TNI Menuju Militer Modern

Abdul Wahid Azar
Ikatan persaudaraan Haji Indonesia (PP-IPHI), CEO Multiartha
7 Oktober 2024 9:57 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Wahid Azar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Upacara Peringatan HUT TNI ke 79, 5 Oktober 2024 (foto : Kumparan).
zoom-in-whitePerbesar
Upacara Peringatan HUT TNI ke 79, 5 Oktober 2024 (foto : Kumparan).
ADVERTISEMENT
Perayaan Hari Ulang Tahun ke-79 Tentara Nasional Indonesia (TNI) pada tanggal 5 Oktober 2024 menjadi momen penting untuk merefleksikan pencapaian sekaligus tantangan yang dihadapi TNI dalam menjaga kedaulatan dan pertahanan negara. Seperti tahun-tahun sebelumnya, pameran alutsista dan atraksi militer masih didominasi oleh persenjataan dan personel konvensional. Kendaraan tempur, pesawat tempur, kapal perang, serta parade pasukan reguler yang terlatih tetap menjadi sorotan utama. Namun, terlepas dari kekuatan yang ditunjukkan, ada perasaan bahwa TNI harus segera berbenah dalam menghadapi perubahan zaman, terutama dalam teknologi militer.
ADVERTISEMENT
Pada saat yang hampir bersamaan, dunia menyaksikan babak baru dalam perang modern ketika pada 1 Oktober 2024, Iran melancarkan serangan ke Israel dengan menggunakan rudal balistik, sebelumnya serangan udara menggunakan drone super cepat dan presisi berbasis GPS, dan serangan siber yang sangat canggih. Serangan ini menjadi peringatan bagi dunia, termasuk Indonesia, bahwa perang masa depan tidak lagi hanya mengandalkan alutsista konvensional dan jumlah pasukan, tetapi juga pada kecanggihan teknologi. Hal ini menjadi sinyal bahwa TNI perlu melakukan transformasi besar dalam teknologi alutsista dan strategi pertahanannya, agar mampu bersaing dan melindungi negara dari ancaman modern.
Perayaan HUT TNI ke-79 tahun ini tetap menampilkan kekuatan konvensional yang sudah dikenal publik. Parade militer di berbagai kota besar di Indonesia memperlihatkan kemampuan tempur yang tangguh, mulai dari kendaraan tempur lapis baja, armada laut, hingga pesawat tempur. Namun, di tengah kekuatan konvensional ini, terlihat ada satu skuadron drone yang mulai dipamerkan sebagai tanda awal dari pergeseran ke teknologi modern. Meski drone ini menarik perhatian, belum ada keterangan resmi mengenai statusnya apakah akan dipakai sebagai senjata pertahanan utama atau sekadar alat pengintaian.
ADVERTISEMENT
Transformasi teknologi militer TNI kini menjadi lebih mendesak daripada sebelumnya. Serangan Iran terhadap Israel pada awal Oktober 2024 menunjukkan betapa pentingnya teknologi canggih seperti drone bersenjata, rudal yang dipandu oleh GPS, dan serangan siber dalam memenangkan konflik di era modern. Di sinilah TNI harus menyadari bahwa teknologi bukan lagi hanya pelengkap, tetapi elemen inti yang akan menentukan keberhasilan pertahanan negara di masa depan.
Pesawat Drone tanpa awak menjadi andalan teknology perang modern ( Foto : pexels.com)
Serangan Iran ke Israel dan Era Baru Peperangan
Serangan Iran ke Israel yang terjadi hanya beberapa hari sebelum HUT TNI ke-79 adalah contoh jelas dari bagaimana teknologi telah mengubah wajah peperangan. Iran menggunakan drone kecepatan tinggi, yang dilengkapi dengan teknologi GPS untuk menyerang target militer dan infrastruktur penting Israel dengan presisi yang luar biasa. Selain itu, serangan siber juga diluncurkan secara bersamaan, yang berhasil melumpuhkan sebagian besar sistem pertahanan Israel dalam waktu singkat.
ADVERTISEMENT
Serangan ini menandai era baru dalam peperangan, di mana kekuatan teknologi menjadi penentu utama. Penggunaan drone bersenjata dan rudal presisi memungkinkan Iran untuk melancarkan serangan dari jarak jauh tanpa risiko yang tinggi bagi personel militernya. Di sisi lain, Israel, meskipun memiliki sistem pertahanan canggih seperti Iron Dome, menghadapi tantangan besar dalam melindungi wilayahnya dari serangan-serangan berkecepatan tinggi yang dipandu oleh teknologi.
