Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Diskusi, Salah Satu Cara Merawat Intuisi Seniman
26 Oktober 2021 20:00 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari ABDULLAH BIMO PRAKOSO PUTRO tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kita semua tentu mengetahui sejarah yang terbentuk sejak zaman penjajahan Belanda dahulu, yaitu para pelaku seni di Indonesia memiliki keberanian dan kebebasan dalam berkesenian. Mulai dari bacaan-bacaan yang mereka tulis yang dikenal dengan bacaan liar, sampai pementasan teatrikal yang mereka tampilkan, semuanya menyimbolkan kebebasan seorang seniman. Sebagai contoh, novel Belenggu karya Armijn Pane yang ditolak oleh Balai Pustaka karena dinilai buku yang tidak “baik”. Banyak anggapan yang ditujukan kepada para pelaku seni, bahwa mereka selalu mendistorsi dinamika peristiwa yang ada dan merongrong kepada pemerintah.
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang pelaku seni, tentunya tidak hanya seorang novelis saja, namun berarti sangat luas termasuk di dalamnya penyair, penyanyi, pujangga, aktor, pelukis, pemusik, penari, dan sastrawan. Mereka itulah yang berperan dalam perkembangan kesenian di Indonesia. Sedangkan penulis sendiri adalah pelaku seni yang bergerak di bidang seni teater sekaligus fotografer.
Menurut penulis, seni teater adalah seni yang unik. Banyak orang yang beranggapan bahwa pertunjukan teater sama saja dengan pemutaran film. Namun sejatinya hal tersebut sangatlah berbeda. Jika dilihat dengan kacamata orang awam tentu sukar membedakannya. Hal tersebut tidak akan terjadi jika dilihat oleh para penikmat seni, mereka tentu bisa membedakannya. Sebuah film pada umumnya bersifat realistis, sesuai dengan keadaan yang terjadi sehari-hari. Berbeda dengan teater, yang dalam pementasannya banyak menggunakan simbol-simbol untuk menggambarkan suatu peristiwa, yang membuat teater menjadi sangat unik dan penuh dengan kreativitas.
ADVERTISEMENT
Banyak yang penulis rasakan selama berproses di dunia seni teater. Yang membuat penulis berpikir luas dan terbuka mengenai segala jenis kesenian yang ada. Teater Naraaksi, di sanalah penulis ditempa dan dibentuk. Sebuah komunitas yang berada di bawah naungan Yayasan Naraintegrita. Setidaknya penulis sudah merasakan bagaimana proses mengikuti acara tahunan yang diadakan oleh Suku Dinas Kesenian dan Kebudayaan dalam pagelaran Festival Teater Jakarta 2021. Dengan mendapatkan Piala Harapan 1 dan Pemain Wanita Terbaik.
Diskusi selalu membawa kesegaran bagi setiap pelaku seni, yang bergerak dalam bidang apa pun itu. Karena sejatinya seni adalah satu kesatuan yang saling berkaitan. Dalam hal ini penulis berkesempatan berdiskusi dengan Om Jef, begitulah beliau disapa. Beliau pelaku seni yang bergerak di bidang seni lukis. Sudah puluhan kali menggelar pameran mandiri maupun gabungan, baik di dalam maupun luar negeri. Lulusan Universitas Indonesia ini sekarang menjabat sebagai Dewan Kesenian Kota Depok dan membuka Kafe Joglo Kenangan Resto & Angkringan di daerah Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Sebuah kafe yang mengambil tema interior rumah kesenian adat Suku Jawa, yaitu Joglo, dengan berbagai menu andalan yang disediakan salah satunya teh sereh dan pisang manado. Yang kebetulan penulis bersama dengan kawan-kawan Teater Naraaksi berkesempatan berkunjung ke sana. Untuk sekadar menyegarkan pikiran dan intuisi kami yang kusut setelah festival tempo hari.
Sudah menjadi budaya beliau, ketika berdiskusi duduk di atas tikar dengan melingkar. Karena menurut beliau, tikar adalah tempat pertama di mana toleransi dibentuk. Banyak hal yang kami diskusikan dengan beliau, mulai dari hal yang ringan hingga berat. Di sini penulis berusaha untuk merangkumnya menjadi sebuah narasi yang mudah dipahami.
