Konten dari Pengguna

Menua di Tempat Kerja

Agung Rifna Ajie
Pengajar dan Content Writer, Instagram: @agungrifna
14 November 2023 13:42 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Rifna Ajie tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi bekerja. Foto: Freepik
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi bekerja. Foto: Freepik
ADVERTISEMENT
Saya menulis artikel ini di kafe kopi mungil di daerah Surapati, Bandung. Bukan karena ingin menikmati suasana yang syahdu nan romantis, ditemani perasaan kesendirian dengan backround musik indie dan suara klakson kendaraan yang lalu-lalang. Saya cuma numpang ngecas handphone sambil nunggu adik ujian CPNS.
ADVERTISEMENT
Bagi saya atmosfer kafe kopi yang filosofis itu sudah lewat meski kadang sedikit rindu juga. Nongkrong di kafe yang interiornya instagramable dengan nama yang kesenja-senjaan ditemani secangkir es kopi latte dan tahu lada garam sambil nangis. Duh, nikmatnya.
Meski hidup tak lagi terasa layaknya tokoh di novel romance, bukan berarti saya tidak menikmatinya. Segelas kopi (sasetan) buatan kawan yang diminum selusin orang dengan bergantian saat waktu jeda kerja pun rasanya cukup menyenangkan juga. Meskipun sedikit takut, tapi saya (sepertinya) sudah siap untuk menua di tempat kerja.
Konon bagi kebanyakan dari kita, sebagian besar hidupnya atau sekitar 90.000 jam waktunya dihabiskan di tempat kerja (gettysburg.edu). Maka dari itu, menjadi kewajiban untuk menikmati pekerjaan yang kita punya (jika ingin hidup bahagia).
ADVERTISEMENT
Namun menua dan bekerja bukanlah kisah-kisah yang mudah untuk diromatisasi, bahkan dunia dengan perlahan seakan tampak mulai kehilangan pesonanya. Petualangan hidup yang penuh cinta tergantikan dengan tanggung jawab dan perjuangan mencari penghidupan untuk esok hari. Ini juga keren, tapi bukan seperti hidup yang saya bayangkan waktu masih remaja saat membaca novel tugas dari guru bahasa Indonesia.
Tidak ada petualangan yang epik dan perjalanan emosional yang mendalam, bahkan mungkin kita hanyalah tokoh sampingan sebagai pelengkap protagonis utama. Kadangkala kita juga sering menemukan diri ini terperangkap dalam siklus harian yang repetitif — bangun, pergi bekerja, pulang, menunggu malam, tidur dan mengulangi semuanya keesokan harinya.
Petualangan saya (sampai saat ini) hanya sebatas bekerja dan menunggu menjadi tua. Pekerjaan ini pun bukanlah pekerjaan yang rumit seperti yang dilakukan Openheimer dan kecil kemungkinan ada pertemuan cinta selayaknya Tom Hansen dan Summer di 500 Day of Summer.
ADVERTISEMENT
Meskipun begitu sejujurnya saya cukup menikmati pekerjaan ini atau malah mungkin sebenarnya saya terpaksa menikmati karena hanya inilah pekerjaan yang saya tahu mendatangkan uang untuk menyambung hidup. Entah mana dari kedua hal itu yang benar, karena dipikir sejauh apa pun saya tetap berada di situasi yang sama. Ini mungkin yang kata orang adalah kondisi setelah melewati Quarter Life Crisis atau manakala menerima realita yang tak lagi sama dengan idelaisme.
Saya tentu tak sendirian. Seorang teman, dulunya anti bekerja kantoran, bercita-cita hidup layaknya kisah musisi sukses seperti Paul McCartney. Namun, setelah lulus kuliah, masalah keuangan dan tanggung jawab keluarga membuatnya harus menerima kenyataan dan mengorbankan angan-angannya. Yang saya tahu dia tetap bahagia.
ADVERTISEMENT
Ini bukanlah upaya meremehkan cita-cita atau menghakimi keputusan untuk hidup sesuai dengan impian. Banyak biografi kesuksesan dari zero to hero yang memotivasi dan menginspirasi banyak orang. Namun, realitas hidup seringkali memaksa kita untuk menyesuaikan diri dan menerima situasi yang tidak selalu sesuai dengan idealisme kita.
Lagi pula apa salahnya menjalani hidup yang tidak sesuai skenario yang kita tulis. Sebaliknya, itu mungkin kesempatan untuk tumbuh dan berkembang dalam cara yang mungkin tidak pernah kita bayangkan sebelumnya. Menerima hidup apa adanya bisa menjadi langkah awal menuju kedamaian batin dan kepuasan yang sesungguhnya.
Dibalik itu, tubuh pasti akan menua. Namun, tidak semua orang siap untuk menjadi tua. Mungkin menua di tempat kerja bukanlah pilihan hidup yang buruk asal bahagia.
ADVERTISEMENT