Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Pinangan, Representasi Konflik Sosial yang Konkret
27 November 2022 19:56 WIB
Tulisan dari Adinda Destiana Aisyah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Percekcokan, perselisihan, pertentangan, perdebatan, dan segala macam predikat dalam mendeskripsikan bentuk-bentuk konflik di masyarakat. Kehidupan sosial bukan hanya tentang hubungan timbal balik di antara dua orang atau lebih di lingkungannya, atau sekadar hubungan komunikasi dengan medium bahasa. Sosial berarti segala aspek yang terjadi di dalamnya, terutama perihal konflik yang tidak dapat terelakkan.
ADVERTISEMENT
Jika sejenak saja kita meluangkan waktu untuk berselancar di papan halaman –Twitter, Facebook, Instagram—dan segala bentuk media sosial lainnya, tidak menutup kemungkinan jejak konflik sosial dapat ditemukan di sana. Bahkan, jika segala bentuk konflik: percekcokan, perselisihan, pertentangan, perdebatan, di masyarakat dapat diliput oleh media, maka media tersebut akan bekerja tanpa rehat setiap harinya.
Konflik sosial merupakan hal yang tidak terelakkan di dalam masyarakat sosial yang saling berhubungan satu sama lain. Berbagai alasan dapat memicu hadirnya konflik sosial, mulai dari alasan umum hingga khusus, alasan ringan hingga rumit, alasan yang melibatkan satu kelompok atau pribadi.
Berbicara tentang konflik sosial bukan hanya soal pemicunya, tingkat permasalahannya, atau aspek yang dipermasalahkannya, tetapi juga kesadaran perihal kebutuhan manusia yang berkaitan dengan psikologinya secara naluriah yang mendorong konflik sosial terjadi. Hal-hal yang menjadi pemicu konflik sosial pun tidak dapat disalahkan, hal ini menjadi akibat yang terjadi dari sebab kebutuhan manusia secara naluriah. Kepuasan dalam diri sulit untuk terpenuhi, sehingga manusia terdorong untuk mendapatkan kepuasan tersebut. Selain itu, perbedaan pendapat atau prinsip juga dapat menjadi dorongan terjadinya konflik sosial di masyarakat.
ADVERTISEMENT
Beragam konflik sosial rupanya tidak terlepas dari perhatian para penulis dalam melahirkan karya-karyanya. Karya sastra berupa cerpen, novel, drama, telah dijadikan wadah dalam mendeskripsikan konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Cerminan kehidupan sosial yang konkret sesuai dengan realita dianggap sebagai suatu hal krusial yang perlu ada di dalam karya sastra. Manusia merupakan makhluk sosial oleh karena itu, setiap karya sastra ditulis, diperankan, dan ditujukan untuk manusia.
Melirik pada salah satu naskah drama karya Anton Chekov yang berjudul Pinangan yang menjadi representasi konflik sosial yang nyata dengan realitas kehidupan di sekitar. Latar belakang percekcokan digambarkan begitu sederhana, seolah membuat pembaca berpikir bahwa konflik dapat terjadi berdasarkan latar belakang apapun.
Percekcokan atau perselisihan antara dua orang atau lebih ketika memperebutkan warisan, bagian tanah, hak waris, adalah salah satu contoh dari sekian banyak konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Mungkin saja tidak semua konflik sosial dengan latar belakang memperebutkan harta warisan, tanah sepetak, atau hak waris dapat ditemui dengan bebas. Sebab media mungkin enggan meliput berita seperti ini, atau mungkin kita dapat menghabiskan waktu seharian yang berharga hanya untuk membaca konflik sosial yang terlalu sering terjadi seperti itu.
ADVERTISEMENT
Konflik sosial yang digambarkan dalam naskah drama Pinangan karya Anton Chekov sengaja memiliki konflik sosial dalam memperdebatkan kepemilikan tanah di antara dua tokoh di dalamnya. Percekcokan dan perselisihan seputar tanah menjadi konflik yang tidak terelakkan di antara manusia yang selalu ingin memiliki dan kepemilikannya diakui. “Jangan keliru. Lapangan “Sari Gading“ adalah milik kami. Bukan milikmu.” Dialog tersebut adalah salah satu dari beberapa dialog yang terdapat dalam naskah drama Pinangan, ketika perselisihan dalam memperjuangan kepemilikan tanah di antara dua tokoh di dalamnya.
Jika perlu memperluas pengamatan tentang konflik sosial yang sama dengan naskah drama Pinangan, yaitu perselisihan dalam memperjuangkan kepemilikan tanah. Kita dapat menemukan bahwa konflik sosial seperti ini merupakan hal masif karena kerap kali terjadi di sekitar kita, atau puncaknya dapat berakhir di meja hijau untuk benar-benar memenangkannya. Hal ini membuktikan bahwa konflik sosial bukanlah hal sepele, pasalnya selalu ada dampak yang ditimbulkan dari konflik sosial tersebut.
ADVERTISEMENT
Fenomena terkait konflik sosial yang terjadi di masyarakat merupakan hal menarik untuk disuarakan. Selain itu, menyuarakan fenomena-fenomena tersebut dapat memberikan manfaat agar masyarakat mengetahui bentuk-bentuk konflik sosial yang mungkin tidak disadari. Seiring berkembangannya zaman, bentuk konflik sosial pun akan berbeda-beda. Bentuknya dapat berkembang menjadi besar, atau hilang dan berganti. Adanya naskah drama seperti Pinangan karya Anton Chekov yang merepresentasikan konflik sosial sesuai realitas, serta yang terdapat dalam karya-karya sastra lainnya, dapat menjadi bentuk dokumentasi yang merujuk pada cerminan zaman.
Sebagai pemerhati sosial di tengah masyarakat, kita perlu paham bagaimana menanggapi fenomena sosial yang ada. Konflik sosial tidak serta-merta hanya dijadikan sebagai pengetahuan yang menghasilkan respon sederhana “Oh, begitu konfliknya”. Pemerhati sosial atau seluruh manusia yang hidup di tengah lingkungan sosial juga perlu menanggapi konflik sosial yang terjadi secara bijak, serta melahirkan solusi yang bijak pula.
ADVERTISEMENT
Pertama, jika terlibat di tengah konflik sosial: perselisihan, percekcokan, pertentangan, atau perdebatan, maka melihat dari segala perspektif adalah hal esensial yang perlu dilakukan terlebih dahulu. Jangan hanya berpusat pada satu titik konflik sehingga tidak menemukan titik lain.
Kedua, tidak seperti yang digambarkan pada naskah drama Pinangan, alangkah baiknya jika konflik sosial yang terjadi tidak dilarutkan dalam emosi dan percekcokan yang panjang. Solusi tetap menjadi tujuan utama agar konflik tersebut tidak larut dalam waktu yang lama, atau bahkan hingga memperkeruh situasi yang ada.
Ketiga, musyawarah atau diskusi adalah salah satu upaya dalam mengatasi konflik sosial yang terjadi di masyarakat. Bukan seperti yang digambarkan dalam naskah drama Pinangan yang mengutamakan percekcokan tanpa adanya diskusi dengan kepala dingin. Nilai-nilai moral dalam menanggapi berbagai macam konflik di dalam masyarakat juga perlu diperhatikan. Jangan sampai masyarakat saat ini minim moral ketika berada di tengah konflik sosial yang memanas. (*)
ADVERTISEMENT
(*) Adinda Destiana Aisyah, Penulis, Mahasiswi Sastra Indonesia Universitas Pamulang