Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ke Mana Keberpihakan Mahasiswa?
17 September 2023 20:52 WIB
·
waktu baca 9 menitTulisan dari Abdurrahman tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
berseluncur dalam peristiwa masa lalu, kita memang membutuhkan waktu yang panjang, untuk menemukan kembali jati diri. Sepanjang sejarah gerakan, diseluruh negara tidak terlepas dari gerakan mahasiswa, di mana mahasiswa sebagai mesin penggerak yang selalu mengawal pemerintah, dari kemunculan gerakan mahasiswa pertama kali di negara amerika latin.
ADVERTISEMENT
Sebuah aksi demonstran diawali dari adanya manifesto cordoba di argentina pada tahun 1918. Sebuah deklarasi di mana mahasiswa menginginkan keterlibatan dalam administrasi universitas dan adanya otonomi akademik universitas.
Dalam deklarasi manifesto cordoba, mereka menyatakan ingin menghapus organisasi universitas tentang otoritas yang kuno dan barbar, yang menjadikan universitas benteng pertahanan tirani yang absurd.
Sebuah kalimat ini yang menjadi nyawa tersendiri dalam setiap pergerakan mahasiswa, mendobrak pandangan konservatif dari universitas dan cengkraman tirani politik di dalamnya.
kita juga bisa melihat mahasiswa di eropa sebagai wujud dinginkannya kemerdekaan dan kesempatan seluas-luasnya untuk mencari ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya oleh mahasiswa. Pada masa itu para professor mengembangkan keilmuannya dan bahan ajar yang terbatas pada dikta mereka. Kebebasan ruang publik untuk berdiskusi pun dibatasi, sehingga membuat banyak mahasiswa kesulitan.
ADVERTISEMENT
Keotoriterian dalam dunia akademik membuat perlawanan dari mahasiswa. Berawal dari Turin, Italia, mahasiswa berhasil mengontrol aktivitas fisik dan intelektual kampus mereka melalui kegiatan-kegiatan. Selama sebulan penuh kampus tersebut berhasil di duduki (27 november 1967-27 desember 1967).
Kekuatan gerakan tersebut akhirnya diperluas hingga luar turin, bahkan menjangkau seluruh kota di italia. Tujuan mereka pun diperbesar dengan melawan otoriterianisme, sehingga dalam dua bulan januari hingga februari 1968 seluruh mahasiswa italia ikut dalam gerakan ini.
Hiruk pikuk yang dilalui gerakan ini pun membuahkan hasil, membuka ranah akademik menjadi lebih terbuka, sehingga para professor mulai melihat ke arah kurikulum kampus dan tidak otoriter. Hal ini sampai mengubah kebijakan pendidikan nasional yang lebih egaliter dan terbuka.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa Indonesia sebagai Oposisi
Sejarah gerakan indonesia, mahasiswalah sebagai penggerak, tidak hanya sekali dua kali terjadi. Sejak era kolonial, orde lama, dan yang paling terkenang yaitu gerakan yang diprakarsai boedi utomo dan insiden trisakti 1998. Pada saat itu aparat menembak mati empat mahasiswa yang membangkitkan kesadaran mahasiswa.
Mahasiswa banyak diyakini sebagai katalisator gerakan, tahun 1998 yang memberi perlawanan pada pemerintah. Puncak dari gerakan mahasiswa pada saat itu iyalah menggulingkan soeharto, karena soeharto sudah dianggap sebagai presiden yang keluar dari ideologi negara.
Huru hara semakin meluas dan membesar saat mahasiswa menolak terpilihnya soeharto sebagai presiden untuk ke tujuh kalinya dalam sidang MPR pada 10 maret 1998. Kondisi ekonomi yang memburuk pun dengan rumitnya permasalahan yang ada yang akhirnya soeharto mau tidak mau mengundurkan diri dari tampuk kekuasaan.
ADVERTISEMENT
Namun, semua itu adalah bagian dari sejarah yang bisa kita baca dalam berbagai literasi mana pun, iya bisa menjadi pengisi kekosongan atau hanya sebagai dongeng sebelum tidur.
