Konten dari Pengguna

Benarkah Orang Tua yang Terlalu Strict Bisa Menyebabkan Anak Self Harm?

Adelia Dwi Syahrani
Mahasiswi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
25 November 2024 15:49 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
3
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adelia Dwi Syahrani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Anak yang Terluka (sumber: pexels/Anna Shvets)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Anak yang Terluka (sumber: pexels/Anna Shvets)
ADVERTISEMENT
Tahukah Anda bahwa strict parenting adalah salah satu alasan self harm pada anak? Strict parenting atau pola asuh otoriter dapat menyebabkan anak melakukan self harm. Meskipun niat di balik pola asuh ini sering kali baik, yaitu untuk mendidik anak agar disiplin, bertanggung jawab, dan tangguh. Namun, apakah benar-benar efektif jika dilakukan secara berlebihan? Menurut hasil penelitian (Widya Syafitri dan Muhammad Idris, 2022) menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang otoriter atau strict parenting ini memiliki dampak lebih tinggi dalam memicu anak melakukan self-injury atau self-harm. Lalu mengapa strict parenting ini dapat memicu self harm pada anak? Mari kita bahas bersama! 1. Tekanan dan Stres
ADVERTISEMENT
Pola asuh otoriter dapat meningkatkan kecemasan dan anak akan mengalami tekanan emosional yang tinggi karena harus mengikuti aturan yang ketat tanpa ada ruang untuk diskusi atau negosiasi. Membuat mereka merasa terkekang, menyebabkan anak merasa terjebak, stres, dan berpotensi melakukan self harm sebagai pelarian. 2. Kurangnya Kontrol Diri dan Kontrol Emosional
Orang tua otoriter cenderung tidak memberikan kesempatan bagi anak untuk berekspresi diri atau berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Kurangnya ruang untuk berekspresi dapat menghambat perkembangan kontrol diri anak dan meningkatkan kemungkinan mereka melakukan self-harm sebagai cara untuk mengatasi rasa sakit emosional. 3. Kurangnya Kasih Sayang
Anak-anak dari keluarga otoriter sering merasa kurang diperhatikan dan dicintai, hal ini dapat memicu perasaan kesepian dan keinginan untuk mencari perhatian melalui perilaku berisiko seperti self harm. Ketika anak-anak merasa tidak dihargai atau dikontrol terus-menerus, mereka mungkin mengalami depresi yang parah dan berujung melakukan self harm untuk melampiaskan emosinya. 4. Minimnya Komunikasi
ADVERTISEMENT
Kurangnya interaksi dan komunikasi yang buruk antara orang tua dan anak dapat membuat anak merasa tidak diperhatikan, yang berujung pada perasaan kesepian dan rendah diri. 5. Invalidasi Emosi
Pola asuh otoriter menyebabkan anak sering merasa bahwa perasaan dan kebutuhan mereka tidak diakui atau dihormati, merasa disepelekan hingga dapat menyebabkan anak merasa tidak berharga dan meningkatkan risiko perilaku self-harm. Dengan memahami faktor-faktor tersebut, orang tua diharapkan dapat menemukan cara untuk mendukung anak-anak dengan lebih baik, menciptakan lingkungan yang sehat dan penuh kasih sayang, dan dapat menjadi lebih bijaksana dalam mengambil keputusan terkait pengasuhan anak.
Referensi
Syafitri, W., & Idris, M. (2022). The Relationship of Parenting Patterns in Adolescent With Self Injury in Rt 009 Rw 005 Kelurahan Utan Kayu Selatan, Matraman District East Jakarta. Afiat, 8(1), 23-33.
ADVERTISEMENT