Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Nelayan dalam Bingkai Kemiskinan Ekstrem
9 Maret 2023 16:17 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Afi Erdika Tito Primadani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kontribusi nelayan di Indonesia tidak hanya dari sisi pemenuhan kebutuhan gizi dan pangan masyarakat, melainkan implikasi terhadap pendapatan negara melalui retribusi hasil tangkapan ikan dan usaha perikanan yang berpengaruh dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Mengingat peran nelayan yang signifikan bagi negara, seharusnya pemerintah wajib menjamin hak dan kesejahteraan masyarakat nelayan.
ADVERTISEMENT
Realita kehidupan nelayan saat ini justru berbanding terbalik dengan manfaat yang diberikan kepada negara. Nelayan teridentifikasi sebagai komponen masyarakat yang masuk dalam jurang kemiskinan ekstrem.
Sebagai negara kepulauan, luas wilayah Indonesia mencapai 7,81 juta kilometer persegi (km2) dan terdiri dari 17.499 pulau. Indonesia juga memiliki biota laut dengan jumlah besar mencapai 8.500 spesies ikan, 950 jenis terumbu karang dan 555 spesies rumput laut. Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai negara dengan potensi kekayaan sumber daya kelautan terbesar di dunia.
Guna meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonomi nelayan, negara sewajarnya dapat menjamin taraf hidup yang layak bagi masyarakat nelayan. Dengan harapan, nelayan mampu keluar dari zona kemiskinan melalui pemanfaatan potensi sumber daya kelautan dan perikanan yang ada. Akan tetapi, segala potensi yang dimiliki menjadi absurd mengingat realita kehidupan nelayan di Indonesia yang jauh dari konteks sejahtera.
ADVERTISEMENT
Fakta sebenarnya menunjukkan, bahwa nelayan merupakan kelompok masyarakat yang tergolong miskin dan dianggap sebagai kelompok masyarakat yang termiskin dari yang miskin (the poorest of the poor), sehingga menyebabkan realita kehidupan nelayan bertolak belakang dengan ruang lingkup kesejahteraan.
Menurut Hulme (2004), kondisi tersebut dinilai berbahaya karena kemiskinan yang berkepanjangan akan mendorong keluarga terjebak dalam zona kemiskinan, sehingga mengakibatkan kemiskinan kronis (selalu miskin) yang sulit untuk diselesaikan. Kemiskinan kronis disebabkan oleh status ekonomi yang rendah, kondisi geografis dan agroekologi yang tidak mendukung, serta keterbatasan akses terhadap infrastruktur dasar.
Rendahnya kualitas kesejahteraan nelayan semakin parah dengan tingginya jumlah penduduk miskin ekstrem di Indonesia. Hingga saat ini, nelayan menjadi salah satu kelompok yang rentan terhadap kemiskinan ekstrem.
ADVERTISEMENT
Data Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem (P3KE) Tahun 2022 merilis, jumlah nelayan miskin ekstrem dalam kategori pekerjaan keluarga sebesar 555.720 atau sekitar 8,8 persen dari total penduduk miskin ekstrem di Indonesia (desil 1) Tahun 2022 yaitu 6.289.167 keluarga. Data tersebut menunjukkan, bahwa esensi dari keadilan ekonomi bagi masyarakat nelayan masih belum terpenuhi hingga sekarang.
Terpenuhinya kualitas kesejahteraan merupakan instrumen penting yang dibutuhkan dalam memberikan proteksi bagi kehidupan nelayan. Bentuk idealitas kesejahteraan sudah sewajarnya dipenuhi oleh negara, sebagai wujud implementasi keadilan sosial (social justice) untuk nelayan. Dengan begitu, pengamalan dari Pancasila yakni sila kelima dapat dirasakan oleh seluruh komponen masyarakat.
Badan Pusat Statistik Republik Indonesia (BPS) mencatat, nelayan memberikan kontribusi cukup signifikan terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional Tahun 2022 Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) yaitu sebesar 2,58 persen.
ADVERTISEMENT
Kontribusi dari nelayan turut berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi Indonesia pada Tahun 2022 sebesar 5,31 persen. Laju pertumbuhan ekonomi nasional mengalami tren positif yaitu tumbuh sebesar 3,70 persen, jika dibandingkan dengan capaian pada tahun 2021.
Implementasi program kebijakan pemerintah kepada nelayan dari sisi sosial-ekonomi seharusnya dapat meminimalisasi beban pengeluaran kelompok miskin ekstrem, serta meningkatkan kapasitas ekonominya. Akan tetapi, intervensi kebijakan yang direalisasikan masih belum optimal.
Padahal, pemerintah telah mengeluarkan segudang kebijakan strategis untuk nelayan yang diaktualisasikan dalam bentuk program bantuan meliputi, bantuan sosial tunai dan non tunai, kredit usaha rakyat (KUR) untuk nelayan, bantuan premi asuransi untuk nelayan, bantuan alat penangkapan ikan (API) dan mesin kapal, bantuan subsidi BBM untuk nelayan kecil, serta program diversifikasi usaha bagi keluarga nelayan.
ADVERTISEMENT
Terdapat enam isu strategis dan tantangan percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem di wilayah kantung nelayan. Pertama, rendahnya kualitas teknologi alat tangkap ikan. Kedua, terbatasnya akses terhadap infrastruktur dasar seperti jalan, air bersih, prasarana, dan fasilitas kesehatan.
Ketiga, kondisi fluktuasi lingkungan akibat cuaca buruk dan ketersediaan ikan pada musim tertentu. Keempat, kualitas sumber daya manusia nelayan yang rendah. Kelima, keterbatasan modal untuk operasional nelayan ketika berlayar. Keenam, terbatasnya aksesibilitas pasar dikarenakan ketergantungan terhadap pengepul. Keenam, banjir rob yang merendam perumahan nelayan di wilayah pesisir.
Pengambilan keputusan (decision making) yang solutif-efektif menjadi aspek penting dalam menyusun skema kebijakan. Keputusan yang tepat berpengaruh terhadap kualitas kebijakan yang diaktualisasikan oleh pemerintah. Selama ini, pemerintah dinilai kurang tepat dalam mengatasi permasalahan kemiskinan ekstrem di wilayah kantung nelayan.
ADVERTISEMENT
Solusi strategis dalam mewujudkan percepatan pengentasan kemiskinan ekstrem di wilayah kantung nelayan dapat dilakukan melalui enam tahap. Pertama, revitalisasi data kartu pelaku usaha kelautan dan perikanan (KUSUKA) sebagai basis data perikanan nasional. Kedua, penguatan program diversifikasi usaha nelayan melalui implementasi kebijakan yang bersifat “enaktif” dengan konsep learning by doing.
Ketiga, pemberian bantuan berupa alat tangkap ikan, mesin kapal dan kapal wajib disesuaikan dengan kondisi geografis setiap wilayah. Keempat, optimalisasi bantuan pembiayaan bagi nelayan berupa bantuan modal usaha non bunga dan agunan. Kelima, pendirian koperasi nelayan dalam meningkatkan aksesibilitas pasar dan kemandirian usaha perikanan. Keenam, peningkatan kualitas sumber daya manusia nelayan berbasis literasi finansial.