Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Jangan Pernah Menunda untuk Menulis
7 Juni 2022 14:17 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Agus Siswanto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Suatu hari saat jalan-jalan bertemu dengan salah seorang kawan lama. Obrolan yang semula di tepi jalan, akhirnya pindah ke sebuah warung bakso dekat jalan itu. Bukannya apa-apa, hanya sekadar lebih nyaman dalam ngobrol sambil menikmati semangkuk bakso hangat.
ADVERTISEMENT
“Tambah eksis nulisnya, nih,” kata sang kawan memulai percakapan.
“Yah, biasa saja. Mengalir saja,” jawab saya sambil meniup kuah bakso di sendok.
“Saya sih ada rencana, setelah pensiun akan mulai menulis. Untuk saat ini fokus di pekerjaan dulu,” sahut sang kawan.
Sekelumit percakapan itu yang saat ini masih tersimpan di benak saya. Kami dulu sama-sama satu kelas, dan sang kawan tersebut terhitung anak yang cerdas. Hampir setiap kegiatan akademik, pasti dia ikut di dalamnya.
Bermodalkan kecerdasan itu, semua mengalir lancar. Masa sekolah yang dijalani berjalan mulus dan selalu mendapatkan bea siswa prestasi. Dan ujung-ujungnya karier di pekerjaan pun tak kalah mengkilatnya. Dia menduduki posisi bagus di sebuah kantor pemerintahan.
Apa yang mengganggu benak saya adalah niat untuk menulis setelah pensiun nanti. Bukannya saya mendahului kehendak Allah, rasa-rasanya itu tidak mungkin. Memulai sebuah kegiatan, apalagi setelah pensiun rasanya berat. Sebab menulis itu bukan sebuah produk instan, menulis itu pada dasarnya adalah sebuah proses.
ADVERTISEMENT
Keraguan saya ini tentu saja bukan tanpa dasar. Ketika seseorang memasuki masa pensiun, maka biasanya pikirannya pun akan ikut pensiun. Artinya kemampuan berpikirnya pun akan banyak berubah. Padahal menulis sangat berkaitan erat dengan hal itu.
Hal ini dapat dibuktikan dengan ide-ide yang ada dalam benak seorang penulis. Ide-ide itu akan lancar mengalir justru saat kita beraktivitas. Sebaliknya saat kita dalam kondisi beristirahat atau katakanlah saat cuti, dapat dipastikan otak ini buntu. Mau menulis apa pun, rasanya berat. Ide pun seakan enggan untuk berkunjung. Hal ini disebabkan tidak adanya stimulus yang muncul di otak kita. Lain halnya saat kita sedang beraktivitas. Rasanya hampir semua hal dapat kita tulis.
Gambaran inilah yang membuat saya ragu dengan tekad sang kawan tadi untuk memulai menulis setelah pensiun nanti. Akan tetapi persoalan akan lain jika sang kawan tadi telah memulai sebelumnya. Saat dia masih bekerja sudah mulai terjun ke dunia tulis menulis. Jika hal ini yang terjadi, maka kekhawatiran ini tidak akan terjadi. Saat dia memasuki masa pensiun, maka tinggal melanjutkan saja apa yang telah dirintis.
ADVERTISEMENT
Kata kunci dari semua ini, menulis itu adalah sebuah proses. Keterampilan menulis tidak dapat lahir begitu saja, namun ada tahap-tahap yang harus dilalui. Demikian pula kualitas sebuah tulisan akan tercapai sejalan dengan jam terbang kita sebagai penulis. Semakin sering kita menulis, semakin menawan tulisan yang kita hasilkan, ibarat sebuah pisau yang rajin diasah.
Lembah Tidar, 7 Juni 2022