ADVERTISEMENT
Jangan Sampai Sumur di Diri Kita Kering
Seniman yang bergerak di bidang apa pun itu, mereka selalu dituntut untuk memiliki karya. Karena karya itulah yang membuat pelaku seni akan tetap hidup sampai kapanpun itu. Setidaknya ada empat hal yang harus dimiliki dan terus diasah agar sumur di dalam diri kita tidak kering. Pertama fantasi, hal ini menjadi dasar seniman berkarya. Namun hal tersebut berkaitan dengan hal berikutnya. Yaitu yang kedua imajinasi, hal ini lebih konkret dari sekadar fantasi, berupa upaya dan keinginan yang lebih dari seorang seniman untuk menciptakan sebuah karya. Ketiga adalah memori, segala hal yang sudah kita lalui. Kita harus berkaca ke belakang dalam rangka mendapatkan inspirasi. Yang keempat yaitu visualisasi, hal-hal yang kita lihat sehari-hari dan berada di sekitar kita. Dengan kepekaan kita melihat sekeliling, maka secara alami inspirasi itu akan muncul. Dengan merawat sumur kita tidak kering, maka seorang pelaku seni akan terus berkarya sepanjang hidupnya.
ADVERTISEMENT
Jangan Jadi Lokomotif
Berbicara tentang lokomotif, selalu berkaitan tentang kereta api. Ular besi ini selalu menabrak apa pun yang ada di hadapannya. Bahkan tembok besar pun akan tetap ditabrak jika menghalangi jalannya. Lokomotif selalu berjalan di dalam jalurnya, sesuai apa yang ia mau. Berbeda dengan seorang anak kecil yang menonton bola di televisi. Dia dapat dengan mudah berkomentar bahwa pemain bola tersebut bermain tidak baik karena tidak bisa mencetak gol.
Karena sejatinya pemain bola itu seperti lokomotif, pandangannya sempit, bergerak diatur dengan segala peraturan yang ada, dan berada di bawah tekanan yang kuat. Berbeda dengan anak kecil tersebut yang menonton bola di televisi, pandangannya luas dan terbuka. Sehingga dia bisa melihat dari berbagai perspektif yang ada. Dan pada akhirnya meningkatkan kemampuan dalam membaca pergerakan pemain bola tersebut di televisi. Sehingga membuat dia mempunyai rencana yang matang dan terukur. Begitulah seharusnya sifat pelaku seni. Harus berpikir luas dan tidak terpaku pada satu sudut pandang saja.
ADVERTISEMENT
Ruang Meditasi
Terkadang ketika pelaku seni merasa sudah letih dalam membuat suatu karya, maka perlu adanya ruang-ruang meditasi. Hal ini sangat penting bagi seniman. Karena di sinilah jati diri seniman dibentuk. Dengan menyendiri, seniman akan mengetahui sejatinya karakter apa yang akan dituangkan di dalam karyanya. Karena di dalam dunia seni, sangat mengedepankan subjektivitas. Mengapa demikian? Karena seniman selalu berkaitan dengan suatu karya, yang mereka ciptakan sendiri. Dan dalam menciptakannya mereka dituntut untuk egois, mendengarkan suara hati mereka, tanpa campur tangan orang lain. Oleh karena itu ruang meditasi berguna bagi para seniman untuk bisa mengetahui hal apa yang mereka sukai.
Puncak Estetika adalah Non-estetis
Jika seorang seniman masih berbicara tentang estetika sebuah karya, dapat dipastikan dia belum menjadi seniman sejati. Mengapa demikian? Estetika adalah hanyalah sebuah bonus dari sebuah karya yang diciptakan. Jika seorang seniman terpaku pada estetika, maka mereka hanya menerapkan norma-norma yang ditetapkan dalam sebuah seni. Mereka dituntut bagaimana menguasai teknik berkesenian dan sebagainya, yang menjadikan dirinya tidak bebas dan lepas. Seperti pelukis dan seniman. Kedua hal yang berbeda, pelukis hanya menguasai teknik pewarnaan dan putaran jari, pergelangan telapak tangan, siku-siku, dan pergelangan lengan atas dalam proses sebuah lukisan. Pelukis hanya menggambar objek yang ada di depannya. Dan itu bisa sangat detail, sempurna, dan bahkan estetik. Berbeda dengan seniman yang bekerja dengan gagasan dan pikiran. Tanpa adanya objek, seniman tetap dapat memvisualisasi apa pun yang menjadi keresahan dan gagasan di dalam dirinya.
ADVERTISEMENT