Masihkah Gerakan Moral Menyertai Mahasiswa Indonesia
Dalam pandangan saya gerakan moral merupakan gerakan politik, namun bersifat regresif, kemudian dinamakan gerakan moral. Batasan gerakan moral adalah; pertama, gerakan moral menolak membangun aliansi dengan gerakan rakyat atau politik massa.
Kedua, gerakan moral berdalih tidak ada ambisi dan kepentingan pribadi ataupun kelompok terhadap kekuasaan. Ketiga, gerakan moral dalam gerakannya lebih berupa tuntutan koreksi dan peringatan.
Keempat, gerakan moral mengkonstruksi diri mereka sebagai resi, agent of change, tulang punggung negara, intelektual pembaharu, roda perubahan dan konstruksi herois yang lainnya.
ADVERTISEMENT
Rasa-rasanya kalau dilihat dari poin-poin di atas gerakan mahasiswa sekarang sudah kehilangan moralnya, di mana gerakan yang dibangun mahasiswa sekarang hanyalah sebuah uforia belaka dan eksis dalam panggung.
Tidak ada yang bisa kita harapkan, gerakan yang dibuat hanya sebatas untuk membranding diri pada kamera-kamera yang menyorotinya. bahkan lebih parahnya lagi gerakan yang dilakukan mahasiswa hanya sebatas untuk bahan laporan pertanggungjawaban pada mahasiswa yang lain ataupun anggotanya.
Saya melihat tidak ada niatan murni sebagai gerakan moral yang dibangun mahasiswa pada saat ini. Mereka hanya pura-pura memainkan peran drama untuk memenuhi kepentingan pribadi.
Seharusnya mahasiswa menjadi kelompok yang lebih maju dan memiliki ruang untuk merespons berbagai persoalan social dan politik. Dengan kekuatan moral, sehingga idealisme mereka tetap terjaga dan tumbuh dalam diri mereka.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa sekarang mungkin harus tahu dan bisa membedakan apa itu gerakan moral dan apa itu gerakan politik pragmatisme. Sehingga arah gerakan mahasiswa bisa tetap terjaga dari asupan-asupan gerakan politik pragmatisme. Sudah banyak mahasiswa yang terjebak dalam lingkaran gerakan pragmatisme yang akhirnya dia memakan moralnya sendiri demi kepentingan kekuasaan.
Dalam karyanya La Trahison des Clercs, Julian Benda menggambarkan cendekiawan sebagai sosok manusia ideal yang berprinsip “kerajaanku bukan di bumi ini”. Artinya para cendekiawan dikonstruksi sebagai manusia yang tidak memiliki kepentingan duniawi.
Para cendekiawan yang terlibat dalam dunia perpolitikan, bagi Julian Benda dilihat sebagai wujud dari “Pengkhianatan Intelektual”. Benda ingin mengatakan bahwa para cendekiawan ideal zaman dulu adalah moralis yang kegiatannya merupakan perlawanan terhadap realism massa. Karya Julian Benda tentang “Pengkhianatan Kaum Intelektual” ini merupakan pondasi dari gerakan moral di Indonesia
ADVERTISEMENT
Gerakan mahasiswa terbagi menjadi tiga yakni: pertama, gerakan mahasiswa bersatu dengan rakyat, di mana gerakan mahasiswa harus berbentuk sebagai gerakan politik, dengan tujuan rakyat diajak berperan serta dalam merebut kekuasaan yang menjadi milik mereka dari tangan penguasa, yang dianggap tidak memperhatikan kehendak rakyat.
Kedua, gerakan mahasiswa tetap dilakukan oleh mahasiswa sendiri dan membiarkan gerakan berjalan secara alami. ketiga, gerakan mahasiswa yang berafiliansi dengan kekuasaan demi keberlangsungan hidup.
Tapi sangat disayangkan dari gerakan tersebut yang paling berdominan adalah gerakan yang berafiliansi dengan pemerintah, sehingga gerakan mahasiswa sudah mandek dan bahkan tidak lagi memiliki taring untuk menyuarakan ketidakadilan ataupun ketimpangan yang ada dalam masyarakat.
