Konten dari Pengguna

Solusi Krisis Kesehatan Tanpa Tenaga Kesmas?

Agus Samsudrajat S
Dosen/Peneliti Kesehatan Masyarakat Univ.Muhammadiyah Pontianak, Konsultan, MPKU PDM Sintang, PDPM Sintang, ICMI Sintang
15 Mei 2020 15:34 WIB
clock
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:17 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Agus Samsudrajat S tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cover Dokumen Bappenas 2018 dan 2019 sebagai rujukan dan Kerangka Kerja Nasional Pembangunan Kesehatan di Tahun 2020-2024 dalam menghadapi krisis kesehatan
zoom-in-whitePerbesar
Cover Dokumen Bappenas 2018 dan 2019 sebagai rujukan dan Kerangka Kerja Nasional Pembangunan Kesehatan di Tahun 2020-2024 dalam menghadapi krisis kesehatan
ADVERTISEMENT
Perasaan tergelitik sekaligus prihatin ketika para elite kebijakan nasional, daerah termasuk elite kesehatan kita sendiri membahas solusi menghadapi krisis kesehatan termasuk pandemi COVID-19 tanpa mau menyinggung sama sekali masalah krisis tenaga kesehatan masyarakat (tenaga Kesmas) di Puskesmas. Apalagi mengingat ketersediaan tenaga kesmas nasional kita melimpah ruah atau tidak kurang setiap tahun tercetak dari 200 perguruan tinggi prodi Kesehatan Masyarakat tersebar di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Puskesmas menjadi lembaga resmi dilayanan kesehatan pertama dalam menghadapi masalah kesehatan. Terlebih dalam kondisi pandemi Covid-19, mobilisasi penduduk di masa hari raya dan libur nasional akibat kebijakan membatasi aktivitas bekerja dan beraktifitas diluar rumah mengarah kuat sangat tergantung ke pemerintah daerah. Hal ini akan menjadi beban utama bagi pelayanan kesehatan dasar terkhusus tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas.
Melihat kondisi itu, ternyata dalam kerangka nasional pembangunan sudah menyoroti masalah itu dan merencanakannya selama ini. Menariknya justru masalah ini tidak banyak diungkap dalam setiap diskusi para elite kebijakan pusat dan daerah termasuk ahli kesehatan. Hal itu terlihat dari berbagai regulasi terkait Sarjana kesehatan masyarakat dan kondisi tenaga kesehatan masyarakat di Puskesmas.
ADVERTISEMENT
Dalam dokumen resmi narasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) IV tahun 2020-2024 revisi Agustus 2019 halaman 103 disebutkan bahwa kondisi Puskesmas Indonesia yang memenuhi tenaga sesuai standar hanya 23 %. Disisi lain Puskesmas yang kekurangan dokter ada 15%. Artinya sejauh ini Indonesia bahkan belum mampu memenuhi seperempat total Puskesmas sebagai pelayanan kesehatan dasar di Indonesia sedang mengalami masalah krisis kekosongan SDM Kesehatan selain tenaga medis terutama krisisnya tenaga kesehatan masyarakat di Puskesmas.
com-Ilustrasi orang yang sedang cek kesehatan. Foto: Shutterstock
Maka haruskah kita menganggap aneh dan heran ketika sekelas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) tahun 2018 mengatakan bahwa dana bantuan operasional kesehatan (BOK) tidak efektif apabila Puskesmas tidak memiliki cukup tenaga kesehatan tersebut. Pada tahun 2011, ditetapkan keputusan bersama Menteri PAN dan RB, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Keuangan tentang moratorium pengangkatan PNS. Keputusan tersebut juga berlaku untuk pengangkatan tenaga kesehatan, tetapi dikecualikan untuk tenaga dokter, perawat dan bidan. Akibatnya, hampir semua Puskesmas kekurangan atau tidak memiliki jenis tenaga yang terkena moratorium, yaitu tenaga kesehatan masyarakat, gizi, sanitarian, farmasi dan analis (laboratorium medis). Artinya dunia kesehatan nasional sedang punya ganjalan besar dalam proses kinerjanya. Tetapi entah kenapa dalam membahas isu kesehatan, masalah tenaga/sarjana kesehatan masyarakat ini terlihat tidak banyak dibahas dan diprioritaskan oleh para ahli kesehatan maupun elite kebijakan kita baik pusat maupun daerah. Justru malah dianggap aneh dan banyak yang menutup mata dan mulut jika ada yang membahasnya. Padahal keanehan itu adalah upaya merealisasikan dan membantu memenuhi target rencana Bappenas dan RPJMN 2020-2024.
ADVERTISEMENT
Maka pada halaman 46 dipertegas kembali bahwa Di era Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Puskesmas mengelola dana kapitasi yang penggunaannya untuk pelayanan upaya kesehatan perseorangan (UKP). Hal ini menyebabkan banyak Puskesmas yang orientasinya menjadi dominan pelayanan kesehatan perorangan (pelayanan kuratif) dibandingkan tugas utamanya sebagai motor upaya kesehatan masyarakat (UKM). Di sisi lain, kebijakan moratorium pengangkatan pegawai negeri sipil menyebabkan kekosongan atau kekurangan tenaga kesehatan terutama tenaga kesehatan masyarakat hampir di seluruh wilayah. Dengan tren paradigma sehat yang saat ini terjadi, peran Puskesmas dalam upaya promotif dan preventif perlu diperkuat.
