Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Peranan Pers pada Masa Pergerakan Nasional Indonesia
18 Maret 2022 10:55 WIB
Tulisan dari Adhelia Puteri Maharani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Perkembangan pers atau persuratkabaran sudah ada sebelum masa kemerdekaan Indonesia, Media Pers ini memberikan dampak sangat besar pada masa pergerakan nasional. Pers pertama kali muncul di Hindia Belanda diperkenalkan oleh pemerintah kolonial Hindia-Belanda, pemerintah kolonial saat itu menggunakan pers sebagai media utama dalam menyalurkan aspirasi dan kritik terhadap kebijakan pemerintah dari Eropa hingga sampai ke Hindia Belanda. Pada masa pergerakan nasional, pers memiliki peranan penting dalam melawan ketidakadilan pemerintah kolonial Belanda di berbagai bidang. Perlawanan tersebut diwujudkan melalui tulisan yang berisi tanggapan terhadap pemerintah kolonial. Selain itu, pers juga dapat mempengaruhi pendapat dan asumsi orang banyak, hal itu bisa digunakan untuk mengumpulkan kekuatan masyarakat secara luas.
ADVERTISEMENT
Tirto Adhie Soerjo merupakan salah satu tokoh bumiputra yang paham akan pentingnya pers dalam menyuarakan suara rakyat bumiputra terhadap kebijakan politik kolonial Hindia Belanda. Gagasan Tirto mengenai pers tersebut kemudian mempengaruhi tokoh-tokoh para pejuang pergerakan nasional lainnya.
Kemudian Pada tahun 1906, Tirto mendirikan sarekat priyayi dan sekaligus menerbitkan medan priyayi di Bandung yang kemudian menjadi pers pertama yang diterbitkan oleh bumiputra. Selain menerbitkan medan priyayi, Tirto juga menerbitkan Putri Hindia yang kemudian menjadi pers pertama yang menyuarakan tentang perempuan. Peranan media pers pada masa pergerakan nasional antara lain:
ADVERTISEMENT
Selain sarekat priyayi yang didirikan oleh Tirto Adhie Soerjo, beberapa tokoh lain juga ikut serta dalam menyuarakan kritiknya melalui pers, Beberapa pers yang ada pada masa Pergerakan Nasional diantaranya:
ADVERTISEMENT
Namun dalam perkembangannya, pers kemudian dianggap radikal oleh pemerintah kolonial Belanda karena banyak berisi kritik terhadap kebijakan pemerintah kolonial yang saat itu sebagai penguasa Hindia-Belanda. Pada tahun 1912 Tirto Adhie Soerjo diasingkan ke Maluku oleh pemerintah kolonial karena kritikan-kritikannya dalam persnya. Selain Tirto Adhie Soerjo, Ki Hajar Dewantara juga mengeluarkan kritiknya kepada kolonial Hindia Belanda. Bahkan, akibat tulisannya yang berjudul "Seandainya Aku Seorang Belanda" atau dalam Bahasa belandanya "Als ik een Nederlander was" yang dimuat dalam surat kabar "De Express" milik Douwes Dekker tanggal 13 Juli 1913, kemudian Ki Hajar dibuang atau diasingkan ke Pulau Bangka.