Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Menyederhanakan yang Sudah Sederhana
21 Mei 2024 7:21 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Surya Al-Bahar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Belakangan ini saya punya cara khusus saat minum kopi. Tentu tanpa gula. Meski pahit, tapi untuk kesehatan, saya sedikit mengalah.
ADVERTISEMENT
Sesuai rekomendasi para praktisi kesehatan. Ketika sedang menjalani pola hidup sehat, mereka mengatakan hal serupa. Kurangi gula. kalau bisa malah jangan sama sekali.
Ini karena kesadaran, bertubuh gemuk itu kurang enak. Konon mudah terserang penyakit. Terlebih ketika beraktivitas, tubuh terasa sangat tidak nyaman.
Kalau seandainya belum terbiasa tidak pakai gula, boleh membubuhkan sedikit, tetapi harus dibatasi. Hitung-hitung untuk menyesuaikan mulut dan perut. Takutnya nanti kaget, karena sebelumnya terbiasa kena barang manis.
Dari situ, saya penasaran ingin mencoba kopi original, seperti kopi-kopi yang dijual di coffee shop pada umumnya. Atau kopi-kopi yang mengidentikkan daerahnya. Misalnya kopi gayo, Tulungagung, Jombang, dan sebagainya.
Saya mencari referensi kafe-kafe yang menjual kopi sejenis itu. Ternyata banyak. Sepertinya orang mulai suka kopi-kopi original. Di tengah pencarian, di samping banyaknya kafe, tiba-tiba saya menemukan satu kafe unik bermodel vintage atau istilah umumnya jadul.
ADVERTISEMENT
Biasanya mereka menggunakan tempat-tempat lawas, bisa rumah atau gedung, bahkan garasi yang biasa dibilang reot. Tapi kebanyakan rumah. Selain reot, hawa-hawa magisnya juga kuat. Cuma nggak lucu, enak-enak ngopi, tiba-tiba kesurupan. Namanya juga bangunan lama.
Karena tidak mungkin juga orang sengaja bangun kafe, tapi reot. Yang ada bangun kafe premium sekalian. Tentu mereka menyulapnya menjadi bersih dan estetik. Syarat akan seninya. Didukung dengan fashion para baristanya. Tambah ciamik.
Anehnya, referensi kafe yang saya cari, mayoritas menunjukkan kafe seperti itu, sederhana, ala-ala jadul. Tentu maraknya kafe-kafe berkonsep demikian, karena memang marketnya luas dan bagus. Artinya, peminatnya masih banyak.
Tapi saya punya teman yang cara mikirnya beda. Ia mengatakan konsep kafe semacam itu sebenarnya hanya alibi untuk menutupi budget yang kecil.
ADVERTISEMENT
Si pemilik kafe tidak punya cukup uang untuk membuat kafe premium yang terlihat mewah dan artistik. Soal konsep, entah menyesuaikan biaya atau menyesuaikan yang lain, lagi-lagi itu pilihan.
Kalau dilihat-lihat, fenomenanya bukan hanya sekadar itu. Saya melihatnya sekarang banyak orang pelan-pelan mulai mengubah pola hidupnya lebih sederhana. Tidak neko-neko dan bisa dibilang seadanya.
Namun itu sebatas kira-kira. Hanya bermodal analisis sendiri. Tapi di sisi lain itu menunjukkan pola hidup yang agak mendingan. Pokok apa saja yang sederhana, itu istimewa. Boleh kaya, tapi harus sederhana. Itu pilihan.
Tetapi tidak begitu jelas juga, ukuran pasti hidup sederhana itu seperti apa. Masing-masing kita pasti punya cara pandangnya sendiri. Kadang kita berpikir sudah sederhana, tapi menurut orang lain masih belum sederhana.
ADVERTISEMENT
Sama seperti etika. Kita tidak bisa menentukan baik buruk. Biasanya kita lebih memakai standarisasi baik buruk menurut orang lain.
Gaya hidup yang kita anggap glamor, bisa jadi itu malah sederhana. Bergantung siapa yang menilai, bagaimana sudut pandangnya, dan bergantung juga pada apa yang jadi perbandingan.
Orang punya uang 100 juta dalam sebulan, kemudian ia belanja hanya 10 juta, apakah ia bisa dikatakan sederhana? Lalu bagaimana kalau dibandingkan dengan orang yang punya uang 10 juta dalam sebulan, kemudian ia menggunakan uangnya hanya 1 juta dalam sebulan. Lantas siapa yang lebih sederhana?
Secara kuantitas jelas sangat berbeda. Maka orientasi belinya juga berbeda. Sehingga perlu punya cara pandang sendiri soal menentukan apakah seseorang bisa dikatakan sederhana atau tidak. Intinya tidak perlu dibandingkan.
ADVERTISEMENT
Tidak bisa juga kita melihat hanya dari satu sisi. Perlu banyak sisi. Terkadang di satu sisi salah, tapi di sisi lain bisa jadi benar.
Yang jelas, kesederhanaan adalah cara untuk membatasi laju hidup yang semakin tak karu-karuan. Kesederhanaan juga penting untuk membentengi diri dari fenomena dan gejala hidup yang tak menentu.
Fatalnya adalah kalau kita tidak bisa memilah mana kebutuhan dan keinginan, mana prioritas dan mana yang dikesampingkan. Jika tidak bisa, takutnya hidup malah semakin nggak karu-karuan.
Masing-masing orang punya kebutuhan dan keinginan yang berbeda-beda. Sehingga kesederhanaan kalau disandarkan pada kesederhanaan orang lain juga kurang tepat. Karena yang bisa mengukur hanya diri kita sendiri.***