Konten dari Pengguna

Kecerdasan Kolektif, Superorganisme, dan Altruisme: Pilar Indonesia Emas

Agung Stefanus Kembau
Dosen Program Studi Bisnis Digital Universitas Bunda Mulia, Memiliki Antusias Digital Consumer Behavior dan Behavioral Economics
20 Oktober 2024 10:50 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Stefanus Kembau tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Sumber: Foto dari Dikaseva, Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Sumber: Foto dari Dikaseva, Unsplash
Salah satu implementasi konkret dari kecerdasan kolektif yang bisa diambil oleh Prabowo adalah memperkuat platform-partisipasi berbasis teknologi yang melibatkan seluruh elemen masyarakat dalam pengambilan keputusan publik. Penggunaan teknologi seperti big data dan kecerdasan buatan (AI) untuk memetakan kebutuhan masyarakat dan menciptakan kebijakan berbasis data adalah langkah penting. Pemerintah bisa mendorong lebih banyak keterlibatan publik dalam pembuatan kebijakan melalui survei daring, diskusi publik virtual, dan pemantauan transparan terhadap proyek-proyek nasional.
ADVERTISEMENT

Superorganisme: Kolaborasi yang Diperlukan untuk Stabilitas Nasional

Superorganisme adalah konsep biologis yang menggambarkan bagaimana individu-individu di dalam suatu sistem bekerja bersama untuk mencapai tujuan kolektif yang lebih besar, di mana fungsi individu menjadi bagian dari sistem yang lebih besar. Koloni semut dan lebah adalah contoh klasik dari superorganisme di mana setiap anggota memiliki tugas tertentu yang berkontribusi pada kelangsungan hidup seluruh koloni.
Dalam konteks Indonesia, konsep ini dapat diterapkan dalam menciptakan bangsa yang saling terhubung, di mana setiap daerah, suku, dan elemen sosial bekerja sama dalam satu kesatuan yang harmonis. Namun, data menunjukkan bahwa ketimpangan sosial di Indonesia masih signifikan. Indeks Gini yang berada di angka 0,379 pada tahun 2024 adalah indikasi bahwa kesenjangan sosial dan ekonomi tetap menjadi tantangan utama. Ketimpangan ini mencerminkan kegagalan integrasi di antara elemen-elemen masyarakat, yang berpotensi mengganggu stabilitas nasional.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Prabowo harus fokus pada mengatasi kesenjangan ini jika ingin menciptakan superorganisme yang efektif. Salah satu strategi penting adalah memperkuat desentralisasi yang efektif dengan memastikan bahwa setiap daerah memiliki kapasitas yang sama dalam hal pembangunan ekonomi, akses pendidikan, dan infrastruktur. Program seperti Dana Desa dan kebijakan redistribusi fiskal harus lebih diarahkan untuk mengatasi kesenjangan pembangunan antar-daerah, khususnya di wilayah-wilayah timur Indonesia yang masih tertinggal dibandingkan pulau Jawa.
Lebih dari itu, konsep superorganisme harus terwujud dalam hubungan antara pemerintah pusat dan masyarakat sipil. Pemerintah tidak boleh melihat dirinya sebagai aktor tunggal dalam pembangunan, tetapi harus menjadi fasilitator yang memungkinkan elemen-elemen masyarakat, swasta, dan akademisi bekerja sama untuk mencapai tujuan nasional. Dalam dunia yang semakin kompleks, tantangan-tantangan seperti perubahan iklim, ketahanan pangan, dan teknologi membutuhkan kolaborasi lintas sektoral dan antar-disiplin yang berfungsi seperti ekosistem superorganisme yang saling mendukung.
ADVERTISEMENT

