Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Dorong PLTS, Indonesia Bisa Hemat Hingga US$ 2,4 Miliar
15 November 2022 12:25 WIB
Tulisan dari Yayasan Indonesia Cerah tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Indonesia diperkirakan dapat menghemat biaya bahan bakar fosil hingga US$ 2,4 miliar jika mendongkrak pengembangan energi surya menjadi 7 gigawatt (GW). Pengembangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) menjadi pilihan terbaik bagi Indonesia daripada terus memberikan subsidi pada batu bara.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut terungkap dalam laporan yang disusun oleh tiga lembaga think tank global–EMBER, Center for Research on Energy and Clean Air (CREA), dan Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA). Laporan ini merinci penghematan yang diperoleh oleh negara-negara Asia dari keberhasilan mengembangkan PLTS.
Saat ini, porsi PLTS Indonesia memang masih termasuk yang terkecil di Asia, yakni hanya 0,06% dari total pembangkitan listrik nasional. Kapasitas terpasang PLTS Indonesia sebesar 210 megawatt (MW) juga salah satu yang terendah di Asia Tenggara. Namun, Indonesia juga telah merasakan penghematan dari PLTS.
“Namun, meski porsinya masih kecil, PLTS di Indonesia berhasil menghemat biaya bahan bakar US$ 10 juta pada Januari-Juni 2022,” demikian tertulis dalam laporan tersebut.
ADVERTISEMENT
Indonesia berpotensi memperoleh penghematan yang lebih besar. Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PT PLN (Persero) mengalokasikan penambahan kapasitas PLTS sebesar 4,6 gigawatt (GW) pada 2021-2030. Jika terealisasi, Indonesia bisa menghemat biaya bahan bakar fosil hingga US$ 788 juta pada 2030.
Akan tetapi, dengan potensi energi surya hingga 200 GW, Indonesia seharusnya meningkatkan target penambahan kapasitas PLTS tersebut. Mengacu pada laporan International Renewable Energy Agency (IRENA), Indonesia perlu tambahan kapasitas PLTS hingga 7 GW agar sesuai dengan skenario global suhu bumi maksimal 1,5 derajat celcius. Jika mampu mencapai angka ini, Indonesia diperkirakan dapat menghemat biaya bahan bakar fosil hingga setidaknya US$ 2,4 miliar pada 2030.
Menurut Analis Kelistrikan EMBER Asia Achmed Shahram Edianto, negara-negara Asia mampu menunjukkan bahwa pengembangan energi surya dapat dilakukan dengan cepat. “Dengan harga energi surya dan penyimpanan terus turun dan potensi penghematan mulai terasa, dominasi energi surya di Asia kemungkinan akan terjadi lebih cepat dari perkiraan sebelumnya,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Bagi Indonesia, menggenjot pengembangan energi surya lebih baik daripada terus menjadikan batu bara sebagai andalan dalam bauran kelistrikan dan ekonomi Indonesia. Menurut laporan ini, sektor batu bara memperoleh dukungan regulasi dan finansial yang sangat besar. Pada 2018-2021, subsidi pemerintah ke PLN mencapai Rp 197 triliun dan kompensasi Rp 87,7 triliun. Dengan harga komoditi yang meroket, subsidi ke PLN pada kuartal pertama 2022 diperkirakan mencapai Rp 4,7 triliun.
Besaran subsidi tersebut membebani APBN, dan energi terbarukan dapat meringankannya, mengingat Indonesia semakin rentan pada fluktuasi harga komoditi global. Dengan meningkatkan target dan investasi PLTS, akan membantu Indonesia mencapai sektor kelistrikan netral karbon yang menawarkan biaya bahan bakar yang lebih rendah dan tagihan listrik yang lebih terjangkau seumur hidup.
ADVERTISEMENT
Asia
Sementara itu, berkat kontribusi PLTS, tujuh negara kunci di Asia – China, India, Jepang, Korea Selatan, Vietnam, Filipina, dan Thailand – berhasil menghemat biaya bahan bakar hingga US$ 34 miliar pada Januari-Juni 2022. Penghematan ini setara 9% total biaya bahan bakar fosil pada periode tersebut. Sama seperti Indonesia, penghematan yang diperoleh bakal lebih besar lagi jika ketujuh negara tersebut mampu mencapai target kapasitas PLTS pada 2030, yakni menyentuh US$ 44 miliar.
Analis Asia Tenggara CREA Isabella Suarez menurutkan, negara-negara Asia perlu pengembangan potensi energi surya guna mempercepat transisi dari bahan bakar fosil yang mahal dan beremisi tinggi. Ditambah pengembangan energi terbarukan lainnya, ketahanan energi Asia menjadi lebih kuat. “Namun, walau target yang ambisius itu penting, implementasinya perlu diperhatikan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pertumbuhan kapasitas PLTS di Asia diperkirakan akan mencapai 22% per tahun hingga 2030. Namun, Analis Keuangan Energi IEEFA Norman Waite menambahkan, ekspansi energi surya membutuhkan investasi untuk pembangunan jaringan listrik dan reformasi pasar energi. “Untuk jangka pendek, elemen biaya seperti biaya modal, bahan bakar, operasi, dan perawatan menjadi penting untuk merealisasikan potensi surya di Asia,” ungkapnya.