Konten dari Pengguna

Stres Mengintai: Mengapa Perempuan Lebih Rentan?

Agung Nugroho
Mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi Universitas Pancasakti Tegal
16 Desember 2024 17:19 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agung Nugroho tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Perempuan hebat yang menyembunyikan rasa stres nya dan memilih memanen mangga  (Sumber: Agung Ngroho)
zoom-in-whitePerbesar
Perempuan hebat yang menyembunyikan rasa stres nya dan memilih memanen mangga (Sumber: Agung Ngroho)
ADVERTISEMENT
Stres adalah respon alami tubuh terhadap tekanan atau tantangan, namun dampaknya dapat berbeda berdasarkan gender. Berbagai peniliitian menunjukan prevelansi gangguan kecemasan, stres dan depresi lebih tinggi pada perempuan dibandingkan laki-laki. Kondisi ini bukan sekedar perasaan sesaat, melainkan masalah kesehatan mental yang serius. Lantas apa yang menyebabkan perempuan lebih rentan mengalami stress dalam hidup?
ADVERTISEMENT
Perbedaan Hormon
Salah satu hal yang disebut sebagai pemicu perempuan lebih mudah stres adalah kondisi hormon. Perempuan dan laki-laki nyatanya memiliki perbedaan hormon. Mengutip Stress.org, Dr. Paul J. Rosch, Chairman of the Board of The American Institute of Stress, menyebut bahwa perempuan lebih sering mengalami perubahan level hormon. Perubahan hormon yang paling sering terjadi ternyata berhubungan dengan gejala depresi. Misalnya saat akan haid, setelah melahirkan, maupun pada masa menopause. Selain itu, wanita juga disebut rentan mengalami hipotiroidisme yang berkaitan dengan depresi.
Faktor Psikologis
Perempuan lebih rentan terhadap stres dibandingkan laki-laki karena adanya faktor psikologis yang beragam. kecenderungan mereka untuk berpikir berlebihan (overthinking) yang sering kali menganalisis situasi secara mendalam, termasuk pengalaman negatif, yang dapat memperpanjang stres dan meningkatkan kecemasan.
ADVERTISEMENT
Seasonal Affective Disorder (SAD)
Seasonal Affective Disorder (SAD) adalah gangguan suasana hati yang termasuk dalam kategori depresi yang terjadi secara berulang pada waktu tertentu setiap tahun, biasanya selama musim gugur dan musim dingin. Penurunan intensitas cahaya matahari pada musim-musim tersebut menjadi salah satu penyebab utama yang memengaruhi ritme sirkadian, hormon, dan neurotransmiter yang mengatur suasana hati. Perempuan memiliki risiko hingga 4 kali lebih besar untuk mengalami SAD dibandingkan laki-laki.
Faktor Genetik
Riwayat depresi pada keluarga akan meningkatkan peluang terjadinya depresi, baik pada laki-laki maupun perempuan. Namun, dengan adanya berbagai faktor seperti di atas, perempuan akan menjadi lebih rentan untuk mengalami stres hingga berujung pada depresi. meski dibutuhkan penelitian lebih lanjut, beberapa mutasi genetik yang terkait dengan perkembangan depresi berat juga lebih banyak ditemukan pada wanita. Gen tertentu dapat menimbulkan risiko masalah kejiwaan yang lebih tinggi. Contohnya, seseorang yang memiliki riwayat depresi turun temurun akan 2-3 kali lebih berisiko mengidap depresi.
ADVERTISEMENT
Norma Sosial dan Budaya
Pada perempuan, norma sosial tertentu sering kali menciptakan tekanan yang menyebabkan mereka lebih rentan terhadap stres. Salah satunya adalah harapan untuk menjalani peran tradisional sebagai ibu, istri, dan pengasuh keluarga. Tuntutan untuk memenuhi peran ini dengan sempurna dapat menyebabkan perasaan kewalahan, stres, dan kelelahan. Perempuan yang merasa tidak dapat memenuhi harapan sosial ini seringkali merasa bersalah atau tidak cukup baik yang meningkatkan risiko kecemasan dan stres. Selain itu, ada tekanan besar pada perempuan untuk memenuhi standar kecantikan tertentu, yang sering dipromosikan oleh media dan masyarakat.
Ekspresi Emosi
Ekspresi emosi pada perempuan sering kali berperan penting dalam meningkatkan kerentanannya terhadap stres. Dalam banyak budaya, perempuan diharapkan untuk lebih terbuka dalam mengekspresikan perasaan mereka, baik itu kesedihan, kegembiraan, atau kecemasan yang membuat stres mereka lebih terlihat dan terasa. Perempuan memiliki ekspresi emosi yang berbeda, mereka cenderung lebih sensitif terhadap perasaan orang lain dan lebih terbuka dalam mengekspresikan emosi. Meski hal ini membantu dalam membangun hubungan, sensitivitas emosional juga membuat perempuan lebih rentan terhadap konflik interpersonal dan kelelahan emosional.
ADVERTISEMENT
Cara perempuan mengatasi masalah sering berfokus pada emosi, seperti berbicara dengan orang lain atau menangis. Meskipun ini membantu secara sementara, pendekatan ini tidak selalu efektif dalam menyelesaikan akar masalah. Selain itu, pola pengambilan keputusan yang lebih terpengaruh oleh emosi sering kali membuat perempuan lebih terlibat secara emosional dalam situasi stres. Untuk mengurangi kerentanan terhadap stres perempuan dapat berlatih mindfulness, membangun sistem dukungan sosial, mengelola ekspektasi, dan mencari bantuan profesional melalui terapi atau konseling. Melakukan perawatan diri secara rutin juga penting untuk menjaga keseimbangan fisik dan emosional. Dengan pendekatan yang tepat, perempuan dapat menghadapi stres dengan lebih baik dan menjaga kesehatan mental mereka.