Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.8
Konten dari Pengguna
Stop Sampah Makanan, Berhentilah Makan Sebelum Kenyang!
5 April 2025 14:27 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ade Tuti Turistiati tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data dari United Nations Environment Program (UNEP) melalui laporan Food Waste Index Report 2024, Indonesia menjadi negara penghasil sampah makanan rumah tangga terbanyak se-Asia Tenggara, tepatnya 14,73 juta ton per tahun. Ironisnya sebagian masyarakat kita masih banyak yang mencari sesuap makanan bahkan kelaparan. Secara kasat mata, kita dapat menyaksikan sampah makanan di mana-mana, di antaranya sampah makanan yang bersumber dari rumah-rumah yang masak berlebihan, dari acara resepsi pernikahan, restoran, tempat-tempat makan sekelas angkringan, tempat-tempat perayaan, termasuk perayaan keagamaan.

Silaturahmi dan Makanan
ADVERTISEMENT
Silaturahmi tanpa makanan hambar adanya. Bukankah ketika bertemu saudara atau teman, makanan jadi salah satu pokok bahasan? Ketika akan reuni, pertanyaan yang muncul adalah makannya bagaimana? Ketika merayakan sesuatu, makanan istimewa apa yang perlu tersedia?
Silaturahmi lebaran dalam rangka halal bihalal bermaafan mulai tiba. Beraneka kue dan masakan tersedia. Bisa jadi dari satu rumah ke rumah lain makanannya mirip adanya. Kue kering kastengel, putri salju, nastar, kacang bawang, dan aneka masakan opor ayam, rendang, gule, dan teman-temannya seringkali tersedia di meja.
Hari pertama dan kedua Idul Fitri, bisa jadi kita masih bisa menikmati makanan yang ada sehingga tak ada yang tersisa. Hari-hari selanjutnya ketika rasa bosan akan masakan atau kudapan yang sama, kita berpotensi membuang makanan yang masih tersisa, bisa karena basi, rasanya sudah beda, atau kita sudah kehilangan selera.
ADVERTISEMENT
Menakar Kapasitas Perut
Mari kita menjadi bagian dari solusi menangani persoalan sampah makanan. Kita tidak dapat mengontrol selera dan perut orang lain, maka mulailah dari diri sendiri. Yang lebih tahu tentang kapasitas perut kita adalah kita sendiri. Kita dapat belajar dari pengalaman mengenai perkiraan perut mendekati kenyang. Tahan godaan lapar mata. Nikmati apa yang kita makan. Tidak terburu-buru seperti orang takut kehabisan. Ingat lambung penerima makanan hanya berukuran sekepalan tangan. Ketika kita kekenyangan, badan kita merasa bega dan tidak nyaman. Jangan sampai keluar dari mulut kita kata-kata dengan nada penyesalan “duh kekenyangan ih”, “duh kenyang banget”.
Jika kita makan di luar dan masih tersisa makanan yang layak dimakan, jangan dibuang. Kita bisa minta pelayan restoran untuk membungkusnya dan kita bawa pulang. Yang lebih baik, kita memesan makanan sesuai kebutuhan bukan sekadar keinginan.
ADVERTISEMENT
Makanan di Rumah Berlebihan?
“Iya ini kebanyakan daripada dibuang sayang”; “Orang rumah nggak ada yang suka”; “Mumpung masih bisa dimakan sebentar lagi basi” …. Please jangan mengucapkan alasan seperti itu ketika memberi makanan pada saudara, tetangga, atau teman. Alasan itu bisa dimaknai beragam, di antaranya bahwa si penerima makanan menerima “sisa makanan” yang telah melalui proses “seleksi” dimana makanan tersebut tidak diinginkan oleh si pemberi makanan. Alih-alih membuat senang si penerima malah sebaliknya berpotensi menuai kekesalan. Kalaupun kenyataannya itu yang menjadi alasan, Anda tidak perlu menyampaikan. Biarlah Anda sendiri yang tahu niat Anda. Berikan makanan terbaik yang kita punya, yang dapat kita buat atau belikan. Perlakukan orang lain seperti kita ingin orang lain memperlakukan kita dengan baik.
ADVERTISEMENT