Konten dari Pengguna

Kekerasan Dibalik Aksi yang Mereduksi Substansi

Dani Heryanto
Hi, I am Dani, a student at the Indonesia University of Education. I am an education enthusiast as a tutor and teacher.
13 April 2022 17:15 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Dani Heryanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tepat 11 April 2022, mahasiswa kembali bergerak untuk melakukan aksi yang kesekian kalinya. BEM SI (Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia) selaku koordinator aksi menyampaikan tuntutan yang berisi tentang penolakan perpanjangan masa jabatan atau penundaan pemilu, tinjau ulang UU IKN hingga stabilisasi harga BBM. Tentu aksi ini didasari dari keresahan bersama atas apa yang terjadi di masyarakat. Aksi demonstrasi merupakan manifestasi dari demokrasi.
ADVERTISEMENT
Selain isu harga BBM yang naik, wacana penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan menjadi hal yang akhir-akhir ini sering dibicarakan khususnya di kalangan intelektual. Wacana tersebut bergulir di tengah kondisi masyarakat yang masih terjepit karena dampak pandemi yang masih belum usai. Wacana inipun bukan dimulai dari bawah (masyarakat), tapi para elite yang mulai menggulirkan bola salju tersebut.
Hal ini tentu sangat disayangkan, karena di tengah kondisi ekonomi yang belum stabil, hal-hal tidak penting ini malah bergulir. Sebagai wacana, dalam iklim demokrasi, tentu hal tersebut tidak dilarang, tetapi dalam situasi seperti ini, sangat tidak bijak wacana tersebut digulirkan dan ada indikasi menjadi bola salju yang semakin besar jika tidak dilawan. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan kenapa mahasiswa lagi-lagi melakukan aksi.
ADVERTISEMENT
Seperti aksi-aksi sebelumnya, selalu ada hal-hal yang tak terduga. Tidak bisa dipungkiri, setiap aksi tentunya rawan untuk ditunggangi. Dan sampai hari ini, kita belum bisa memastikan atau iklim politik apa yang bisa memastikan kalau setiap aksi itu tidak ditunggangi. Selalu ada free rider dibalik aksi. Tetapi yang harus diingat, bahwa mahasiswa sangat menolak dan tidak menginginkan hal tersebut. Tentu mahasiswa ingin substansi dari aksi yang dilakukan adalah bagaimana poin-poin tuntutan tersebut bisa tersampaikan dengan baik.
Aksi mahasiswa tersebut tentu harus diapresiasi, karena hal tersebut merupakan kemewahan sebagai intelektual dan menjadi bagian dari manifestasi demokrasi. Tetapi yang sangat disayangkan dari aksi ini adalah adanya peristiwa kekerasan terhadap Akademisi Universitas Indonesia Ade Armando. Demokrasi tidak menghendaki hal tersebut. Oleh karena itu, mahasiswa sadar akan prinsip tersebut, karena itu merekalah yang selalu menunjukkan sikap matang dalam bertindak.
ADVERTISEMENT
Terjadi kekerasan seperti ini, reaksi pertama adalah hal tersebut bukan dilakukan oleh mahasiswa. Postulatnya seperti itu. Hal ini sangat disayangkan karena kejadian yang tidak diinginkan tersebut, akhirnya mereduksi substansi dari aksi yang dilakukan oleh mahasiswa. Media hari ini tidak berisi tentang bagaimana suara mahasiswa itu terdengar oleh kuping istana atau poin-poin tuntutannya tersampaikan tetapi direduksi oleh kejadian kekerasan pada aksi tersebut.
Pada dasarnya, aksi 11 April kemarin memang dikoordinatori oleh BEM SI, tetapi tentu harus kita sadari bahwa aksi tersebut memang tidak hanya berisi mahasiswa saja dan setiap aksi memang selalu seperti itu. Tentu selalu ada golongan masyarakat yang ingin terlibat dan satu suara dengan mahasiswa dan ini merupakan hal yang baik.
ADVERTISEMENT
Apa pun alasannya dan seperti apa kronologi kejadiannya, kekerasan tidak dibenarkan. Hal-hal inilah yang bisa disebut dengan kebenaran yang melahirkan dendam. Artinya apa, rasa marah, ketersinggungan itu adalah refleks atas apa yang terjadi (dalam konteks ini ketika aksi) tetapi kekerasan (memukul) adalah pilihan.
Kita harus membaca kejadian ini bukan hanya sekadar dampak dari demonstrasi, tetapi kita juga harus melihat lebih dalam tentang psikososial di masyarakat. Kita tidak mungkin menyelesaikan hal ini kalo sekadar hanya mendudukan Ade Armando sebagai korban dan orang-orang yang terlibat kekerasan adalah pelaku.
Tetapi dibalik itu ada masalah psikososial yang sudah mengkhawatirkan di masyarakat dan potensi dendam bisa meledak kapan saja. Terlepas dari citra Ade Armando di publik sebagai apa, berseberangan pikiran, terindikasi islamophobia, tetapi kekerasan tidak dibenarkan atas hal tersebut.
ADVERTISEMENT
Ke depan, setiap aksi perlu diimbangi dengan ketajaman argumentasi, untuk mengisi narasi ruang publik, sehingga narasi terhadap komitmen demokrasi tetap menjadi perhatian masyarakat. Di sisi lain, ketajaman argumentasi membutuhkan prasyarat yakni nalar kritis. Ini dibutuhkan untuk memastikan argumentasi dapat menangkis narasi yang merefleksikan gagasan pembusukan demokrasi yang diorkestrasi secara masif di ruang publik.
Sumber:
https://www.republika.co.id/berita/r9nxfu283/unjuk-rasa-mahasiswa-tolak-perpanjangan-masa-jabatan-presiden-2
Forum News Network https://www.youtube.com/watch?v=P2vraueFOwg&t=1231s