Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Saat Ledakan COVID-19 di Depan Mata, Apa Langkah Selanjutnya?
26 Maret 2020 17:06 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
Tulisan dari adhi nur seto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
World Health Organization (WHO) telah menetapkan Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) sebagai Pandemi Global. Covid-19 yang ditemukan kali pertama di Wuhan, China, ini terus menerus mengalami peningkatan jumlah kasus yang signifikan. Tak terkecuali di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jika memperhatikan tren peningkatan kasus Covid-19 di Indonesia, dari kasus pertama yang muncul pada tanggal 2 Maret, pasien positif Covid-19 telah mencapai angka 893 kasus, dan 78 orang meninggal. Angka tersebut belum termasuk Orang dalam Pengawasan (ODP) dan Pasien dalam Pengawasan (PDP) yang jumlahnya mencapai ribuan. Angka sebesar itu baru yang terdeteksi, sangat mungkin jumlah yang sebenarnya melebihi angka tersebut, pertama karena belum diadakannya tes massal. Dan, yang kedua rasio kematian yang sangat tinggi. Tertinggi se-Asia Tenggara.
Selain itu, jika melihat pola penyebaran kasus Covid-19 dari negara-negara lain yang lebih dulu ditemukan kasus Covid-19, seperti Cina, Iran, dan Italia, yang terjadi di Indonesia saat ini baru memasuki fase awal penyebaran Covid-19. Artinya ada fase-fase lanjutan dari penyebaran Covid-19 di Indonesia yang mungkin akan terjadi. Belum lagi di bulan April masyarakat Indonesia akan menjalankan puasa Ramadhan, dan dilanjutkan dengan Idul Fitri.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Iqbal Elyazar, dkk di The Conversation, dalam kasus wabah penyakit menular ada empat fase; yaitu fase penundaan, fase eksponensial, fase statis, dan fase penurunan. Dalam fase penundaan, kasus Covid-19 memang belum terlihat, pasalnya virus corona membutuhkan waktu inkubasi hingga lebih dari dua minggu. Maka perlu dimaklumi apabila Menteri Kesehatan pernah sesumbar mengatakan Indonesia tidak ada kasus Covid-19. Karena apa yang sebenarnya terjadi bukanlah tidak ada kasus, namun kasus yang belum nampak, atau sedang dalam masa inkubasi.
Seperti bom waktu, setelah kasus pertama terungkap, segera muncul kasus-kasus berikutnya, menandakan proses penyebaran Covid-19 di Indonesia memasuki fase eksponensial. Di fase ini, dalam periode waktu tertentu akan terjadi pelipatgandaan kasus, sehingga dalam beberapa pekan akan saja terjadi ledakan kasus Covid-19. Seperti halnya ledakan kasus yang saat ini terjadi di Italia dengan 74.386 kasus, Iran 27.017 kasus, Spanyol 49.515 kasus, Jerman 39.312 kasus, Amerika Serikat 68.573 kasus, Prancis 25.233 kasus, Korea Selatan 9.241 kasus, Swiss 11.027 kasus, Inggris 9.529 kasus (Worldmeters:26/03/2020).
ADVERTISEMENT
Social Distancing
Seperti halnya negara-negara lain yang sedikit gagap merespon munculnya kasus Covid-19. Indonesia yang hanya berjarak kurang lebih empat ribu kilometer dari China, ternyata lebih gagap dan gugup. Hingga pekan keempat sejak pertama kali kasus Covid-19 muncul, Indonesia baru dapat menghimbau masyarakatnya untuk melakukan Social Distancing dengan menerapkan belajar, bekerja, dan beribadah di rumah untuk mengurangi penyebaran Covid-19.
Walaupun sekolah dan beberapa instansi telah dikosongkan, namun yang terjadi justru perpindahan aktivitas dari yang tadinya di sekolah dan tempat kerja, berpindah ke mall dan tempat-tempat rekreasi. Belum lagi kafe-kafe yang masih tetap rame, juga aktivitas warga di luar rumah yang masih seperti hari-hari biasa. Ini terjadi karena kurangnya informasi tentang Covid-19 yang diterima masyarakat, sehingga terkesan kurang peduli untuk meminimalisir kontak dengan orang lain.
ADVERTISEMENT
Selain itu, banyak pandangan keliru yang diamini masyarakat mengenai Covid-19. Ada yang beranggapan bahwa wabah Covid-19 hanya menyerang kelompok agama tertentu yang memiliki gaya hidup bebas, sehingga wabah Covid-19 dianggap sebagai azab yang ditimpakan pada mereka, ada juga yang beranggapan bahwa virus ini hanya menimpa kelompok lansia saja, dan yang paling parah adalah mereka kaum fatalis yang menganggap wabah ini adalah takdir dari yang maha kuasa sehingga manusia hanya bisa pasrah menghadapinya. Padahal, sebagaimana sebuah virus, Corona bisa menular pada siapa saja, tidak memandang ras, agama, maupun kelompok usia.
Melihat fakta tersebut, pada akhirnya kita dihadapkan pada dua problem sekaligus. Di satu sisi pemerintah kurang cepat dan tanggap menangani wabah Covid-19, sedangkan jumlah kasus Covid-19 terus berlipat-ganda tiap harinya, di sisi lain masyarakat masih abai terhadap wabah ini. Oleh karena itu, tanpa adanya langkah-langkah strategis dan komprehensif dalam waktu yang singkat, prediksi Indonesia akan mengalami ledakan jumlah kasus Covid-19 akan terjadi.
