Konten dari Pengguna

Krisis Identitas: Dinasti Politik dan Ancaman Terhadap Kepercayaan Publik

Adam Pratama
Fresh Graduate at Public Administrative Major on University of Sultan Ageng Tirtayasa
5 Februari 2024 9:43 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adam Pratama tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Politic Image: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Politic Image: Pixabay
ADVERTISEMENT
Membahas mengenai dunia perpolitikan, tentunya kita tidak asing lagi dengan fenomena dinasti politik. Menurut Martien Herna:
ADVERTISEMENT

Berdasarkan pandangan tersebut bisa disimpulkan bahwa politik dinasti dapat dimaknai sebagai kekuasaan politik yang dijalankan oleh se-kelompok orang yang masih memiliki keterikatan dalam hubungan keluarga.

Hadirnya dinasti politik telah menjadi sebuah titik fokus perdebatan yang cukup kompleks. Sebagian menganggap hadirnya dinasti politik sebagai bentuk upaya kontinuitas untuk menjaga kestabilan dalam pemerintahan, sementara itu sebagian lain-nya melihat adanya dinasti politik sebagai salah satu ancaman terhadap demokrasi dan kepercayaan publik.
Maka dari itu artikel ini dibuat guna menjelajahi dampak yang timbul dari adanya dinasti politik terhadap identitas politik suatu negara dan bagaimana fenomena ini dapat mengancam kepercayaan masyarakat.
ADVERTISEMENT
1. Dinasti Politik: Kontinuitas atau Ancaman?
Dinasti politik sering kali dianggap sebagai bentuk kestabilan dan kelanjutan dalam kepemimpinan. Namun, serangkaian pemerintahan yang diwariskan secara turun-temurun juga dapat menciptakan suatu pola yang mendasari pemikiran bahwa kekuasaan adalah hak turun temurun, bukan hasil dari kemampuan dan dedikasi individu.
2. Ancaman Terhadap Prinsip Demokrasi
Demokrasi diwujudkan oleh pemilihan yang adil dan partisipasi masyarakat. Dinasti politik dapat membahayakan prinsip-prinsip ini dengan mengurangi ruang bagi partisipasi publik dan membatasi akses ke kekuasaan politik. Ini dapat menghasilkan ketidaksetaraan dalam perwakilan dan merusak esensi demokrasi sebagai bentuk pemerintahan oleh rakyat, untuk rakyat.
3. Krisis Identitas: Hilangnya Ragam Perspektif
Dengan dominasi dinasti politik, risiko krisis identitas muncul. Masyarakat dapat kehilangan keragaman dalam kepemimpinan dan gagasan, menciptakan budaya politik yang kurang inklusif. Hal ini dapat mengancam kepercayaan publik, terutama ketika perasaan bahwa sebagian kelompok atau individu diabaikan dalam proses pengambilan keputusan politik mulai berkembang.
ADVERTISEMENT
4. Mengukur Kepercayaan Publik: Dampak Dinasti Politik
Dinasti politik dapat secara langsung memengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga-lembaga politik. Ketika suatu keluarga atau dinasti terus mendominasi pemerintahan, perasaan skeptisisme dan ketidakpercayaan dapat merajalela. Dampaknya melibatkan kurangnya keyakinan pada kebijakan publik dan penurunan partisipasi dalam proses demokratis.
5. Mengatasi Krisis Identitas: Jalan Menuju Kepercayaan Publik yang Lebih Kuat
Untuk mengatasi krisis identitas akibat dominasi dinasti politik, diperlukan reformasi yang mendalam. Transparansi dalam proses politik, perluasan partisipasi publik, dan pembukaan ruang bagi suara-suara yang beragam dapat membantu membangun kepercayaan kembali. Demokratisasi yang sejati dan inklusif harus menjadi tujuan, sehingga masyarakat merasa bahwa kekuasaan benar-benar berada di tangan mereka.
Akhir dalam artikel ini dapat disimpulkan bahwa dinasti politik, jika tidak dikelola dengan bijaksana, dapat mengakibatkan krisis identitas dan merusak kepercayaan publik. Untuk mencapai masa depan yang lebih terbuka dan inklusif, diperlukan upaya bersama untuk merestrukturisasi sistem politik dan memastikan bahwa kekuasaan benar-benar melayani kepentingan seluruh masyarakat, bukan hanya kelompok tertentu. Ini adalah tantangan besar, tetapi juga suatu panggilan untuk membangun fondasi demokrasi yang lebih kuat dan kepercayaan publik yang lebih stabil.
ADVERTISEMENT
Sumber:
Susanti, M.H. 2017. Dinasti Politik dalam Pilkada di Indonesia. Jurnal of Government and Civil Society, 1(2), 111-119.