Konten dari Pengguna

Kader NU Harus Menjaga “Germo”

Abdul Wahid
Pengajar FH Universitas Islam Malang dan penulis buku Hukum dan Agama
5 Desember 2021 10:40 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Abdul Wahid tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Oleh: abdul Wahid
Pengajar Universitas Islam Malang dan penulis Buku
ADVERTISEMENT
Kita ini sering kurang peduli dengan perubahan di sekitar kita. Semestinya kita bisa menyaksikan panorama kehidupan mahasiswa di kota-kota pendidikan seperti yang mempertontonkan kalau mereka sekarang ini sedang berada dalam puasaran perubahan gaya hidup, yang akan semakin menjebaknya “mengamnesiakan” jati dirinya, khususnya perannya sebagai mujtihid bangsa. Mereka sedang dibuat tidak berdaya oleh komunitas produsen gaya hidup hedonis dan pragmatis supaya kecerdasannya, ideologinya, dan semangat perjuangannya tidak lagi menyala dan membakar perubahan dimana-mana.
Di waktu malam hari misalnya, kita bisa saksikan keterjebakan mahasiswa menjadi pecandu budaya yang bergerombol di pojok-pojok dan pinggir-pinggir trotoar sampai laurt malam dan bahkan dini hari, yang mengesankan kalau mereka sedang asyik larut menikmati gaya hidup yang dihidangkan atau mencekokinya.
ADVERTISEMENT
Mereka itu akhirnya kehilangan atau minimal tereduksi “kecerdasannya” membaca realitas problem di tanah air yang sejatinya menunggu peran kejuangannya. Ada problem besar seperti penyalahgunaan kekuasaan di segala lini atau booming korupsi hingga ke penghancuran adik-adiknya yang masih belasan tahun oleh para “pebisnis” syahwati dan pelaku kekerasan, serta rapuhnya dunia yang kesemuanya ini sejatinya menunggu kebangkitan gerakan moralnya atau revivalisasinya.
Kaum muda mahasiswa itu dibuat terlena dan mabuk dalam revolusi kebudayaan yang menggiringnya menjadi konsumen-konsumen yang pasip. Tataran moral dibuatnya kehilangan élan vitalnya untuk mengawal perjalanan hidupnya
Kita bisa mencermati, kalau kaum muda mahasiswa gagal membangkitkan sendiri kesadarannya untuk menghidupkan gerakan moral, maka bisa dipastikan kalau negeri ini akan semakin banyak “neokolonialis-neokoloalis” yang menjarah dan menjajah negeri ini. Kita akan kembali menjadi bangsa terjajah lewat pos-pos trategis yang dikuasai Malin Kundang dengan bendera reformasi, penegakan hukum, dan pemberantasan korupsi.
ADVERTISEMENT
“Mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah SWT dibindingkan dengan mukmin yang lemah”, demikian sabda Nabi Muhammad SAW, yang mengingatkan tentang pentingnya menjadi manusia (kader-kader NU) yang kuat, tidak lemah, dan tidak loyo. Mengapa kader-kader NU yang kuat lebih mendapatkan tempat dalam pandangan Allah SWT dibandingkan kader-kader NU yang lemah?
Kalau kader-kader NU (seseorang yang beriman) itu lemah, tentulah kehadirannya di tengah kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara kurang memberikan sumbangsih atau kontribusi besarnya. Kelemahannya membuat kemaslahatan publik gagal dibantu, tidak bisa terpenuhi, atau terhambat mendapatkan dukungan positipnya. Kelemahannya bias membuat masyarakat dan negara tidak mendapatkan pilar-pilar terbaik untuk menyangga dan memprogresifitaskannya.
Kebutuhan atas generasi-generasi NU yang kuat itu merupakan bukti pentingnya penguatan edukasi moral dalam perjalanan hidupnya. Kalau dalam diri sumberdaya manusia (generasi-generasi NU) ini tidak ada kekuatan yang diandalkan, niscaya berbagai problem yang mengihimpit masyarakat dan bangsa akan menjadi semakin sulit teratasi, dan bahkan kehadirannya di tengah masyarakat akan menjadi beban tambahan atau penimbul terjadinya dan maraknya penyakit social (social desease) dimana-mana. Tangan-tangan mudanya akan mampu menghasilkan banyak perubahan yang bermakna.
ADVERTISEMENT
Generasi-generasi NU yang kuat secara edukatif akan mampu menciptakan iklim atmosfir aktifitas yang memerdekakan orang lain dari kebodohan dan ragam ketidakberdayaan. Generasi-generasi NU yang kuat dalam beragama, tentu tidak akan mudah tergoda untuk melakukan perbuatan-perbuatan tidak terpuji seperti melemahkan integritas moral dan etik-profetis demi mendulang uang sebanyak-banyaknya. Generasi-generasi NU yang kuat secara politik akan mampu melahirkan bangunan kehidupan pemerintahan yang baik dan bertanggungjawab terhadap kemaslahatan masyarakat.
Firman Allah SWT mengingatkan: ''Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.'' (QS Ali Imran [3]: 139). Firman Allah ini jelas melarang generasi-generasi NU menjadi manusia-manusia yang lemah, atau sebaliknya menuntut mereka menjadi pelaku sejarah yang kuat. Dari kekuatan akan terlahir banyak perubahan, dan dari perubahan akan terlahir pencerahan. Kuincinya: generasi-generasi NU tidak boleh kenal putus asa dalam memperjuangkan prinsip memajukan diri dan bangsa ini.
ADVERTISEMENT
Dus, kader NU tidak boleh menjadi elemen organisasi dan subyek bangsa yang lemah. Segala potensi yang mengarah pada terbentuknia jiwa militant harus terus dibangun dan dikembangkan. “Germo” (Gerakan moral” merupakan konstruksi Gerakan yang harus terus dinyalakannya supaya terus membara di tengah gelombang.