ADVERTISEMENT
Hal itu tentu sangat mungkin terjadi, mengingat Covid-19 merupakan virus yang sangat cepat proses penularannya dan sampai saat ini belum ditemukan vaksinnya. Apalagi bila himbauan penjarakan sosial tidak berjalan secara efektif, maka jumlah kasus akan terus berlipat ganda setiap harinya. Kita ambil contoh jumlah terkecil, bila satu pasien dapat menularkan kepada dua orang, maka pertumbuhannya menjadi 2 4 8 16 32 64 dan begitu seterusnya.
Angka tersebut diprediksi terus berlipat-ganda dan mencapai puncaknya saat memasuki bulan Ramadhan dan Syawal. Mengingat di bulan Ramadhan ada tradisi buka puasa bersama dan ibadah shalat Tarawih yang sulit untuk dihindari, juga mudik lebaran yang memungkinkan terjadi penyebaran virus Corona di daerah-daerah lain yang selama ini belum banyak ditemukan kasus Covid-19.
ADVERTISEMENT
Ketika jumlah kasus di suatu daerah meningkat berlipat-ganda, ditambah penyebaran kasus yang signifikan saat bulan Ramadhan dan Syawal, maka hampir dipastikan terjadi ledakan kasus Covid-19. Saat semua itu terjadi, kita bisa apa? Sedangkan fasilitas pelayanan kesehatan terbatas, tenaga medis juga terbatas, bahkan kewalahan, serta beberapa tenaga medis telah positif terinfeksi Covid-19. Ditambah lagi stok masker terbatas yang membuat harganya melonjak berkali-kali lipat.
Apa langkah selanjutnya?
Sebelum wabah ini menyebar luas dan menjadi pandemik global, kita berharap ada langkah antisipatif yang diambil oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi segenap tumpah darah Indonesia. Namun, yang terjadi justru sebaliknya. Pemerintah malah melakukan langkah anomali dengan pemberian insentif bagi wisatawan mancanegara. Di saat negara-negara lain menutup akses masuk warga negara asing untuk mencegah penyebaran Covid-19, pemerintah justru membuka pintu lebar-lebar bagi warga asing untuk berwisata di Indonesia. Benar-benar anomali!
ADVERTISEMENT
Langkah yang dilakukan pemerintah dalam menangani wabah Covid-19 acap kali tidak link and match dengan potensi masalah yang akan timbul. Belum lagi seremonial pemberian jamu-jamuan pada pasien yang dinyatakan sembuh. Seremonial ini tidak saja menyebalkan, tapi juga menyesatkan. Tidak terbayang akibat yang ditimbulkan, banyak masyarakat menyepelekan wabah Covid-19 karena cukup dengan meminum jamu, Covid-19 dapat ditaklukkan. Padahal yang dibutuhkan hari ini adalah penangan wabah secara cepat, bukan selebrasi wabah covid-19 di depan sorot kamera.
Seperti yang telah disampaikan Direktur WHO, Tedros Adhanom, bahwa virus Corona tidak bisa dilawan jika kita tidak mengetahui di mana virusnya. Wabah ini bisa dihentikan dengan cara menemukan virus, mengisolasi, menguji, dan menangani setiap kasus untuk memutus mata rantai penularan.
ADVERTISEMENT
Di beberapa kesempatan pemerintah menyatakan akan mengambil langkah pengujian massal daripada lock down. Mengingat kebijakan lock down dinilai sangat merugikan secara ekonomis. Hal ini ditegaskan juga oleh Kepala BNPB sekaligus Kepala Gugus Tugas Penanganan Covid-19 sesuai instruksi presiden.
Jika benar begitu, maka kita melihat suatu pemerintahan yang bekerja layaknya ibu-ibu yang sedang belanja di pasar yang menggunakan hitungan matematis dengan membeli barang paling murah. Tentu saja memprihatinkan.
Namun kita cukup beruntung menjadi Bangsa Indonesia. Di tengah pemerintah yang kerap selebrasi, mabuk seremoni dan mementingkan diri sendiri, kita hidup di tengah warga yang memiliki kepekaan sosial dan solidaritas yang tinggi. Beberapa influencer tergerak melakukan pengumpulan dana, ada pula musisi yang berinisiatif melakukan konser di rumah aja secara live streaming, hasil dari donasi tersebut akan diberikan kepada rumah sakit yang membutuhkan Alat Pelindung Diri (APD) bagi tenaga kesehatan yang berada di garda terdepan menghadapi wabah Covid-19.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, beberapa lembaga sosial dan organisasi kemasyarakatan pun turun tangan dengan mengadakan urunan berjamaah, hasil dari urunan tersebut akan diberikan kepada keluarga yang kepala keluarganya terinfeksi virus Corona sehingga tidak bisa mencari nafkah untuk anggota keluarganya. Selain itu, donasi juga akan diberikan kepada para pekerja informal untuk membeli bahan pokok selama masa darurat wabah Covid-19.
Di satu sisi kita pesimis dengan cara pemerintah menangani wabah ini, namun di sisi lain kita masih memiliki harapan dan optimisme pada masyarakat Indonesia yang berbondong-bondong ikut turun tangan menjadi bagian dari solusi, tanpa mengandalkan pemerintah.
Andai saja pemerintah serius menangani wabah ini, dengan melakukan langkah komprehensif, tidak tebang pilih kebijakan berdasar asas untung-rugi, demi melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Serta didukung dengan kekuatan solidaritas sosial masyarakat Indonesia, kita yakin Bangsa Indonesia bisa menghadapi wabah ini, sehingga ledakan jumlah kasus Covid-19 bisa diatasi. Jiayo Indonesia!
ADVERTISEMENT