Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Medsos & FoMO: Ancaman bagi Mental yang Tak Disadari!
29 November 2024 13:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Agita Ayu Ciptiyani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Netizen Indonesia sudah tidak lagi asing dengan boneka Labubu yang akhir-akhir menggemparkan jagat media sosial. Banyak orang yang rela antre berjam-jam hanya untuk mendapat sebuah boneka Labubu yang langka, akibat demand tinggi karena diviralkan oleh Lisa, personel grup BlackPink. Media sosial sangat berpengaruh positif terhadap perilaku FoMO – Fear of Missing Out dari kelangkaan yang dipromosikan menurut Dhamiri, dkk dalam (Alfian, 2024). Perilaku ini dapat membuat orang merasa tertekan sehingga mengalami depresi, stress, dan cemas berkepanjangan karena tidak dapat mengikuti semua tren yang ada.
ADVERTISEMENT
Mari kita ulik apa saja sih yang disebabkan FoMO ke kesehatan mental kita?
FoMo dan Kecemasan Sosial
Fenomena FoMO menjadi salah satu hal yang menyebabkan seseorang mengalami kecemasan sosial. Seperti saat temannya sedang membahas dan memamerkan boneka Labubu koleksi terbarunya, sedangkan yang tidak punya akan merasa minder seolah – olah tertinggal dari gengnya. Lama kelamaan perasaan itu akan menjadi tekanan batin dan berakhir menarik dirinya dari pergaulan. Seperti yang dinyatakan oleh Alfian (2024) hal ini terjadi karena adanya keinginan untuk terus melihat aktivitas orang lain agar tidak merasa tertinggal yang pada akhirnya memicu kecanduan media sosial. Jadi terdapat keterikatan yang sangat kuat antara FoMO dengan kecemasan sosial dan menciptakan siklus negatif.
ADVERTISEMENT
Ketidakpuasan terhadap Diri Sendiri
Selanjutnya, disaat seseorang tidak mampu mengikuti tren yang ada, seperti membeli boneka Labubu ia akan mulai membandingkan dirinya dengan orang lain yang punya. Seperti “Kenapa ya aku ga bisa beli juga kaya mereka?” “Ih aku kudet banget ya.” “Keren deh mereka bisa beli, sedangkan aku ga bisa.” Perbandingan ini akan memicu ketidakpuasan terhadap dirinya, yang awalnya mereka telah merasa cukup dengan hidupnya jadi merasa kekurangan karena tidak dapat mengikuti tren. Lama kelamaan, rasa percaya diri mereka terkikis dan memperburuk kondisi mental mereka.
Siklus Negatif FoMO terhadap Stres Psikologis
Tekanan dan kecemasan yang timbul dari ketidakmampuan mengikuti tren dapat menciptakan lingkaran setan terhadap stress psikologis diri. Sebagaimana yang dikatakan Alfian (2024) dalam artikelnya "kecemasan dan stres yang dihasilkan dari tekanan sosial untuk mengikuti tren dapat menciptakan siklus negatif, di mana individu terus mencari pengalaman yang dapat meningkatkan kepuasan sosial namun pada saat yang sama mengorbankan kesejahteraan emosional mereka.” Seseorang akan terus berusaha mendapatkan apa yang dianggap “kekinian” dan “keren” oleh orang lain walaupun itu tidak berguna. Ini dilakukan mereka hanya untuk mengikuti tren, menjadikan rasa puas yang diinginkan tidak pernah tercapai akibat tekanan sosial yang terus mengikis rasa tenang dalam diri mereka. Dengan itu, mereka akan terus terperangkap dalam perasaan tertinggal dan cemas.
ADVERTISEMENT
Meskipun FoMO sangat melekat pada kehidupan kita, namun kita harus menyadari bahwa dampak buruknya sangat besar juga bagi kesehatan mental. Jangan sampai perasaan cemas, minder, dan stress yang disebabkan FoMO akan tren membuat kita tidak bahagia. Tidak selamanya apa yang di anggap “keren” oleh orang-orang itu hal yang baik dan membahagiakan bagi kita. Lebih baik bersyukur dan berbahagia dengan apa yang kita miliki. Ingat, tren akan terus berganti, namun kesehatan mental kita akan abadi.
Daftar Pustaka:
Alfian, I. (2024). FoMO dan Media Sosial : Dampak Perilaku Konsumtif Terhadap Kesehatan Mental dan Keuangan dari Perspektif Islam. Profjes, 03(02).