Altruisme: Pilar Moral dalam Membangun Solidaritas Sosial

Sikap altruistik, yaitu tindakan mengutamakan kepentingan orang lain di atas kepentingan pribadi, sangat diperlukan dalam membangun solidaritas sosial di tengah tantangan besar seperti ketidaksetaraan, bencana alam, dan krisis ekonomi. Di Indonesia, nilai gotong royong yang secara historis kuat adalah wujud nyata dari altruisme dalam konteks sosial. Namun, apakah nilai ini masih relevan di era digital dan individualisme saat ini?
Pandemi COVID-19 telah menguji sejauh mana sikap altruistik masih hidup dalam masyarakat. Meskipun kita menyaksikan banyak inisiatif sosial yang muncul, seperti bantuan makanan dan donasi untuk tenaga kesehatan, kita juga melihat kesenjangan akses terhadap layanan kesehatan dan vaksinasi yang merugikan kelompok rentan. Ini menunjukkan bahwa altruisme di tingkat komunitas tidak selalu diimbangi oleh kebijakan publik yang mendukung pemerataan kesejahteraan.
ADVERTISEMENT
Pemerintahan Prabowo harus memprioritaskan kebijakan yang mengedepankan keadilan sosial sebagai fondasi untuk memperkuat solidaritas nasional, terutama dalam sektor pendidikan. Program seperti Program Indonesia Pintar harus diperluas dengan memberikan dukungan yang lebih signifikan bagi pelajar dari keluarga kurang mampu di tingkat pendidikan dasar hingga tinggi, termasuk beasiswa penuh yang mencakup biaya pendidikan, tunjangan hidup, dan akses teknologi untuk pembelajaran daring. Selain itu, peningkatan infrastruktur pendidikan di daerah-daerah terpencil harus dipercepat, termasuk penyediaan akses internet dan peralatan belajar yang memadai. Altruisme tidak hanya bisa dituntut dari masyarakat, tetapi juga harus diwujudkan dalam bentuk kebijakan pendidikan yang proaktif, memastikan bahwa seluruh anak Indonesia, tanpa memandang latar belakang sosial atau lokasi geografis, mendapatkan kesempatan yang setara untuk mencapai potensi terbaik mereka.
ADVERTISEMENT
Di era digital, sikap altruistik dapat dimanfaatkan dengan lebih efektif melalui platform berbasis teknologi. Pemerintah harus mendorong lebih banyak inisiatif yang melibatkan partisipasi publik dalam menyelesaikan masalah sosial, seperti penggalangan dana daring untuk proyek-proyek sosial, pendanaan kolektif untuk pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal, atau program berbasis gotong royong digital. Ini bukan hanya tentang bantuan fisik, tetapi juga tentang menghubungkan potensi besar altruisme dengan teknologi modern.

Tantangan di Era Digital: Mewujudkan Indonesia Emas 2045

Meskipun era digital menawarkan berbagai peluang untuk memperkuat kecerdasan kolektif, superorganisme, dan altruisme, ada tantangan signifikan yang perlu dihadapi. Pertama, adalah disinformasi yang menyebar dengan cepat dan sering kali memecah belah masyarakat. Jika tidak diatasi dengan bijak, ini bisa merusak potensi kecerdasan kolektif yang ada. Pemerintah perlu meningkatkan literasi digital dan memastikan bahwa platform media sosial digunakan secara bertanggung jawab.
ADVERTISEMENT
Kedua, adalah ketimpangan digital. Data WeAreSocial 2024 menunjukkan bahwa sekitar 93,4 juta orang Indonesia hingga Januari 2024 masih belum memiliki akses internet yang memadai, terutama di daerah pedesaan. Ini adalah masalah mendesak yang harus diatasi jika kita ingin membangun kecerdasan kolektif yang inklusif dan adil.
Ketiga, adalah polarisasi politik yang semakin kuat di era media sosial. Pemerintahan Prabowo harus mengambil langkah tegas untuk meminimalisir polarisasi ini dengan menciptakan ruang dialog yang terbuka dan inklusif. Kebijakan yang hanya menguntungkan segmen-segmen tertentu dari populasi akan memperparah polarisasi sosial, sementara kebijakan yang mendukung inklusi dan partisipasi semua warga negara akan memperkuat superorganisme nasional.

Kesimpulan: Jalan Menuju Indonesia Emas 2045

Kecerdasan kolektif, superorganisme, dan altruisme adalah tiga pilar utama dalam membangun Indonesia yang siap menghadapi tantangan global di tahun 2045. Namun, potensi ini hanya bisa terwujud jika pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta mampu bekerja sama dalam harmoni. Kepemimpinan Prabowo akan diuji dalam kemampuannya untuk memfasilitasi integrasi dari ketiga konsep ini, memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi negara yang maju secara ekonomi, tetapi juga inklusif secara sosial dan adil dalam pemerataan sumber daya.
ADVERTISEMENT
Masa depan Indonesia bergantung pada bagaimana kita memanfaatkan kecerdasan kolektif untuk menciptakan inovasi, membentuk superorganisme yang terkoordinasi dengan baik, dan menumbuhkan semangat altruistik yang menjadi dasar dari solidaritas sosial. Pertanyaannya adalah: Apakah kita siap meninggalkan egoisme individual dan beralih pada kepentingan kolektif yang lebih besar untuk mencapai Indonesia Emas 2045?