Konten Media Partner

Konservasionis Aceh Minta Kepala Negara Berkomitmen pada Aksi Iklim

7 Juni 2019 12:14 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Farwiza Farhan saat tampil di Konferensi Women Deliver 2019 di Vancouver, Kanada. Foto: Twitter @WomenDeliver
zoom-in-whitePerbesar
Farwiza Farhan saat tampil di Konferensi Women Deliver 2019 di Vancouver, Kanada. Foto: Twitter @WomenDeliver
ADVERTISEMENT
Konferensi Women Deliver 2019 yang berlangsung 3-6 Juni di Vancouver, Kanada, telah berakhir. Seorang konservasionis Indonesia asal Aceh ikut tampil dalam konferensi terbesar yang didedikasikan untuk kesetaraan gender dan mempromosikan hak-hak perempuan di seluruh dunia.
ADVERTISEMENT
Konservasionis Indonesia yang berbasis di Banda Aceh adalah Farwiza Farhan. Saat tampil berbicara pada pleno pembukaan Konferensi Women Deliver 2019, Senin (3/6), ia meminta para kepala negara berkomitmen untuk bertindak dan memenuhi janji Perjanjian Paris dan Konvensi Keanekaragaman Hayati.
Pada Women Deliver 2019, perempuan yang akrab disapa Wiza berbicara di panggung bersama Perdana Menteri Kanada Justin PJ Trudeau, Presiden Kenya Uhuru Kenyatta, Presiden Ghana Nana Akufo-Addo dan Presiden Etiopia Sahle-Work Zewde.
Dalam keterangan tertulisnya disampaikan, menanggapi permohonan Farwiza kepada kelompok tinggi untuk berkomitmen pada tindakan ambisius tersebut, Trudeau dan Work Zewde serta Kenyatta bertepuk tangan. Farwiza meminta para kepala negara untuk melakukan tindakan yang kuat pada negosiasi multi-lateral yang akan datang pada 2020 tentang pelestarian keanekaragaman hayati bumi, dan meningkatkan komitmen nasional untuk pengurangan emisi melalui negosiasi iklim internasional.
ADVERTISEMENT
Wiza menunjukkan bahwa semua negara menderita kerusakan lingkungan. Selama kunjungan ke Gunung Kilamanjaro di Kenya dan alam di Kanada, perubahan iklim dan kegiatan komersial memaksa perubahan besar pada kehidupan masyarakat, membawa alam ke ambang kepunahan. Hal tersebut adalah tantangan yang sama dengan organisasi yang dipimpinnya, Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), yang berupaya untuk berjuang di Indonesia, penghasil emisi karbon terbesar kelima di dunia.
"Laporan sains PBB terbaru tentang keanekaragaman hayati memberi tahu kita satu juta spesies akan punah di masa mendatang. Ini sangat mengganggu karena kepunahan selamanya. Sering kali kita tidak tahu jasa ekosistem yang diberikan oleh spesies sampai mereka hilang," sebut Farwiza.
Langkah Farwiza dipandang sebagai hal yang vital. Kanada adalah pemain utama dalam negosiasi iklim, terutama karena Amerika Serikat bertujuan untuk keluar dari Perjanjian Paris di bawah kepresidenan Trump. Sebanyak 196 negara penandatangan Perjanjian Paris berkewajiban untuk mengumumkan peningkatan pengurangan emisi gas rumah kaca pada tahun 2020. Etiopia dipandang sebagai pemimpin dalam energi terbarukan, penting dalam perang melawan perubahan iklim, di antara negara-negara Afrika.
Farwiza Farhan berbicara di panel pembukaan konferensi Women Deliver 2019 di Kanada. Foto: Twitter @RightsResources
Menurutnya, tekanan dari negara-negara lain dan komunitas internasional sangat penting untuk menggeser Indonesia dari pengurangan tutupan hutan secara cepat untuk membuka jalan bagi pertanian komersial menjadi melindungi hutan yang tersisa yang menyediakan penyerap karbon vital.
ADVERTISEMENT
Women Deliver di Kanada tahun ini mengusung tema "Power, Progress, Change". Farwiza diangkat sebagai contoh kepemimpinan perempuan oleh forum global ini, karena pekerjaannya menghubungkan solusi yang ditemukan di komunitas akar rumput, terutama melalui perempuan, dengan perubahan yang dituntut dari forum politik nasional dan internasional.
Farwiza Farhan memimpin organisasi Hutan, Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA), organisasi akar rumput yang berbasis di Banda Aceh. Farwiza juga merupakan anggota pendiri The New Now, sebuah organisasi yang bertujuan untuk mengatasi tantangan terberat dunia melalui aksi kolaboratif dan mengangkat pekerjaan serta suara-suara muda yang berani.[]
Reporter: Husaini Ende