Dengan terkikisnya moral inilah yang akhirnya mahasiswa akan tersingkir dari masyarakat itu sendiri, mereka akan menciptakan jaraknya begitu jauh sehingga keberadaan mahasiswa kian hari-kian pudar dalam pandangan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Gerakan Hanya Sebatas Imbauan pada Publik
Pada hakekatnya gerakan mahasiswa adalah dinamis, dengan watak gerakan lebih sebagai gerakan pemikiran ke arah perubahan-perubahan yang evolutif menuju perubahan revolusioner.
Artinya yang ditonjolkan oleh gerakan mahasiswa adalah kualitas gagasan perubahan yang dihendaki dengan cara-cara yang lebih logis-intelektual. Gerakan mahasiswa mengaktualisasikan potensinya melalui sikap-sikap dan pernyataan yang bersifat imbauan moral.
Mereka mendorong perubahan dengan mengetengahkan isu-isu moral sesuai sifatnya yang bersifat ideal. Ciri khas gerakan mahasiswa ini adalah mengaktualisasikan nilai-nilai ideal mereka karena ketidakpuasan terhadap lingkungan sekitarnya.
Gerakan moral ini diakui sebagai sikap moral mahasiswa yang lahir dari karakteristiknya mereka sendiri. Mahasiswa sering menekankan peranannya sebagai aksi protes yang dilancarkan “kekuatan moral” dan bukannya “kekuatan politik”.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa melakukan demonstrasi di jalan dinilai juga sebagai sebuah kekuatan moral, karena mahasiswa bertindak tidak seperti organisasi sosial politik yang memiliki kepentingan praktis. Konsep gerakan moral bagi gerakan mahasiswa pada dasarnya adalah sebuah konsep yang menganggap gerakan mahasiswa hanyalah merupakan peran sebagai pelopor dan penggerak dalam membela rakyat, dari adanya tirani politik penguasa dan segala bentuk ketimpangan yang terjadi di level grassroot masyarakat Indonesia.
Mahasiswa dan gerakannya memang senantiasa mengusung panji-panji keadilan, kejujuran, serta selalu hadir dengan ketegasan dan keberaniannya. Meskipun memang tak bisa dipungkiri, faktor pemihakan mahasiswa terhadap ideologi tertentu turut dalam mewarnai aktivitas politik mahasiswa yang telah memberikan kontribusinya yang cukup besar dari kekuatan politik serta sebagai politik penyeimbang yang lebih dominan.
ADVERTISEMENT
Menjadi Oposisi atau Berkoalisi dengan Penguasa
Mahasiswa seharusnya menjadi sosok penengah dalam masyarakat yang idealis, dan menjadi oposisi pada penguasa. Karena itu adalah cirihas mahasiswa sejak dulu yang selalu menyuarakan ketidakadilan dan menyuarakan kebenaran yang ditutupi oleh penguasa.
Mahasiswa memiliki kekuatan pendobrak, ketika terjadi kemacetan dalam sistem politik Setelah pendobrakan dilakukan maka adalah tugas kekuatan-kekuatan politik yang ada dalam keperintahan untuk melakukan pembenahan. Komitmen mahasiswa yang masih murni terhadap moral berdasarkan pergulatan keseharian mereka dalam mencari dan menemukan kebenaran lewat ilmu pengetahuan yang digeluti adalah kesadaran politik mahasiswa. Karena itu politik mahasiswa digolongkan sebagai kekuatan moral.
Jika kita lihat kembali sejarah gerakan mahasiswa dan pemuda di Indonesia, kita akan melihat peran penting yang selalu dimainkannya ketika Indonesia sedang mengalami keadaan kritis baik secara politik, ekonomi maupun tatanan sosial.
ADVERTISEMENT
Mahasiswa sekarang harus kembali mengingat Sumpah Pemuda 1928, dimana peran pemuda terlihat dalam gerakan untuk memperjuangkan kemerdekaan sebelum tahun 1940 dan ketika revolusi kemerdekaan tahun 1945 digaungkan oleh para founding father kita. (Sebagai catatan Soekarno dan Hatta pada waktu itu diculik oleh para pemuda dan dibawa ke Rengasdengklok untuk “dipaksa” membacakan Proklamasi Kemerdekaan bangsa tanggal 17 Agustus 1945).
