Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Menilik Sejarah Hari Perempuan Internasional
30 Oktober 2024 20:44 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Adinna Islah Perwita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hari Perempuan Internasional, yang diperingati setiap 8 Maret, adalah sebuah penghormatan atas pencapaian luar biasa perempuan dalam berbagai aspek kehidupan seperti ekonomi, sosial, dan politik. Konsep perayaan ini lahir pada akhir abad ke-19, di tengah gelombang industrialisasi yang mengguncang dunia, memicu protes-protes atas kondisi kerja yang memprihatinkan dan upah yang tak layak. Seperti embun pagi yang menembus kabut, gagasan ini berusaha menciptakan kejelasan di tengah kekacauan yang ada.
ADVERTISEMENT
Di Amerika Serikat, awal 1900-an menjadi saksi kegelisahan mendalam di hati perempuan, di mana pada tahun 1908, suara-suara mereka berkumpul dalam perdebatan tajam. Mereka merasakan tekanan dan perlakuan tak adil, sebuah realitas yang tak bisa diabaikan. Tahun 1909, gerakan perempuan, didukung oleh kalangan sosialis, menetapkan 28 Februari sebagai Peringatan Hari Perempuan, beriringan dengan Deklarasi Partai Sosialis. Seolah sebuah api yang tak kunjung padam, semangat perjuangan ini berkobar.
Lalu, pada tahun 1910, di Copenhagen, Denmark, berlangsung Konferensi Internasional Perempuan Pekerja yang dihadiri oleh seratus peserta dari 17 negara. Di antara mereka, terdapat tiga perempuan yang merupakan anggota parlemen pertama di Finlandia, menandai langkah monumental dalam perjuangan global untuk kesetaraan. Setiap langkah mereka menggambarkan harapan dan keberanian, sebuah kisah yang mengalir dalam aliran sejarah.
ADVERTISEMENT
Peringatan Hari Perempuan Internasional pertama kali dirayakan pada 19 Maret 1911 di Denmark, Austria, Jerman, dan Swiss. Namun, tak lama setelah itu, pada 25 Maret, tragedi mengerikan melanda New York saat kebakaran pabrik Triangle Shirtwaist merenggut nyawa 140 pekerja perempuan, sebagian besar adalah imigran. Kejadian ini menggugah kesadaran masyarakat Amerika Serikat terhadap kondisi kerja yang memprihatinkan dan mendesak perubahan dalam undang-undang buruh yang melindungi hak-hak pekerja.
Dalam arus perubahan ini, Clara Zetkin, pemimpin organisasi perempuan di Partai Demokrasi Sosialis Jerman, mengusulkan agar seluruh dunia merayakan Hari Perempuan pada tanggal yang sama. Usul ini bertujuan untuk menguatkan tuntutan, menyatukan suara-suara dalam satu irama perjuangan.
Selama Perang Dunia I, antara tahun 1913 dan 1914, peringatan Hari Perempuan diadakan sebagai bentuk protes terhadap perang. Tahun 1917, perempuan di Rusia melaksanakan aksi protes atas kematian lebih dari 2 juta tentara Rusia melalui kampanye "Bread and Roses." Protes ini berlangsung pada 23 Februari menurut Kalender Julian, atau 8 Maret dalam Kalender Gregorian. Meskipun ditentang oleh pemimpin politik, semangat juang mereka tak tergoyahkan hingga empat hari kemudian, yang berujung pada runtuhnya Tsar. Pemerintah Rusia akhirnya memberikan hak suara kepada perempuan, sebuah kemenangan bersejarah yang menandai awal peringatan Hari Perempuan Internasional setiap 8 Maret.
ADVERTISEMENT
Di Eropa dan Amerika Serikat, perayaan ini berlangsung semarak sekitar tahun 1900-an hingga 1920-an, sebelum sempat menghilang dari ingatan. Namun, seiring kebangkitan gerakan feminisme pada tahun 1960-an, peringatan ini kembali muncul, membangkitkan semangat yang telah lama terpendam. Pada tahun 1975, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan dukungan resmi untuk peringatan ini, mengukuhkan Hari Perempuan Internasional sebagai momen penting dalam memperjuangkan kesetaraan dan hak-hak perempuan di seluruh dunia.
Dengan demikian, setiap 8 Maret, kita tidak hanya mengenang perjuangan yang telah dilalui, tetapi juga merayakan keberanian dan dedikasi perempuan yang terus berjuang untuk masa depan yang lebih baik. Sebuah perjalanan panjang yang dimulai dari harapan, kesedihan, dan ketekunan, kini terwujud dalam setiap langkah menuju keadilan.
ADVERTISEMENT