Konten dari Pengguna

Fase Quarter Life Crisis yang Rentan Gempuran Financial Goals

Ade Nurhidayah
Bachelor of Economics Education - State University of Jakarta, Certified of Associate Wealth Planner, Contributing Author of Anthology Book
16 Juli 2024 17:05 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ade Nurhidayah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Source : Personally Documentation, Edited in Canva
zoom-in-whitePerbesar
Source : Personally Documentation, Edited in Canva
ADVERTISEMENT
Periode ketidakpastian dan kekhawatiran sering dialami oleh individu yang memasuki fase dewasa awal. Fase usia 25-30 tahun dianggap sebagai masa sulit yang rentan serangan emosional luar biasa, perasaan cemas, tidak nyaman, hilang arah, bahkan putus asa. Orang yang mengalami quarter life crisis bahkan kerap mempertanyakan eksistensinya sebagai seorang manusia, ada juga yang sampai merasa kehilangan tujuan hidup.
ADVERTISEMENT
Sebuah penelitian di tahun 2017 mencatat bahwa fase quarter life crisis ini rata-rata dialami oleh mereka di usia 27 tahun. Rasa cemas (anxiety) yang dialami individu sebanyak 61% dipengaruhi oleh faktor pekerjaan dan karir yang diminati. Kemudian 48% lainnya disebabkan oleh faktor kecenderungan membandingkan kesuksesan dengan orang lain.
Alexandra Robbins and Abby Wilner dalam bukunya “Quarter Life Crisis: The Unique Challenges of Life in your Twenties” mencatat ada beberapa ciri seseorang mengalami quarter life crisis. Misalnya saja mulai ragu akan kompetensi diri dalam karier, cemas dan bingung akan masa depan, hingga merasa tak punya rencana atau sering gagal dalam menjalankan rencana hidup.
Quarter life crisis menjadi respons individu dalam menghadapi realitas kehidupan. Dalam menjalani fase ini kita akan menjadi sadar akan banyaknya ketidakstabilan, perubahan yang terus-menerus, dan banyaknya pilihan yang harus diambil, tak terkecuali dalam finansial.
ADVERTISEMENT
Memasuki fase dewasa, persoalan finansial akan lebih banyak muncul. Boleh jadi persoalan ini disebabkan kurangnya pemahaman mengenai finansial, kurangnya tanggung jawab dalam mengelola aset, hingga ketidakmampuan dalam menangani finansial, termasuk dalam menjaga stabilitasnya.
Ilustrasi krisis keuangan. Foto: Shutter Stock
Fenomena ini mengajarkan kita untuk memiliki rencana keuangan, sama halnya dengan membiasakan diri menyiapkan kebutuhan di masa depan agar tak khawatir kekurangan atau kehabisan uang. Penulis dan entrepreneur asal Amerika Serikat, Grant Sabatier, dalam buku "Kebebasan Finansial" menyatakan bahwa uang itu tidak terbatas. Yang terbatas adalah waktu kita mengumpulkannya.
Siklus kehidupan finansial, jika mengacu pada Angka Harapan Hidup yang dicatat BPS pada tahun 2022 hanya 72 tahun saja. Kenyataannya, boleh jadi kurang atau lebih dari itu. Tapi tetap saja, waktu yang kita punya untuk mengumpulkan uang memang terbatas.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan usia manusia juga berbanding terbalik dengan produktivitas untuk menghasilkan uang. Semakin bertambah usia, energi dan kapasitas kita akan semakin berkurang. Sementara kebutuhan hidup bisa jadi makin tinggi karena inflasi.
Saat memasuki usia dewasa, biaya hidup, pendidikan, kesehatan, hingga biaya lainnya mulai jadi tanggung jawab personal setiap individu. Prioritas hidup mereka bukan lagi secara secara individu, tetapi juga untuk keberlangsungan keluarga di masa depan nanti, terutama bagi yang sudah memasuki fase rumah tangga.
Oleh karenanya, ketahanan finansial dinilai sangat penting untuk menunjang kesejahteraan hidup, terlebih di kala kondisi masa depan tak bisa diprediksi. Ketahanan finansial, idealnya bisa memitigasi dampak tekanan pada krisis yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Ini menjadi kapasitas kita dalam menahan situasi yang berdampak pada kekayaan yang dimiliki.
ADVERTISEMENT
Ketahanan finansial juga menunjukkan kecakapan seseorang dalam mengumpulkan dana untuk keadaan darurat, sehingga memungkinkan mereka untuk bertahan lebih baik dan pulih ketika krisis keuangan terjadi. Ketahanan keuangan ialah kondisi di mana kita dapat memiliki kemampuan dalam mengumpulkan dana, menjaga stabilitas keuangan, mengatasi tantangan dalam kondisi darurat, sehingga memungkinakan pemulihan yang lebih kuat ketika dihadapkan dengan masa-masa sulit.
Ilustrasi manajemen keuangan keluarga. Foto: Nugroho Sejati/kumparan
Mereka yang memiliki perencanaan keuangan yang baik untuk masa depannya, akan lebih tangguh dalam menghadapi krisis keuangan. Perencanaan keuangan akan lebih mengarahkan kita pada kesiapan diri menghadapi ketidakpastian, pengambilan keputusan yang terencana, dan menekan potensi kerugian. Orang-orang dengan perencanaan yang baik akan mampu mengelola keuangan secara disiplin. Mereka juga pada akhirnya mampu mengubah perilaku konsumtifnya menjadi frugal living.
ADVERTISEMENT
Fase bekerja dan mempekerjakan uang menjadi hal yang semakin diusahakan setelah sadar akan kebutuhan hidup yang semakin mahal dan semakin banyak tanggung jawab yang harus dijalankan. Bisa juga semakin sering mengecek saldo tabungan atau semakin banyak wishlist bisa memicu seseorang mencari sumber pendapatan lain.
Harapannya meski banyak kebutuhan yang harus dipenuhi, tapi tak mengubah pos-pos keuangan yang sudah direncanakan sedari awal. Dalam hal finansial juga berlaku untuk menyelesaikan apa yang telah dimulai. Apa yang dituai sedari sekarang, manisnya mudah-mudahan bisa kita nikmati di masa depan.
Berusaha untuk keep on track dengan financial goals yang ada, bahkan sesekali juga cukup strict dalam membelanjakan uang itu perlu. Hidup yang bukan hanya untuk hari ini dan besok, bukan lagi membiayai diri sendiri, akan ada keluarga kecil yang akan mulai dibiayai. Akan tetapi, tidak juga yang harus strict setiap waktu, khawatir nantinya justru tidak bisa menikmati hidup.
ADVERTISEMENT
Dalam hidup ini, sebagaimana yang diajarkan dalam Islam, harus dinikmati, disyukuri dan bisa berbagi. Seberapa pun sulitnya hidup, kita harus tetap jalani. Ingat pepatah bahwa semakin tinggi pohon, maka akan semakin besar anginnya. Semakin jauh kita mengarungi lautan, akan semakin deras ombaknya. Fase quarter life crisis secara perlahan akan mendewasakan. Hidup itu harus seimbang, harus berjuang.