Konten dari Pengguna

Kelemahan Digital Marketing di Indonesia pada Tahun 2024: Sebuah Refleksi

Agung Stefanus Kembau
Dosen Program Studi Bisnis Digital Universitas Bunda Mulia, Memiliki Antusias Digital Consumer Behavior dan Behavioral Economics
12 Agustus 2024 8:57 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Stefanus Kembau tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pelaku Digital Marketing saat ini. Foto: THINKSTOCK
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelaku Digital Marketing saat ini. Foto: THINKSTOCK
ADVERTISEMENT
"Marketing takes a day to learn. Unfortunately, it takes a lifetime to master," ungkapan terkenal dari father of modern marketing Philip Kotler ini seolah menjadi pengingat bagi kita para pemasar untuk berhati-hati dalam menyikapi hegemoni digital marketing saat ini. Memasuki medio tahun 2024, dalam konteks Indonesia, semakin jelas bahwa popularitas digital marketing sebagai sebuah solusi "generic" bagi bisnis tidak datang tanpa kelemahan. Popularitas ini telah memunculkan ekspektasi yang tinggi, yang sering kali tidak realistis. Di balik segala kecanggihan dan kemudahan yang ditawarkan, digital marketing juga membawa tantangan tersendiri yang memerlukan pemahaman mendalam dan strategi yang matang. Sebagai pemasar, kita harus kritis dan bijak dalam memanfaatkan teknologi ini agar tidak terjebak dalam euforia yang tidak berdasar. Mari kita telusuri lebih dalam beberapa kelemahan utama digital marketing di Indonesia dan bagaimana kita dapat mengatasinya.
ADVERTISEMENT

1. Kesenjangan Digital yang Masih Lebar

Penetrasi internet di Indonesia terus mengalami peningkatan signifikan. Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pada tahun 2024, penetrasi internet di Indonesia diperkirakan mencapai 82% dari total populasi, atau sekitar 230 juta pengguna internet. Meskipun demikian, kesenjangan digital antara daerah perkotaan dan pedesaan masih sangat nyata. Akses internet yang tidak merata membuat banyak masyarakat di daerah terpencil tidak dapat menikmati manfaat dari digital marketing secara optimal. Hal ini menjadi tantangan besar bagi bisnis yang ingin menjangkau pasar di seluruh wilayah Indonesia. Meningkatkan literasi digital dan akses internet di daerah pedesaan menjadi suatu keharusan untuk mengatasi masalah ini.

2. Ketergantungan pada Teknologi dan Infrastruktur

Digital marketing sangat bergantung pada infrastruktur teknologi yang andal. Namun, tidak semua daerah di Indonesia memiliki koneksi internet yang stabil dan cepat. Di beberapa wilayah, gangguan jaringan masih sering terjadi. Selain itu, risiko gangguan teknologi seperti serangan siber dan kebocoran data semakin meningkat. Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) menunjukkan bahwa serangan siber di Indonesia meningkat sebesar 25% pada tahun 2024 dibandingkan tahun sebelumnya. Keamanan dan privasi data menjadi isu kritis yang harus dihadapi oleh pelaku bisnis digital. Investasi pada teknologi keamanan dan upaya untuk mematuhi regulasi perlindungan data pribadi menjadi langkah penting untuk mengatasi masalah ini.
ADVERTISEMENT

3. Persaingan yang Semakin Ketat

Dengan semakin banyaknya bisnis yang beralih ke digital marketing, persaingan menjadi sangat ketat. Hal ini menuntut pelaku bisnis untuk terus berinovasi dan mencari cara-cara kreatif untuk menarik perhatian konsumen. Menurut laporan We Are Social dan Hootsuite, waktu yang dihabiskan orang Indonesia untuk mengakses internet pada tahun 2024 adalah rata-rata 9 jam 2 menit per hari. Ini menunjukkan bahwa pasar digital sangat kompetitif dengan banyaknya informasi dan iklan yang bersaing untuk mendapatkan perhatian konsumen. Tanpa strategi yang tepat, bisnis dapat dengan mudah tenggelam di tengah hiruk-pikuk informasi digital yang berlimpah.

