Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Kurangnya Partisipasi Perempuan Dalam Bidang STEM
2 Desember 2024 14:58 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Hafiza Adeylie Chantika Arthadeswa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Artikel ini membahas tantangan rendahnya partisipasi perempuan dalam bidang STEM (science, technology, engineering, dan mathematics). Meskipun sektor ini terus berkembang pesat tetapi jumlah perempuan yang terlibat masih sangat terbatas. Hal ini tidak hanya mencerminkan ketimpangan gender tetapi juga dapat menghambat inovasi serta pertumbuhan ekonomi. Menurut UN Women, sekitar 90% pekerjaan di masa depan akan membutuhkan keterampilan di bidang teknologi, informasi, dan komunikasi. Meskipun berbagai upaya telah dilakukan untuk meningkatkan partisipasi perempuan dalam STEM, data menunjukkan bahwa jumlah perempuan yang terlibat di bidang ini masih jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki.
ADVERTISEMENT
Penulis berpandangan bahwa fenomena ini mencerminkan kendala struktural dan budaya yang menghambat akses dan partisipasi perempuan secara setara. Feminisme liberal menegaskan bahwa setiap individu diciptakan seimbang dan memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan termasuk pendidikan STEM. Untuk mendukung pandangan ini, penulis akan memusatkan fokus pada tiga argumen: pertama, norma sosial yang membatasi pilihan perempuan, kedua keterbatasan akses terhadap sumber daya, dan ketiga pentingnya kebijakan yang inklusif untuk mendukung perempuan di bidang STEM.
Pertama, partisipasi perempuan dalam bidang STEM menghadapi hambatan akibat norma sosial yang mengakar di masyarakat. Dalam masyarakat tertentu, STEM dipandang sebagai bidang yang lebih cocok untuk pria sehingga perempuan sering didorong untuk memilih jalur pendidikan yang dianggap lebih sesuai seperti seni. Perempuan juga dianggap tidak cocok dengan tantangan teknis dan logis yang ada dalam bidang STEM. Bahkan menurut laporan UNESCO, hanya 19% pekerja di bidang STEM adalah perempuan.
ADVERTISEMENT
Perempuan sering kali tidak dievaluasi berdasarkan kemampuan dan kontribusi mereka kerap kali diabaikan. Bahkan perempuan yang berkarier di bidang STEM beberapa turut mempercayai stereotip ini. Media juga sering menggambarkan perempuan lebih pada peran domestik daripada keahlian profesional mereka. Oleh karena itu, Penulis berpendapat bahwa perlu adanya perubahan pola pikir untuk mengatasi bias struktural dan sosial agar perempuan dapat berpartisipasi dan berkembang secara setara di STEM.
Kedua, Kendala lainnya yang sering dihadapi perempuan adalah keterbatasan dalam mengakses pendidikan berkualitas dan teknologi. Menurut teori feminisme liberal, setiap individu memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan dan peluang tanpa dibatasi oleh gender. Namun, kenyataannya perempuan di berbagai negara berkembang masih menghadapi hambatan seperti minimnya fasilitas pendidikan serta rendahnya literasi digital.
ADVERTISEMENT
Data dari International Telecommunication Union (ITU) menunjukkan bahwa perempuan di seluruh dunia masih memiliki tingkat penggunaan teknologi informasi yang lebih rendah dibandingkan laki-laki. Di banyak negara berkembang, salah satu faktor yang menghambat mereka untuk mengakses internet adalah angka buta huruf dan kemampuan bahasa inggris yang rendah. Dalam menghadapi masalah ini, pemerintah perlu memastikan bahwa perempuan mendapatkan kesempatan yang setara dalam mengakses fasilitas dan dukungan pendidikan.
Dan yang ketiga, kebijakan pemerintah dalam meningkatkan partisipasi perempuan di STEM. Feminisme liberal berpandangan akses yang setara untuk semua individu dalam bidang pendidikan dan karier. Menurut penulis banyak kebijakan yang masih belum cukup baik. Seperti kurikulum pendidikan yang sering kali tidak dirancang untuk menarik minat perempuan. Selain itu, kurangnya representasi perempuan sebagai role model di bidang STEM membuat banyak perempuan merasa bahwa bidang ini bukan untuk mereka.
ADVERTISEMENT
Pemerintah dapat bekerja sama dengan sektor swasta untuk menyediakan pelatihan, beasiswa, dan kesempatan kerja. Pemerintah juga dapat memfasilitasi kerjasama ini melalui jaringan kerja yang mendukung perempuan. Selain itu, ajakan bersama untuk mengubah pandangan tentang peran perempuan di bidang STEM. Hal ini dapat mendorong lebih banyak perempuan untuk terjun dan tetap berkarier di bidang ini.
Ketiga argumen di atas telah menunjukkan bahwa hambatan utama dalam meningkatkan partisipasi perempuan di bidang STEM berasal dari struktural dan budaya yang menghalangi potensi mereka. Oleh karena itu, diperlukan upaya bersama seperti perubahan dalam pendidikan, kebijakan, dan persepsi masyarakat. Dengan adanya dukungan yang setara dan kesempatan yang adil perempuan dapat lebih mudah mengakses dan berpartisipasi di bidang STEM dan dapat berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi.
ADVERTISEMENT
Referensi:
Candraningrum, D. (2016). Perempuan dalam STEM (Sains, Teknologi, Engineering & Matematika). Jurnal Perempuan: Untuk Pencerahan Dan Kesetaraan, 21(4).
McKinnon, M., & O’Connell, C. (2020). Perceptions of stereotypes applied to women who publicly communicate their STEM work. Humanities and social sciences communications, 7(1).
Maya, D. (2024). Meretas Stereotip: Mengapa Inklusi Gender di STEM Harus Jadi Prioritas di Indonesia dan Bagaimana Pendidikan Vokasi Bisa Jadi Kunci. Kadin Institute. https://vokasi.net/index.php/2024/08/14/meretas-stereotip-mengapa-inklusi-gender-di-stem-harus-jadi-prioritas-di-indonesia-dan-bagaimana-pendidikan-vokasi-bisa-jadi-kunci/
Nurjannah, N. (2022). Gender Perspektif Teori feminisme, Teori Konflik dan Teori Sosiologi. AL-WARDAH: Jurnal Kajian Perempuan, Gender dan Agama, 16(1), 71-82.
Suarmini, N. W., Zahrok, S., & Agustin, D. S. Y. (2018). Peluang dan tantangan peran perempuan di era revolusi industri 4.0. IPTEK Journal of Proceedings Series, (5), 48-53.
ADVERTISEMENT
Utami, S. (2019). Eksistensi perkembangan perekonomian perempuan di era digitalisasi. AN-NISA, 12(1), 596-609.