Konten dari Pengguna

Mari Bersepakat Kalau Pacaran Itu Tidak Haram

Afiqul Adib
Alumni UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Tinggal di Lamongan.
17 Maret 2021 7:13 WIB
comment
60
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Afiqul Adib tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi wanita berkerudung.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi wanita berkerudung.
ADVERTISEMENT
Apakah dengan memanggil abi dan umi membuat pacaran terlihat islami? Apakah dengan mengingatkan pacar untuk salat membuat pacaran di anggap halal? Sudah putusin aja.
ADVERTISEMENT
Hidup di era milenial adalah tantangan tersendiri bagi kita. Di era ini banyak sekali kemudahan yang kita dapat, termasuk kemudahan untuk pamer. Media sosial menjadi tempat ternyaman untuk pamer bagi kebanyakan orang (termasuk saya).
Ada yang pamer harta, jabatan, foto liburan, bahkan foto wisuda wisuda. Wok, mentang-mentang saya belum wisuda.
Selain foto wisuda, hal yang membuat saya mangkel adalah pamer pasangan.
Ada yang foto dengan gandengan tangan, duduk bersebelahan, dan masih banyak lagi yang menurut kebanyakan orang adalah sebuah kemesraan.
Jika anda tinggal di kota, maka anda akan melihat tiap tempat, tiap waktu, ada saja orang yang pacaran, apalagi malam minggu. Sungguh tekanan yang luar biasa.
Namun, meski saya tidak punya pasangan, saya kok agaknya kurang setuju dengan argumen bahwa pacaran itu haram karena mendekati zina.
ADVERTISEMENT
Pertama, perlu diketahui bahwa pacar menurut KBBI adalah teman lawan jenis yang memiliki hubungan berdasarkan kasih.
Dari pengertian tersebut, tidak akan kita temukan kata zina atau haram. Argumen bahwa pacaran mendekati zina sepertinya kurang masuk akal.
Jika diharamkannya pacaran sebab mendekatkan kepada zina, maka seharusnya sekolah juga diharamkan karena berdekatan dengan lawan jenis, zina mata tuh.
Sosial media juga haram, karena bisa melihat foto lawan jenis. Astaghfirullah, zina mata.
Jika diteruskan, maka bisa saja semua aktivitas yang kita lakukan menjadi haram. Bahkan bisa-bisa manusia juga haram karena tempatnya salah dan lupa. Duh ngeri.
Bagi saya, akan lebih logis jika yang diharamkan bukan pacaran, namun cara orang dalam berpacaran. Tentunya kedua hal tersebut adalah berbeda.
ADVERTISEMENT
Pacaran adalah kesepakatan untuk saling mencintai, sedangkan cara berpacaran itu misalnya: Nonton bioskop, gandengan tangan, jalan-jalan ke pantai, atau melakukan lamaran.
Gaya berpacaran tiap orang pastinya berbeda. Ada yang positif, ada juga yang negatif. Semua tergantung masing-masing individu menyikapi keinginan dan batasan.
Ibaratnya gini, hanya karena pisau bisa mengakibatkan kematian, apakah pisau menjadi benda yang haram?
Jika ada orang yang membunuh menggunakan pisau, maka yang perlu disalahkan bukan pisaunya, tapi orangnya.
Faktanya, ketika ada orang yang menggunakan pisau untuk membunuh, yang di penjara adalah orangnya, bukan pisaunya.
Yang kedua, pacaran itu menjalin hubungan kasih sayang dalam rangka saling mengenal satu sama lain.
Dalam agama pun kita diharuskan untuk saling menyayangi. Apalagi rasa sayang adalah sebuah bentuk emosi yang tidak bisa kita tolak.
ADVERTISEMENT
Sudjiwo Tejo pernah mengatakan, “kamu bisa berencana menikahi siapa, tapi tak dapat kau rencanakan cintamu untuk siapa.” Cinta itu seperti tertawa, tidak bisa ditahan-tahan.
Memangnya apa salahnya saling mencintai? Jika ekspresi dalam mencintai adalah membentuk sebuah hubungan yang dinamai “pacaran” maka boleh dong, yang penting kan tujuannya positif.
Misalnya saling mengenal dan memahami untuk mempersiapkan diri duduk berdua dalam suatu ruangan yang sakral, kemudian orang di sekitar mengucapkan “sah” diiringi hamdalah.
Yang ketiga, pacaran dan taaruf itu tidak berbeda, alias sama. Bedanya hanya dalam tatanan bahasa saja. Pacaran itu saling mengenal, yang jika diterjemahkan dalam bahasa Arab adalah taaruf.
Lantas, kenapa kita perlu saling mengenal terlebih dahulu? bukankah lebih baik jika langsung menikah saja?
ADVERTISEMENT
Jadi gini, hewan saja kalau kawin pasti melewati fase saling kenal. Itu pun kadang kandas.
Tidak semua hewan yang kita jodohkan akan berakhir dengan penerimaan, kadang juga ada penolakan beserta kegalauan di antara mereka.
Itu hewan yang tidak punya akal loh, ya. Apalagi manusia yang punya akal. Tentunya membutuhkan masa yang lebih panjang untuk memutuskan hidup berdampingan.
Tapi memang ada sih beberapa orang yang melewati fase saling mengenal dengan singkat dan langsung menikah. Namun agak jarang yang seperti ini.
Logikanya seseorang yang mau menikah membutuhkan waktu untuk saling mengenal terlebih dahulu, yang durasinya menyesuaikan kondisi dan situasi masing-masing pribadi.
Saling mengenal memang tidak wajib, namun ibarat membeli kucing dalam karung, bukankah lebih baik saling mengenal terlebih dulu?
ADVERTISEMENT
Sehingga kita benar-benar paham dengan siapa orang yang akan kita ajak untuk menjadi rekan bersama selamanya.
Poin saya adalah, jika tujuan pacaran adalah untuk saling mengenal untuk kemaslahatan masa depannya, maka harusnya boleh-boleh saja dong.
Namun walaupun sering ingetin salat, zakat, puasa haji, ataupun pacarannya manggil abi dan umi, jika tujuannya melampiaskan nafsu, maka pacaran yang seperti ini tentu saja tidak layak untuk dilakukan (apalagi anda jomblo).
Jadi sekali lagi, halal atau haramnya pacaran itu tergantung dengan tujuan anda sekalian. Bukankah dalam Islam diajarkan bahkan pekerjaan seperti makan saja bisa menjadi ibadah kalau niatnya baik.
Dan terakhir, untuk kalian semua, jangan pernah mengharamkan pacaran hanya karena kalian jomblo!
dalam Alquran, kehamilan sering disebut sebagai kabar gembira Foto: Shutterstock