Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Keliru Berpikir Presiden Boleh Kampanye dan Berpihak dalam Pemilihan Umum
28 Januari 2024 11:29 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Abdullah Fahrieza tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pada kegiatan kenegaraan presiden dalam penyerahan pesawat di Pangkalan TNI Angkatan Udara Halim Perdanakusuma, Presiden Joko Widodo melontarkan pernyataan bahwa seorang presiden dan menteri boleh melakukan kampanye dan menyatakan memihak pada salah satu pasangan calon peserta pemilu, asalkan tidak menggunakan fasilitas negara. Terkait hal tersebut terdapat keliru berpikir yang sangat culas dalam memahami peraturan perundang-undangan mengenai Undang-Undang Pemilihan Umum.
ADVERTISEMENT
Adanya statement tersebut sangat amat berbahaya bagi iklim demokrasi Indonesia saat ini, sebab tidak ada satu pun pasal dalam Undang-Undang Pemilihan Umum yang menjelaskan bahwa pejabat negara termasuk presiden dan wakil presiden, menteri, kepala daerah provinsi maupun Kab/Kota boleh berpihak. Karena keberpihakan adalah suatu hal yang amat dilarang dalam sistem hukum kepemiluan Indonesia.
Jika melihat pada Pasal 283 ayat (1) Undang-Undang No7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyatakan bahwa pejabat negara, pejabat struktural dan pejabat fungsional serta aparatur sipil negara lainnya dilarang mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap Peserta Pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye. Dapat dipahami bahwa mengarah kepada keberpihakan saja sudah dilarang apa lagi yang dilakukan secara terang-terangan menyatakan berpihak.
ADVERTISEMENT
Atas pernyataan tersebut berpotensi akan menguntungkan pasangan calon tertentu, sebab hal tersebut akan menjadi pembenaran bagi Presiden Joko Widodo dan menteri-menteri lainnya untuk aktif melakukan kegiatan kampanye serta menunjukkan keberpihakan mereka.
Bahkan sebelum adanya pernyataan presiden dan menteri boleh kampanye dan menyatakan berpihak, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan sudah ikut memanfaatkan program, memanfaatkan fasilitas, dan memanfaatkan sumber dana untuk kepentingan pasangan calon tertentu dalam kegiatan bantuan sosial. Hal ini dilihat dari pernyataan Zulkifli Hasan bahwa bansos dari Jokowi dan apabila program bansos lanjut pilih pak Prabowo.
Benar adanya bahwa setiap orang boleh berpolitik karena memiliki hak politik untuk memilih, namun perlu dipahami yang menjadi permasalahan merupakan jabatan yang sedang disandang karena terdapat etika penyelenggaraan negara. Sebab presiden dapat mempengaruhi suara masyarakat dengan berbagai fasilitas negara yang melekat dan pengaruh yang dimilikinya.
ADVERTISEMENT
Ketika seorang pejabat negara masuk ke dalam politik elektoral hal ini akan menimbulkan persepsi publik bahwa pemilu yang saat ini dilaksanakan jauh dari kata rahasia, jujur, adil, bebas dari nilai dan bebas dari campur tangan kekuasaan sebagaimana yang telah diamanatkan dalam Pasal 22E Undang-Undang Dasar 1945.
Tak dapat dipungkiri terdapat kelemahan dalam Undang-Undang Pemilihan Umum saat ini yang menimbulkan distorsi berpikir, dalam Pasal 299 Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum menyatakan bahwa pejabat negara memiliki hak melaksanakan kampanye.
Akan tetapi bunyi dalam pasal tersebut tidak dapat diyakini begitu saja sebab Pasal 299 tidak dapat diterapkan, hal ini dikarenakan pada Pasal 5 Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan bahwa salah satu asas daripada pembentukan hukum merupakan harus dapat dilaksanakan. Maka dari itu Pasal 299 tidak memenuhi kriteria tersebut sehingga apabila pasal itu tetap dijalankan secara otomatis akan bertentangan dengan Pasal 283 yang melarang adanya keberpihakan.
ADVERTISEMENT
Yang dimaksud dengan asas dapat dilaksanakan adalah bahwa setiap pembentukan peraturan perundang-undangan harus memperhitungkan efektivitas Peraturan perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, sosiologis, ataupun yuridis.
Apa yang disampaikan oleh Presiden Jokowi sudah tergolong ke dalam pelanggaran kampanye. Sebab pada saat menyampaikan pendapatnya tersebut ia didampingi oleh salah satu pasangan calon presiden yang berpasangan dengan anaknya.
Hal ini memenuhi unsur meyakinkan pemilih secara tersirat dengan menghadirkan citra diri yaitu salah satu sosok pasangan calon dan itu dilakukan dengan didampingi panglima TNI dan di belakang terdapat banyaknya prajurit serta pesawat negara yang sangat besar. Presiden Jokowi melakukan hal tersebut dikelilingi dengan fasilitas negara yang begitu megah dan dilakukan masih dengan membawa simbol sebagai kepala negara.
ADVERTISEMENT
Bahkan Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyoroti bahwa pernyataan Jokowi secara terang benderang telah melanggar Undang-Undang. Menurutnya Pasal 299 menyebutkan yang boleh kampanye adalah mereka yang telah didaftarkan sebagai juru kampanye maupun tim kampanye ke Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Mencampuradukan antara jabatan politis, kepala negara, dan kepala pemerintahan tidak dapat dibenarkan, sebab tindakan tersebut termasuk dalam penyalahgunaan wewenang sebagaimana telah diatur dalam Pasal 17 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.