Maka bagaimana mungkin kita ingin menyelesaikan dan memperbaiki krisis kesehatan masyarakat seperti wabah Covid 19 dan masalah lainya kita tapi menutup mata dan mulut membahas masalah tenaga kesehatan sebagai pelaku dan aktor utama di lapangan. Bahkan sekelas World Health Organization dalam berbagai dokumennya seperti Health policy dan narasi RPJMN IV revisi ke 4 Agustus 2019 lalu sudah menyepakati bahwa tenaga kesehatan dan anggaran kesehatan menjadi masalah besar yang sangat berpengaruh dalam pembangunan kesehatan. Oleh sebab itu masalah krisis tenaga kesehatan masyarakat dan anggaran sudah ditetapkan menjadi prioritas nasional dalam pembangunan kesehatan termasuk untuk menghadapi pandemi penyakit seperti Covid 19 dan berbagai masalah kesehatan lain yang sudah ada maupun yang akan datang.
ADVERTISEMENT
Tidak kompaknya kebijakan dan eksekusi antar lembaga pemerintah dan daerah bahkan tidak sedikit para ahli kesehatan nasional kita dalam memecahkan masalah kesehatan tidak hanya terlihat saat pandemi Covid 19 saja. Bagaimana mungkin bisa membahas serta memulihkan krisis kesehatan yang sangat kompleks tanpa mau membahas bagaimana kondisi dan aktor utama tenaga kesehatan masyarakat yang akan bekerja di lapangan.
Hal itu terlihat diberbagai webinar online baik media online maupun offline khusus terhadap upaya menyelesaikan masalah Covid-19 di Indonesia. Hasilnya ternyata cukup mencengangkan ketika data mengatakan sebagian besar Puskesmas Indonesia, 77% mengalami kekurangan tenaga kesehatan sesuai standar.
Seakan kita hanya berusaha menambal kebocoran pada bagian sistem kesehatan yang lain tanpa mau mempedulikan bagian yang lain yaitu bocornya ketenagaan Puskesmas terutama tenaga kesehatan masyarakat. Dalam teori sistem maka tidak heran jika sistem kesehatan nasional dan daerah kita belum berjalan dengan baik karena faktor sudut pandang melihat masalah kesehatan dan eksekusi para elite kebijakan selama ini belum komprehensif dari semua unsur sistem kesehatan. Di mana unsur itu sesungguhnya menjadi bagian penting dan prioritas dari sistem pembangunan nasional sampai tahun 2024 ke depan.
ADVERTISEMENT
Cukup menariknya ketika seminar online yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Jawa Tengah dalam penanganan Covid 19, tanggal 5 mei 2020 lalu bersama Prof.Agus Suwandono yang diadakan oleh kawan-kawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro. Beliau mengatakan bahwa sekelas Jawa Tengah saja masih sangat kekurangan tenaga kesehatan masyarakat di Puskesmas terutama untuk surveilans epidemiologi dan promkes. Pernyataan ini semakin menegaskan dan memvalidasi situasi terkini akan krisis tenaga kesehatan masyarakat yang masih jauh dari target seperti yang dibahas oleh Bappenas dan RPJMN 2020-2024.
Mengutip dokumen RPJMN IV 2020-2024 revisi ke-4 Agustus 2019 target pemenuhan tenaga kesehatan sesuai standar Puskesmas pada tahun 2024 adalah 84 % Puskesmas. Melihat kondisi ini mampukah kita mengejar target itu yang hanya dalam kurun waktu 4 tahun ke depan masih menambal kebocoran Puskesmas 61 % lagi. Angka itupun tidak akan berubah jika tidak ada peningkatan Puskesmas baru yang di bangun yang akan ikut mempengaruhi krisis Puskesmas dan Krisis tenaga kesehatan masyarakat.
ADVERTISEMENT
Maka sudah seharusnya kita para ahli kesehatan dan elite pemerintah pusat maupun daerah ikut membantu merealisasikannya. Kita tidak boleh lagi alergi dan tabu untuk mulai sering dan memperbanyak diskusi dan membicarakan isu penting memperbaiki krisis kesehatan dengan mengisi kekurangan dan memberdayakan tenaga kesehatan masyarakat yang telah menjadi kerangka acuan dan prioritas nasional dalam RPJMN IV tahun 2020-2024 ini baik diberbagai acara, seminar termasuk dalam isu menghadapi pandemi Covid-19. Karena masalah kesehatan ke depan akan jauh lebih komplek dengan meningkatnya penyakit menular dan penyakit tidak menular.
Sekali lagi untuk memperbaiki krisis kesehatan ini mari kita semua unsur masyarakat baik dari para elite kesehatan maupun para elite/aktor kebijakan untuk rapatkan barisan, satukan visi, pemahaman tinggalkan ego pribadi dan bisa bekerja sama. Kita memahami bahwa sistem kesehatan kita masih banyak mengalami kekurangan di semua bagian. Dari semua masalah kesehatan itu pemerintah sudah punya prioritas, fokus masalah dan kerangka acuan atau target yang harus dikejar dan disiapkan dalam bekerja selama 4 tahun ke depan, mau kah kita membantunya? Semoga target pembangunan nasional dan paradigma sehat kita ke depan bisa terealisasi segera.
ADVERTISEMENT
Oleh;
Agus Samsudrajat.S., SKM., MKM
*Dosen Prodi Kesehatan Masyarakat Kampus Sintang
Universitas Muhammadiyah Pontianak
*Pengurus Persakmi (Perhimpunan Sarjana & Profesional Kesehatan Masyarakat Indonesia)
*Pengurus ICMI (Ikatan Cendekiawan Muslim Se-Indonesia) Kab.Sintang