Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Normalisasi Hubungan Diplomatik antara Ethiopia-Eritrea pada Tahun 2018
5 Desember 2023 14:16 WIB
Tulisan dari Advenadi Denisa tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ethiopia dan eritrea merupakan dua negara bertetangga yang terletak di wilayah tanduk afrika. Eritrea merdeka pada tahun 1993 atas referendum yang didukung ethiopia, dengan Isaias Afwerki sebagai presidennya. Setelah merdeka hubungan Ethiopia dan eritrea berjalan baik hingga ketegangan terjadi dikarenakan kebijakan ekonomi dan sengketa perbatasan antara kedua negara yang akhirnya menimbulkan konflik.
ADVERTISEMENT
Tahun 1998 Ethiopia mengirimkan pasukan ke perbatasan eritrea demi merebut kota Badme yang menjadi perbatasan antara kedua negara dan menimbulkan perang terbuka. Pada tahun 2000 kedua negara sepakat menandatangani perjanjian Aljir yang berisi tentang mengakhiri perang secara permanen dan menahan diri dari penggunaan kekuatan militer, hal ini menyebabkan kedua negara dalam fase tidak perang namun tidak berdamai selama dua dekade (1998-2018). Konflik kedua negara baru berakhir pada tahun 2018 setelah pemerintah Ethiopia menujuk perdana menteri baru yaitu Abiy Ahmed Ali dan upaya normalisasi hubungan diplomatik ethiopia-eritrea dimulai.
Perdana menteri Abiy Ahmed Ali membuat keputusan sekaligus undangan kepada Eritrea mengenai pernyataan perdamaian. Hal ini disambut baik oleh Presiden Eritrea, Isaias Afwerki dan mengirimkan delegasinya ke Addis Abba, Ethiopia untuk melakukan negosiasi terkait perdamaian. 26 juni 2018, menteri luar negeri Eritrea, Osman Saleh Muhammed mengunjungi Ethiopia untuk pertemuan bilateral pertama sejak dua dekade dan sepakat bahwa kedua negara akan membangun kembali hubungan diplomatik mereka.
ADVERTISEMENT
Perdana menteri Ethiopia, Abiy Ahmed Ali mengunjungi Eritrea pada 8 Juli 2018 dengan tujuan mengakhiri konflik kedua negara dan membangun kembali hubungan yang terputus sealma 20 tahun. Perdana menteri Ethiopia dan Presiden Eritrea melakukan pertemuan pada tanggal 9 juli 2018 untuk penandatanganan Joint Declaration of Peace and Friendship sebagai penanda berakhirnya konflik antara kedua negara. Perjanjian tersebut berisi tentang berakhirnya konflik kedua negara, membangun kerja sama politik dan ekonomi, pembukaan kedutaan besar, keputusan mengenai batas wilayah, dan menjamin perdamaian antara kedua negara
Krisis politik dan perekonomian Ethiopia sejak tahun 2015 yang membawa kondisi negaranya diambang peperangan sipil. Tuntutan reformasi dari masyarakat setelah terpilihnya Abiy Ahmed Ali sebagai perdana menteri yang baru khususnya demi memperbaiki politik dan perekonomian Ethiopia. Stabilitas internal kedua negara dimana ethiopia mengalami reformasi dalam upaya mengatasi ketegangan internal sedangkan eritrea memiliki stabilitas yang relatif baik. Rezim abiy ahmed ali melihat bahwa kestabilan politik ethiopia tidak dapat tercapai selama hubungan ethiopia-eritrea tidak dinormalisasikan. Baik Ethiopia maupun Eritrea menyadari bahwa konflik berkepanjangan tidak menguntungkan kedua belah pihak. Terdapat kesadaran bersama bahwa normalisasi hubungan akan membawa manfaat ekonomi, keamanan, dan stabilitas regional.
ADVERTISEMENT
Ethiopia dan Eritrea sama sama membuka kedutaan luar negerinya dengan tujuan memperkuat hubungan diplomatiknya setelah kedua negara sepakat mengakhiri konflik. Penarikan masing-masing pasukan militer dari wilayah perbatasan dan pembukaan perbatasan Ethiopia-Eritrea setelah 20 tahun berkonflik. Membangun pos pemeriksaan di perbatasan wilayah yang disertai dengan perbaikan rute jalan yang menghubungkan Ethiopia dengan Eritrea
Perdana menteri Ethiopia dan Presiden Eritrea melakukan kunjungan ke beberapa proyek pembangunan di Ethiopia termasuk pusat penelitian dan observatorium. Konflik antara Ethiopia dan Eritrea memiliki dampak positif pada keamanan dan stabilitas regional. Dengan normalisasi hubungan, ketegangan regional dapat mereda, mengurangi risiko konflik lintas perbatasan, dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi negara-negara di sekitarnya. Ini juga membuka peluang untuk kerja sama regional yang lebih luas dalam berbagai isu penting
ADVERTISEMENT