Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kewaspadaan Perempuan saat Meninggalkan Ruang Domestiknya
14 Januari 2024 17:52 WIB
Tulisan dari Adam Satria Nugraha tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mengamati fenomena yang dimainkan oleh 2 peran gender, yakni laki-laki dan perempuan. Dalam kontesnya 2 peran gender ini mengalami banyak sekali dinamika, baik mengarah pada hal positif maupun negatif. Dimana laki-laki dari awal hidupnya mempunyai hak dan kewajiban sangat baik dan menguntungkan. Kebebasan dalam mengakses sektor apapun, seperti pendidikan dan dunia kerja. Sebaliknya, perempuan dalam mendapatkan hak dan kewajibannya ia harus berjuang sangat serius, termasuk menerima pendidikan dan diterima dunia kerja.
ADVERTISEMENT
Tercatat dalam sejarah, perempuan demi meraih cita kaumnya yakni kemajuan, rela berjuang dengan sungguh-sungguh, menghiraukan hujatan serta cemoohan dari masyarakat. Sekitar tahun 1990 an, pemerintahan orde baru memberlakukan kebijakan politik dan ekonomi yang berorientasi pada pembangunan. Fokus utama kebijakan pemerintahan orde baru adalah pembangunan di semua sektor masyarakat, termasuk hal-hal yang menyangkut keperempuanan. Berjalannya proses pembangunan ini ternyata melahirkan berbagai perbaikan, demikian halnya dengan nasib perempuan.
fakta ini dapat dilihat dengan bertambahnya sarana pendidikan, dibukanya akses pendidikan dan dunia kerja bagi kaum perempuan, agar mereka dapat berpartisipasi lebih jauh dalam proses pembangunan Indonesia. Sedikit fakta yang tersebut diatas, telah membentuk pengertian, bahwa pemerintahan orde baru membawa pengaruh positif terhadap dinamika gerakan perempuan. Bertolak dengan tudingan/tuduhan yang tersebar di masyarakat yang menyatakan bahwa pemerintahan orde baru adalah biang dari keterpurukan peran perempuan di ranah public. (Amelia Fauzia, Arief Subhan, 2004).
ADVERTISEMENT
Namun, dengan segala kebebasan yang didapatkan kaum perempuan, seperti akses pendidikan, akses berpolitik, serta tampil di ruang publik, ada suatu kewaspadaan yang harus diperhatikan. Perubahan sosial yang terjadi oleh kaum perempuan, menandakan ada berubahnya cara pandang mereka terhadap peran tradisionalnya dalam rumah tangga. Hal yang harus diwaspadai adalah beralihnya ruang domestik ke wilayah publik.
Pandangan dari Kalangan Intelektual Muslim
Fenomena yang terjadi pada saat itu, mendapat respons dari beberapa intelektual muslim, seperti Zakiyah Daradjat, Huzaemah Tahido Yanggo, dan Siti Baroroh Baried. Pendapat mereka mengenai kaum perempuan yang ditarik ke dalam misi pembangunan Indonesia relatif sama. Zakiyah Daradjat salah satu intelektual muslim, alumnus Universitas Ain Shams Kairo Mesir, sepulang dari sana dia menjabat sebagai direktur di Direktorat Pembinaan Agama tahun 1977. Pemikiran Zakiyah sejalan dengan kebijakan pemerintahan orde baru tentang perbaikan kaum perempuan.
ADVERTISEMENT
Zakiyah tampaknya sangat memperhatikan peran-peran yang dimainkan oleh perempuan di rumah tangga. Dia menempatkan perempuan tidak hanya sekedar sebagai pendamping suami. Salah satu tujuan terpenting dari keterlibatan kaum perempuan dalam pembangunan adalah meningkatkan peran domestik perempuan. Dalam hal ini, dia berpandangan bahwa peran yang dimainkan oleh perempuan sangat penting dalam menciptakan model kehidupan keluarga, masyarakat, bahkan sampai negara.
Zakiyah pada dasarnya menerima bahwa perempuan juga memiliki hak untuk berkarir di luar rumah, tetapi dia juga menekankan bahwa mereka harus memperhatikan peran domestiknya, yang memang menjadi tanggung jawab kaum perempuan. Sepertinya halnya Zakiyah. Huzaemah alumnus Universitas Al-Azhar di mesir, juga berpandangan bahwa peran domestic bagi kaum perempuan harus kita rawat. Lebih lanjut, dia menuturkan, perempuan boleh saja memasuki dunia kerja, dengan berbagai profesi apapun, asal tugas-tugasnya selaras dengan sifat-sifat dan kodrat (ketetapan) perempuan. Demikian juga Siti Baroroh pengajar di Universitas Gadjah Mada (UGM), dia berpandangan perempuan yang bekerja di luar rumah memerlukan batasan untuk menghindari penyimpangan dari sifat perempuan dan peran istri. (Amelia Fauzia, Arief Subhan, 2004).
ADVERTISEMENT
Pandangan dari Organisasi Pembaharu Islam
Berbagai masalah yang muncul di masyarakat sebagai akibat dari perubahan sosial yang disebabkan oleh industrialisasi dan modernisasi yang sangat kuat di masa orde baru, ternyata juga direspons oleh organisasi pembaharu Islam, yakni Muhammadiyah-Aisyiyah. Tidak diragukan lagi, Aisyiyah sebagai organisasi underbow Muhammadiyah, memungkinkan kaum perempuan untuk bekerja di luar rumah. Dalam kitab Adab fi al-Mar’ah fi al-Islam, buku terbitan Muhammadiyah hasil Muktamar tahun 1973, memberi keputusan serta menetapkan undang-undang yang memungkinkan perempuan menjadi hakim dan mendorong mereka untuk berpartisipasi dalam dunia politik. (Amelia Fauzia, Arief Subhan, 2004).
Perlu dicatat, buku tersebut sekaligus menjadi pedoman khususnya bagi perempuan warga muhammadiyah yang bekerja di luar peran domestiknya sebagai ibu rumah tangga. Begitupun juga dengan Aisyiyah, yang memperkuat pandangannya melalui program-program, seperti program pembinaan keluarga ideal dan menerbitkan sebuah buku khusus terkait dengan pembahasan mempertahankan institusi keluarga yang berjudul “Tuntunan Menuju Keluarga Sakinah”.
ADVERTISEMENT
Demikianlah, Muhammadiyah-Aisyiyah terlibat secara intensif dalam pemikiran dan gerakan perempuan yang berorientasi pada pembangunan negara, sejalan dengan kecenderungan umat islam Indonesia pada saat itu. Mereka berfungsi sebagai mitra pemerintah, menyediakan berbagai program pemberdayaan, dan pada akhirnya meningkatkan partisipasi kaum perempuan dalam proses pembangunan.