Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Herindra: Sang Adhi Makayasa yang Menjadi Bos Intelijen Indonesia
17 Oktober 2024 6:00 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Agung Wicaksono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di tengah hangatnya berita mengenai pemanggilan calon menteri, wakil menteri, dan kepala badan untuk mengisi kabinet Presiden Terpilih Prabowo Subianto, satu nama menarik perhatian, yakni Letjen TNI (Purn) Herindra. Sebagai Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan), Herindra turut dipanggil ke kediaman Prabowo di Kertanegara IV untuk bertemu dengan presiden terpilih tersebut. Hanya sehari setelah itu, teka-teki mengenai posisi yang akan ditempati Herindra terungkap. Dalam sebuah wawancara, Ketua DPR-RI Puan Maharani mengonfirmasi bahwa Presiden Joko Widodo telah mengirimkan surat ke DPR pada 10 Oktober 2024 mengenai pergantian Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Jenderal Pol (Purn) Budi Gunawan akan digantikan oleh Herindra.
ADVERTISEMENT
Mekanisme Pergantian Kepala BIN
Walaupun posisi Kepala BIN adalah jabatan setingkat menteri dan bagian dari kabinet, mekanisme pergantiannya berbeda dengan menteri di kementerian. Kepala BIN harus melalui pertimbangan DPR sebagai pemegang kekuasaan legislatif. Ini serupa dengan pergantian Panglima TNI dan Kapolri yang juga harus melalui mekanisme di DPR.
Hal ini wajar mengingat posisi Kepala BIN sangat strategis dan bukan jabatan sembarangan. Kepala BIN adalah pemegang kendali utama arus informasi intelijen di Indonesia, sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2011 tentang Intelijen Negara. Sebagai sumber informasi utama bagi presiden, Kepala BIN berperan penting dalam memberikan informasi tentang situasi dalam dan luar negeri. Kepala BIN melapor langsung hanya kepada presiden. Bahkan, Wakil Presiden pun tidak berhak mengakses informasi tertentu dari BIN tanpa izin atau perintah Presiden. Kepentingan vital posisi ini membuat Prabowo menempatkan kepercayaan penuh kepada orang terdekatnya. Herindra, yang menjabat sebagai Wakil Menteri Pertahanan di bawah Prabowo, dipilih untuk menjadi Kepala BIN.
ADVERTISEMENT
Sepak Terjang Herindra
Herindra adalah lulusan Akmil 1987 dan seangkatan dengan Jenderal (Purn) Andika Perkasa, mantan Kepala Staf Angkatan Darat (KASAD) dan Panglima TNI. Pada 2018, Herindra sempat disebut-sebut sebagai calon kuat pengganti Jenderal TNI Mulyono yang saat itu memasuki masa pensiun. Bersama Andika, mereka dianggap sebagai dua kandidat yang paling layak untuk menjabat sebagai KASAD. Namun, Presiden Joko Widodo pada akhirnya memilih Andika Perkasa sebagai KASAD. Mantan Komandan Pasukan Pengamanan Presiden (Danpaspampres) dan menantu dari orang dekat Jokowi yakni Jenderal TNI (Purn) AM Hendropriyono inilah yang ditunjuk sebagai pemegang pucuk tertinggi di Angkatan Darat.
Herindra, peraih Adhi Makayasa, banyak menghabiskan karier militernya di satuan tempur elit Komando Pasukan Khusus (Kopassus). Ia pernah menjabat sebagai Komandan Jenderal (Danjen) Kopassus, posisi yang membuat namanya semakin dikenal di kalangan militer. Pengalaman Herindra tidak hanya terbatas di lingkup Kopassus; ia juga memiliki pengalaman lengkap di berbagai jabatan kewilayahan, mulai dari Dandim hingga Pangdam. Namun, ketika Andika terpilih sebagai KASAD, Herindra yang sudah berpangkat Letjen dengan bintang tiga saat itu harus menerima kenyataan kariernya sedikit tertahan.
ADVERTISEMENT
Bintang yang Kembali Bersinar
Pada tahun 2020, Presiden Jokowi kembali menghidupkan bintangnya dengan mengangkatnya sebagai Wakil Menteri Pertahanan (Wamenhan), setelah Wahyu Sakti Trenggono dipindahkan ke posisi Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP). Dalam perannya sebagai Wamenhan, Herindra mendampingi Prabowo dalam berbagai kebijakan strategis pertahanan nasional. Di sinilah hubungan kepercayaan dan kerjasama erat antara Prabowo dan Herindra semakin terbangun.
Meskipun Herindra telah pensiun dari TNI pada tahun 2022, jalannya menuju posisi strategis di pemerintahan ternyata belum berakhir. Pada penghujung masa jabatan Presiden Jokowi, ia diangkat menjadi Kepala BIN atas permintaan Presiden Terpilih Prabowo, yang ingin melantik Herindra bersamaan dengan pejabat kabinet lainnya pada 21 Oktober 2024. Keputusan ini jugamenunjukkan strategi Prabowo dalam menempatkan orang-orang kepercayaannya di posisi kunci, salah satunya adalah Herindra, yang telah lama mendampinginya.
ADVERTISEMENT
Herindra kini menemukan jalannya kembali sebagai sosok yang dipercaya oleh Prabowo. ia diharapkan mampu menghadapi tantangan besar yang menanti, baik dalam negeri maupun di ranah global. Ia menjabat sebagai Kepala BIN, Bos Intelijen Indonesia. Ia akhirnya bisa “menyalip” rekan seangkatannya yang pernah menjadi “Rival” dalam karir kemiliteran Jenderal (Purn) Andika Perkasa yang sekarang masih berjuang untuk duduk di Kursi Gubernur Jawa Tengah pada Pilkada November nanti. Herindra akhirnya bisa duduk di posisi dimana mertua Andika Perkasa pernah menjabat di masa lalu.
Tantangan Herindra Sebagai Kepala BIN
Sebagai Kepala BIN yang baru, Herindra akan menghadapi tantangan besar dalam menjaga stabilitas politik dan keamanan nasional, serta mengelola berbagai ancaman baik dari dalam negeri maupun internasional. Di era sekarang ini, ancaman terhadap keamanan negara semakin kompleks, mulai dari ancaman siber hingga terorisme. Pengalaman Herindra di bidang intelijen dan pertahanan akan sangat dibutuhkan untuk memastikan bahwa arus informasi yang diterima Presiden akurat dan dapat diandalkan.
ADVERTISEMENT
Pengangkatan Herindra juga mengisyaratkan bahwa Prabowo ingin memperkuat unsur intelijen dalam kabinetnya dengan menempatkan orang kepercayaannya pada posisi kunci. Sebagai Wakil Menteri Pertahanan di era Prabowo, Herindra telah menunjukkan loyalitas dan kemampuannya, membuatnya pantas untuk mengemban tugas sebagai Kepala BIN. Posisi ini menempatkan Herindra sebagai salah satu tokoh sentral dalam kabinet Prabowo Subianto, di mana intelijen memainkan peran kunci dalam menentukan kebijakan strategis nasional selama lima tahun mendatang.