4. Perubahan Algoritma yang Tak Terduga

Platform digital besar seperti Google, Facebook, dan Instagram sering kali mengubah algoritma mereka. Perubahan ini dapat berdampak signifikan pada visibilitas dan efektivitas kampanye digital. Bisnis harus selalu siap beradaptasi dengan perubahan ini, yang sering kali memerlukan penyesuaian strategi dan anggaran secara mendadak. Sebagai contoh, perubahan algoritma Facebook pada tahun 2024 yang lebih memprioritaskan konten dari teman dan keluarga daripada halaman bisnis, menyebabkan penurunan signifikan dalam jangkauan organik konten bisnis. Hal ini memaksa bisnis untuk meningkatkan anggaran iklan berbayar untuk mempertahankan visibilitas.
ADVERTISEMENT

5. Biaya yang Tidak Terduga

Meskipun digital marketing dianggap lebih ekonomis dibandingkan dengan pemasaran tradisional, biaya yang dikeluarkan bisa sangat besar. Biaya iklan berbayar, perangkat lunak manajemen, dan tenaga ahli dapat meningkat dengan cepat, terutama di industri yang sangat kompetitif. Data dari Statista menunjukkan bahwa total pengeluaran iklan digital di Indonesia diperkirakan mencapai USD 2,5 miliar pada tahun 2024, naik dari USD 2 miliar pada tahun 2023. Selain itu, biaya per klik (CPC) dan biaya per akuisisi (CPA) dapat menjadi sangat mahal, membebani anggaran pemasaran bisnis kecil dan menengah.

6. Tantangan dalam Mengukur ROI

Mengukur return on investment (ROI) dari kampanye digital marketing bisa menjadi tugas yang rumit. Berbagai metrik dan analitik harus dipertimbangkan untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang keberhasilan kampanye. Tanpa alat analitik yang tepat dan pemahaman mendalam tentang data, bisnis dapat mengalami kesulitan dalam mengevaluasi efektivitas strategi pemasaran mereka. Menurut survei eMarketer, hanya 50% pemasar digital di Indonesia yang merasa yakin dalam mengukur ROI kampanye mereka. Ini menunjukkan bahwa masih banyak yang perlu dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan penggunaan alat analitik di kalangan pelaku bisnis.
ADVERTISEMENT

Konsekuensi dan Langkah Antisipatif

Menghadapi berbagai kelemahan ini, pelaku bisnis di Indonesia harus lebih bijak dalam merancang dan menjalankan strategi digital marketing. Beberapa langkah antisipatif yang dapat diambil antara lain:
ADVERTISEMENT
Digital marketing memang memiliki banyak kelebihan yang menjadikannya pilihan utama bagi banyak bisnis di Indonesia. Namun, dengan menyadari dan mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada, kita dapat memaksimalkan manfaatnya dan mengurangi risiko yang mungkin timbul. Sebagai pengajar di bidang digital marketing, saya mendorong para pelaku bisnis untuk selalu belajar dan berinovasi dalam menghadapi tantangan ini demi mencapai kesuksesan yang berkelanjutan.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Seth Godin, seorang ahli digital marketing terkemuka:
"Digital marketing is no longer about the stuff that you make, but about the stories you tell."
Kutipan ini menekankan pentingnya kreativitas dan inovasi dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat di dunia digital. Dengan pemahaman yang mendalam dan strategi yang tepat, bisnis di Indonesia dapat terus berkembang di tengah tantangan yang ada.
ADVERTISEMENT
Referensi:
APJII. (2023). Laporan Penetrasi dan Profil Pengguna Internet Indonesia 2023. Diakses dari https://apjii.or.id/survei2023
Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). (2023). Laporan Serangan Siber Indonesia 2023. Diakses dari https://bssn.go.id/laporan-serangan-siber-2023
We Are Social, & Hootsuite. (2024). Digital 2024: Indonesia. Diakses dari https://wearesocial.com/digital-2024-indonesia
Statista. (2024). Total Pengeluaran Iklan Digital di Indonesia 2023-2024. Diakses dari https://www.statista.com/statistics/total-digital-ad-spend-indonesia
eMarketer. (2024). Survei Pemasar Digital Indonesia 2024. Diakses dari https://www.emarketer.com/survei-pemasar-digital-indonesia-2024
Godin, S. (n.d.). Quotes by Seth Godin. Diakses dari https://www.goodreads.com/quotes/542232-digital-marketing-is-no-longer-about-the-stuff-that-you
Kotler, P. (n.d.). Quotes by Philip Kotler. Diakses dari https://www.brainyquote.com/quotes/philip_kotler_205517