Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Ketimpangan Gender di Dunia Kerja: Langkah Indonesia Menuju Kesetaraan
29 November 2024 14:04 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari adeltasakina tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Adelta Sakina, Universitas Sriwijaya
Artikel ini akan membahas isu ketidaksetaraan gender di dunia kerja khususnya di Indonesia. Kesetaraan gender di dunia kerja telah menjadi salah satu isu yang paling mendesak di Indonesia, terutama di era globalisasi saat ini. Meski terdapat banyak kemajuan dalam beberapa dekade terakhir, perempuan masih menghadapi diskriminasi yang sistematis, baik dalam akses ke peluang kerja maupun jenjang karier. Pemerintah dan berbagai lembaga juga telah menyupayakan langkah-langkah stategis untuk mengurangi kesenjangan ini, perjalanan menuju kesetaraan masih panjang dan penuh tantangan. Artikel ini akan membahas akar permasalahan ketimpangan gender di dunia kerja di Indonesia, dan langkah-langkah yang dapat diambil untuk mewujudkan kesetaraan.
ADVERTISEMENT
Ketimpangan gender di dunia kerja di Indonesia tercermin dari berbagai indikator. Data menunjukkan bahwa tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan jauh lebih rendah dibandingkan laki-laki. Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2023, tingkat partisipasi angkatan kerja perempuan hanya sekitar 54,52%, sementara laki-laki mencapai 84,26%. Selain itu, perempuan kerap menghadapi tantangan dalam mendapatkan pekerjaan dengan posisi strategis dan upah yang setara dengan rekan laki-laki. Di banyak sektor, perempuan masih terkonsentrasi pada pekerjaan dengan upah rendah dan kesempatan karier yang terbatas. Fenomena ini seringkali diiringi oleh stereotip gender yang menganggap peran perempuan lebih sesuai untuk pekerjaan tertentu atau membatasi kemampuan mereka dalam memimpin.
Peran Norma Sosial dan Budaya
Salah satu akar masalah ketimpangan gender di dunia kerja adalah norma sosial dan budaya yang menempatkan perempuan dalam peran tradisioal sebagai pengasuh dan pengurus rumah tangga. Konsep gender yang telah dibahas dalam teori feminism menyebutkan bahwa peran gender adalah konstruksi sosial, bukan sesuatu yang biologis. Dengan deminikian, pembagian peran antara laki-laki dan perempuan dalam masyarakat harus dipandang sebagai hasil budaya, bukan keharusan.
ADVERTISEMENT
Di Indonesia sendiri perempuan seringkali menghadapi stigma ketika memilih untuk mengejar karier. Beberapa survey menunjukkan bahwa perempuan yang bekerja seringkali dianggap mengabaikan tanggung jawab keluarga, padahal tanggung jawab tersebut seharusnya bisa dibagi secara adil dengan pasangan. Ketimpangan ini menunjukkan pentingnya membangun kesadaran gender di masyarakat, terutama melalui pendidikan dan kampaye publik.
Hambatan Struktural di Tempat Kerja
Di sisi lain, diskriminasi struktural di tempat kerja juga menjadi tantangan signifikan. Banyak perempuan yang menghadapai “glassciling”, yaitu hambatan tak terlihat yang menghalangi mereka untuk mencapai posisi puncak di perusahaan. Selain itu, praktik seperti kesenjangan upah antara laki-laki dan perempuan untuk pekerjaan yang sama masih sering ditemukan.
Sebuah laporan dari World Economic Forum (WEF) menunjukkan bahwa secara global, perempuan mendapat gaji rata-rata 20% lebih rendah dibandingkan laki-laki. Di Indonesia, angka ini sedikit lebih rendah, tetapi tetap signifikan. Penyebabnya bervariasi, mulai dari bias dalam proses rekrutmen hingga kurangnya akses perempuan terhadap pelatihan dan pendidikan lanjutan.
ADVERTISEMENT
Menuju Solusi
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan langkah kolaboratif dari berbagi pihak. Pemerintah harus memperkuat regulasi yang melindungi hak-hak pekerja perempuan, termasuk penerapan kebijakan upah yang setara . Selain itu, perusahaan perlu memperbaiki budaya kerja mereka dengan memberikan ruang bagi perempuan untuk berkembang, seperti menyediakan program mentoring dan fleksibilitas kerja.
Selain itu, Pendidikan gender harus dimasukan ke dalam kurikulum pendidikan formal sejak dini. Pemahaman tentang kesetaraan gender tidak hanya akan membantu anak-anak tumbuh dengan pola pikir yang inklusif, tetapi juga mendorong generasi mendatang untuk mendukung lingkungan kerja yang lebih adil.
Kesimpulan
Ketimpangan gender di dunia kerja bukan hanya persoalan perempuan, tetapi juga persoalan yang dapat mempengaruhi seluruh masyarakat. Dengan memberdayakan perempuan, kita tidak hanya menciptakan keadilan, tetapi juga meningkatkan potensi ekonomi nasional secara keseluruhan. Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi contoh dalam upaya mencapai kesetaraan gender di kawasan Asia Tenggara. Namun, perjalanan menuju kesetaraan ini membutuhkan kerja sama, komitmen, dan keberanian untuk mengubah norma yang telah lama mengakar.
ADVERTISEMENT