Perang ini menunjukkan bahwa keunggulan militer tidak lagi hanya ditentukan oleh jumlah pasukan atau alutsista konvensional, tetapi oleh kemampuan untuk menggunakan teknologi modern dengan efektif. Serangan ini memberikan pelajaran penting bagi militer di seluruh dunia, termasuk TNI, bahwa mereka harus segera mengejar ketertinggalan dalam hal teknologi jika ingin tetap kompetitif dan relevan di era perang digital dan otomatisasi.
ADVERTISEMENT
Setelah melihat contoh serangan Iran ke Israel, sangat jelas bahwa TNI harus segera berbenah diri. Transformasi teknologi alutsista harus menjadi prioritas utama agar Indonesia mampu menghadapi ancaman modern. Investasi dalam drone bersenjata, rudal berbasis GPS, dan pertahanan siber perlu ditingkatkan untuk menyaingi kemampuan negara-negara lain yang telah maju dalam hal ini.
Di samping itu, doktrin pertahanan TNI juga perlu diperbarui. Operasi militer modern membutuhkan kecepatan dan ketepatan, yang hanya bisa dicapai melalui teknologi canggih dan pemahaman mendalam tentang perang digital. TNI harus mulai mengintegrasikan sistem teknologi informasi ke dalam strategi operasionalnya, di mana pengawasan melalui drone, serangan siber, dan otomatisasi militer menjadi bagian integral dari setiap operasi.
Perekrutan Personel Konvensional Sudah Waktunya Berubah
ADVERTISEMENT
Salah satu aspek lain yang harus diperhatikan TNI dalam transformasi ini adalah proses perekrutan personel. Selama ini, perekrutan personel militer TNI masih berfokus pada kemampuan fisik, tes kecerdasan umum, dan pelatihan konvensional. Meskipun aspek ini penting, perang modern membutuhkan lebih dari sekadar kekuatan fisik. TNI perlu mulai mengubah pendekatannya dalam perekrutan, dengan fokus pada multitalenta yang mencakup keahlian teknologi.
Para hacker etis, programmer, dan spesialis keamanan siber harus menjadi bagian dari militer modern Indonesia. Negara-negara maju seperti Amerika Serikat, Israel, dan Rusia telah lama merekrut tenaga ahli teknologi dari luar kalangan militer untuk memperkuat pertahanan siber dan operasi intelijen digital mereka. Misalnya, Cyber Command di AS melibatkan para profesional IT dari luar militer untuk menjalankan misi-misi penting dalam keamanan digital.
ADVERTISEMENT
Selain itu, pembentukan unit pertahanan siber yang kuat, seperti yang dilakukan oleh Israel dengan Unit 8200 atau Estonia dengan Cyber Defense Unit, bisa menjadi contoh bagi TNI. Indonesia memerlukan tenaga ahli yang mampu melindungi jaringan komunikasi militer dan infrastruktur vital dari ancaman siber, serta merespons serangan digital dengan cepat.
Perayaan HUT ke-79 TNI memberikan kesempatan bagi kita untuk melihat ke belakang dan mengakui pencapaian yang telah diraih. Namun, lebih dari itu, momen ini juga menjadi titik refleksi bagi TNI untuk menyongsong transformasi militer di era teknologi. Perang modern yang ditunjukkan oleh konflik Iran-Israel telah mengubah standar dalam peperangan, menuntut kecepatan adaptasi terhadap teknologi canggih.
TNI harus segera mengejar ketertinggalan dengan berinvestasi dalam alutsista berbasis teknologi, memperbarui doktrin pertahanan, serta mengadopsi pendekatan baru dalam perekrutan personel multitalenta. Para hacker etis, ahli siber, dan profesional teknologi harus diberikan peran penting dalam memperkuat pertahanan negara. Dengan langkah-langkah ini, TNI tidak hanya akan menjadi kekuatan pertahanan yang tangguh di kawasan, tetapi juga siap menghadapi tantangan perang modern yang semakin kompleks di masa depan.
ADVERTISEMENT
Dirgahayu TNI Ku.