Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten Media Partner
Titah Ketua dari Penjara: Kisah Partai Lokal Terbesar Kedua di Aceh
16 Agustus 2022 16:31 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Derap langkah sejumlah orang itu seolah jadi pengiring selawat yang dilantunkan. Suaranya bersahutan. Dipimpin Miswar Fuady, rombongan berpakaian jingga tersebut menuju kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh di Jalan Teuku Nyak Arief, Kota Banda Aceh.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Jenderal Partai Nanggroe Aceh (PNA) itu datang bersama Darwati A Gani dan sejumlah kader. Sabtu (13/8) lalu sekitar pukul 10.15, mereka hendak mendaftarkan PNA menjadi partai lokal Aceh calon peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Kedatangan pengurus PNA pagi itu minus Ketua Umum Irwandi Yusuf. Miswar menceritakan Irwandi menitip salam karena berhalangan hadir saat mendaftarkan partai. "Beliau telah memberi kuasa kepada kami untuk mendaftarkan PNA ke KIP Aceh," kata Miswar.
Irwandi kini tengah berada di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Ia dipenjara karena korupsi dana otonomi khusus Aceh 2018 ketika menjabat gubernur Aceh. Hakim menghukumnya 7 tahun penjara.
Dari balik jeruji besi, Irwandi menata PNA. Menyusul ketua umum masuk penjara, PNA dilanda kisruh internal: dualisme kepengurusan. Tapi, Kamis lalu, pengajuan berkas tetaplah dari kubu Irwandi.
ADVERTISEMENT
Miswar menuturkan PNA memenuhi semua syarat yang ditetapkan KIP Aceh. Setidaknya ada 20 kepengurusan di kabupaten dan kota diajukan, kecuali Nagan Raya, Aceh Tenggara, dan Gayo Lues. "Kami telah memenuhi syarat minimal kepengurusan di kabupaten kota dua per tiga," ujarnya.
Ditanya jurnalis ihwal target PNA saat Pemilu 2024 , Miswar menjawab masih perlu dibahas dalam rapat pimpinan pusat. Target itu kata dia bergantung pada kader di lapangan dan calon legislatif yang diusung. "Kami tidak muluk-muluk," kata Miswar.
Dari Nasional Berganti Nanggroe
PNA semula adalah singkatan Partai Nasional Aceh. Partai lokal ini didirikan Irwandi Yusuf, bekas ahli propaganda Gerakan Aceh Merdeka (GAM), pada 4 Desember 2011. Irwandi kala itu baru saja keluar dari kepengurusan Partai Aceh, besutan sebagian besar GAM.
ADVERTISEMENT
Selain eks tentara GAM, kader PNA juga aktivis, ulama, tokoh perempuan, dan anak muda. Bendera PNA saat itu berlatar oranye dengan satu bintang besar yang diapit 17 untaian padi dan lima bintang kecil di atas.
Partai ini mengikuti Pemilu pertama pada 2014 dan meraih 3 kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Jumlah ini tak mencapai ambang batas sebesar 5 persen perolehan suara atau 4 kursi di DPR Aceh. PNA harus memulai lagi dari awal sebagai partai baru.
Menjelang Pemilu berikutnya, Partai Nasional Aceh menggelar kongres di Amel Convention Hall, kawasan Lamteh, Kota Banda Aceh, Mei 2017. Para kader sepakat mengganti Nasional menjadi Nanggroe. Nama partai itu setelahnya berubah: Partai Nanggroe Aceh.
ADVERTISEMENT
Kelir jingga di bendera partai itu tetap tak terganti. Tapi untaian padi, bintang besar, dan lima bintang kecil telah hilang. Di tengah-tengahnya sekarang muncul bintang bulan dengan posisi ke arah kanan dan agak condong ke atas.
Pemilu 2019 jadi palagan berat PNA. Pemilihan berlangsung setahun setelah Ketua Umum Irwandi Yusuf ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. PNA saat itu memperoleh 6 kursi DPR Aceh dan melewati ambang batas 4 kursi.
Bersama partai lokal terbesar di Tanah Rencong, Partai Aceh, PNA jadi partai lokal yang mencapai ambang batas.
Kini berkas PNA akan diverifikasi KIP Aceh dan menanti penetapan partai politik calon peserta Pemilu 2024 pada Desember 2022. Dan saat pesta demokrasi itu digelar 2024 kelak, masih perlukah sang ketua umum memberi titah dari Pulau Jawa? []
ADVERTISEMENT