Gerakan para pemuda kemudian muncul lagi pada tahun 1966 dan yang cukup menarik perhatian adalah, meminjam istilah Arief Budiman, sebagai bintang lapangan dalam peristiwa reformasi 1998 dalam menggulingkan Rezim Soeharto.
Jatuhnya Soeharto pada masa itu bukanlah menjadi tujuan akhir perjuangan dan pergerakan yang dilakukan oleh mahasiswa. Akan tetapi keyakinan mahasiswa yang menjadikan Soeharto sebagai pusat segala persoalan dan huru-hara yang terjadi di Indonesia, maka jatuhnya Soeharto berarti adalah pencapaian tertentu untuk menggapai perubahan yang telah mereka gaungkan sejak lama.
ADVERTISEMENT
Sementara itu gelombang pergerakan mahasiswa sejak era transisi terus berlanjut tanpa henti, meskipun fakta historisnya gelombang tersebut mengalami pasang dan surut. Adapun pada masa pemerintahan Presiden Habibie, muncul resistensi gerakan mahasiswa yang masih berada dalam gelombang pasang dan akibat masa transisi kepimpinan.
Meskipun begitu, adanya masa transisi kepemimpinan membuat skala keterlibatan mahasiswa dalam beberapa aksi telah menyusut secara signifikan. Peran mahasiswa pada masa penggulingan Soeharto yang melibatkan seluruh komponen mahasiswa di Indonesia secara massif telah surut.
Kemuduran gerakan mahasiswa kini sudah terlihat jelas, bukan karena tidak adanya musuh bersama seperti 98 tapi saya melihat memang gerakan mahasiswa telah kehilangan daya kritisnya untuk menjadi seorang yang beroposisi pada pemerintah. Di tambah lagi dengan asupan kampus yang masih membatasi ruang gerak mahasiswa, dan lebih parahnya lagi para aktivis senior juga ikut berperan dalam menggeser pola pikir mahasiswa menuju gerakan pragmatisme demi kepentingan pribadinya.
ADVERTISEMENT
Hantu-hantu penghiatan seperti ini mulai bermunculan semenjak soeharto lengser, mereka seakan tidak berdosa mengatas namakan rakyat demi kepentingan pribadi. Saya tidak heran lagi kenapa gerakan mahasiwa sekarang lebih memilih gerakan pragmatis, karena daya tawar, dan asupan serta penawaran yang menggiurkan.
Sehingga gerakan oposisi terhadap pemerintah semakin kurang diminati oleh mahahsiswa. Apa lagi gerakan ini tidak bisa menghasilkan kebutuhan mendesak para mahasiswa. Sehingga mahasiswa lebih memilih gerakan yang berkoalisi dengan penguasa karena daya tawarnya jelas dengan kebutuhan mahasiswa.
Namu, lebih parahnya lagi gerakan mahasiswa sekarang sangat sulit dibedakan, mana gerakan yang benar-benar oposisi pada pengusa, dan mana gerakan mahasiswa yang berkoalisi dengan penguasa. Karena pola yang dipake hampir sama dilakukan dan nyaris kita tidak bisa membedakan mana gerakan oposisi, mana gerakan pragmatis.
ADVERTISEMENT
Bahkan kamuflase ini sudah menjalar di kota jogja yang katanya sumbu pergerakan, yang masih menjaga tradisi pengetahuan ketimbang politik praktis. Tapi itu sebatas slogan untuk menipu mahasiswa baru saja.
Gerakan-gerakan dalam oraganisasi intara kampus dan eksternal kampus misalnya. Meraka tidak segan-segan berkoalisi dengan penguasa dengan berbagai bentuk kegiatan, entah seminar, aksi dijalan dengan menerima isu yang di tawarkan oleh pemerintah, bahkan mereka sampai melakukan deklarasi untuk mendukung para capres dengan dalih bermitra.