Konten dari Pengguna

Coffee Shop dan Perubahan Ruang Sosial Mahasiswa di Yogyakarta

Adinda Nurwita
Mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
5 Desember 2024 13:26 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Adinda Nurwita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi suasana santai di kafe, seseorang menikmati secangkir teh hangat sambil bekerja dengan laptop di meja kayu kecil. (https://www.pexels.com/picjumbo.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi suasana santai di kafe, seseorang menikmati secangkir teh hangat sambil bekerja dengan laptop di meja kayu kecil. (https://www.pexels.com/picjumbo.com)
ADVERTISEMENT
Yogyakarta, sebagai kota yang terkenal dengan sebutan kota pelajar, tidak hanya menjadi tempat menimba ilmu, tetapi juga ruang di mana gaya hidup mahasiswa terus berkembang. Dalam dekade terakhir, fenomena coffee shop telah membawa transformasi pada ruang sosial mahasiswa. Coffee shop tidak hanya menjadi tempat menikmati kopi, tetapi juga ruang untuk belajar, berdiskusi, hingga membangun komunitas. Namun, bagaimana fenomena ini memengaruhi dinamika sosial dan akademik mahasiswa?
ADVERTISEMENT

Ruang Ketiga Mahasiswa

Menurut konsep “ruang ketiga” dari sosiolog Ray Oldenburg, tempat seperti coffee shop menciptakan ruang di luar rumah (ruang pertama) dan tempat kerja atau kampus (ruang kedua). Di Yogyakarta, coffee shop telah menjadi ruang ketiga yang populer, terutama di kalangan mahasiswa. Suasana nyaman, Wi-Fi gratis, serta desain interior yang menarik membuat coffee shop menjadi tempat favorit untuk menghabiskan waktu.
Namun, lebih dari sekadar estetika dan kenyamanan, coffee shop juga menyediakan tempat untuk membangun jaringan dan komunitas. Banyak mahasiswa menggunakan coffee shop untuk rapat organisasi, diskusi proyek, hingga pertemuan dengan mentor. Coffee shop bahkan sering menjadi tuan rumah acara seperti seminar mini, workshop, atau open mic yang mempertemukan individu dari berbagai latar belakang.
ADVERTISEMENT

Dampak pada Aktivitas Akademik

Meski memberikan ruang yang kondusif untuk belajar, keberadaan coffee shop juga memunculkan pertanyaan, apakah produktivitas akademik mahasiswa terpengaruh oleh budaya nongkrong ini? Bagi sebagian mahasiswa, suasana coffee shop membantu mereka fokus dan menyelesaikan tugas. Namun, bagi yang lain, distraksi seperti keramaian atau godaan untuk mengobrol bisa mengurangi efektivitas belajar.
Selain itu, keberadaan coffee shop juga memengaruhi pola waktu mahasiswa. Nongkrong hingga larut malam, misalnya, dapat berdampak pada pola tidur dan jadwal belajar mereka. Dalam jangka panjang, pola ini dapat memengaruhi performa akademik jika tidak dikelola dengan baik.

Perubahan Status Sosial

Tidak dapat dipungkiri, coffee shop juga menjadi simbol status sosial di kalangan mahasiswa. Tren mengunggah foto di media sosial dengan latar belakang coffee shop tertentu dapat menciptakan hierarki sosial yang tidak terucap. Coffee shop yang dianggap “trendy” atau “Instagramable” sering kali menjadi tolak ukur popularitas, mendorong mahasiswa untuk mengikuti tren meski hal ini mungkin memberatkan secara finansial.
ADVERTISEMENT

Keseimbangan antara Gaya Hidup dan Prioritas

Untuk mengoptimalkan manfaat tanpa mengorbankan aspek penting lainnya, mahasiswa perlu menciptakan keseimbangan antara gaya hidup dan tanggung jawab akademik maupun finansial. Berikut adalah beberapa strategi:
Coffee shop telah menjadi bagian penting dari gaya hidup mahasiswa di Yogyakarta, menawarkan lebih dari sekadar tempat untuk menikmati kopi. Fenomena ini mencerminkan perubahan budaya di kalangan mahasiswa, baik dari sisi sosial, finansial, maupun akademik. Namun, untuk menjadikan coffee shop sebagai ruang yang benar-benar bermanfaat, mahasiswa perlu bijak dalam mengelola waktu dan keuangan mereka. Gaya hidup tidak harus mengorbankan prioritas, melainkan menjadi pelengkap yang mendukung pertumbuhan pribadi dan akademik.
ADVERTISEMENT