Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Magisnya Humor Bapak-bapak: Keceriaan dalam Kesederhanaan
19 November 2023 12:59 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Agung Rifna Ajie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah kegiatan rutin yang seringkali membosankan di tempat kerja, saya sering menemukan kesegaran dalam humor bapak-bapak (dad jokes) di sekitar saya. Meskipun lelucon mereka cenderung kuno, garing, dan tentu saja tidak bermutu, kehadiran mereka memberikan sentuhan yang cukup menyenangkan.
ADVERTISEMENT
Lelucon yang jauh dari kata lucu (walaupun bapak-bapak ini yakin betul leluconnya lucu) seperti "ingin makan malam tapi masih siang!", "jantung pisang yang deg-degan", atau "menepuk nyamuk, nyamuknya menjadi imam”. Bagi saya sendiri, kelucuannya justru terletak pada keanehan saya yang malah menertawakan mereka.
Momen-momen seperti itu bukan hanya obat penyegar di tengah kesibukan, tapi juga menciptakan ikatan akrab di antara kami. Dengan humor receh mereka, ketegangan terhapus, kebahagiaan muncul, dan suasana menjadi hangat. Seolah menjadi jembatan untuk merayakan keceriaan dalam keseriusan.
Seorang rekan yang merangkap menjadi filsuf dadakan dengan yakin mengatakan bahwa humor bapak-bapak di tempat kerja adalah cermin sehatnya lingkungan kerja. Baginya, humor menunjukkan keseimbangan antara tanggung jawab dan kebahagiaan. Saya sedikit mengamini, walaupun dalam sudut pandang saya terkadang humor mereka malah terlihat seperti pelarian untuk meredakan atmosfer yang cenderung toksik.
ADVERTISEMENT
Mungkin, terhiburnya saya dengan humor bapak-bapak ini adalah tanda bahwa saya semakin menua. Saya mulai menemukan kesenangan dalam kepolosan dan kesederhanaan dari lelucon mereka. Saya juga menyadari betapa berharganya menjalani hidup dengan ringan dan tidak terlalu serius..
Saat saya menggali lebih dalam, ternyata saya tidak sendiri.
Pada platform media sosial Reddit, terdapat komunitas yang dikenal sebagai r/DadJokes dengan sekitar 9 juta anggota yang secara khusus berbagi humor ala bapak-bapak. Google Buku mencatat tidak kurang 300 buku eksklusif yang mengumpulkan contoh-contoh dari jenis humor ini, dan hal yang serupa terjadi di Buzzfeed dengan sejumlah artikel yang melimpah berisi kumpulan lelucon khas bapak-bapak.
Di Indonesia, terdapat sebuah grup Facebook yang disebut "Menjadi Bapak-bapak: Bagian Pengantar" dengan anggota sekitar 50 ribu, yang memiliki konten serupa. Ini menjadi bukti bahwa humor semacam ini diterima dan merembes dengan alami dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Apa yang membuat humor bapak-bapak ini sebenarnya lucu (atau bahkan tidak lucu)? Para ahli sejak zaman Yunani telah lama berdebat mengenai hal ini. Pandangan kontemporer, seperti yang dijelaskan oleh McGraw & Warren menjelaskan bahwa humor muncul dari pelanggaran terhadap norma. Nah, humor bapak-bapak ini banyak muncul dari pelanggaran norma linguistik atau permainan kata yang ambigu dan memiliki banyak makna.
Humor mereka umumnya ramah dan tidak kasar, apalagi menyakitkan hati atau cabul. Itulah yang membuatnya sehat dan sesuai untuk diceritakan kepada anak-anak. Tapi karena ini pulalah humor mereka cenderung dianggap basi dan hambar.
Bagi saya itulah letak daya tariknya. Kejenakaan mereka tidak membutuhkan kompleksitas dan kecerdasan yang tinggi untuk dipahami. Mereka sederhana, lugas, dan universal. Sehingga mampu merembes dengan alami dalam kehidupan sehari-hari.
ADVERTISEMENT
Ketika kita merenung lebih dalam, humor bapak-bapak tidak hanya menghadirkan tawa, tetapi juga menciptakan lingkungan yang inklusif dan ramah. Mereka memperlihatkan bahwa keceriaan tidak selalu harus rumit, dan terkadang, kebahagiaan dapat ditemukan dalam kepolosan dan keunikan setiap kata yang terucap.
Ketika hampir selesai menulis artikel ini, di grup Whatsapp muncul pesan dari gambar yang isinya “Pack, mau nAnya, kaLo mAnas1n motor, Enaknya diREbus apa diG0reng?.” Aduh, apa saya harus menarik kembali kata-kata pujian untuk humor bapak-bapak tadi?.