Konten dari Pengguna

Melawan: Dari Kursi Roda Kepada Penjajah

Ahmad Haetami
Mahasiswa Sastra Indonesia - Universitas Pamulang.
4 Desember 2023 18:25 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Haetami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gaza melawan. Gambar; pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Gaza melawan. Gambar; pixabay
ADVERTISEMENT
Maukah kita menyimak salah satu kisah cinta yang akan mengubah dunia? Hampir tujuh puluh tahun lalu perempuan ini, menunggu di rumahnya sebab keluarganya menerima lamaran seorang pemuda.
ADVERTISEMENT
la pandangi sebentar kursi roda yang masuk itu. Ya, pemuda yang ia terima lamarannya ini, lumpuh, tak bisa berjalan. Mereka menikah, ketika desa mereka baru saja dihancurkan Israel. Gaza, 1958.
Perempuan muda itu tak akan pernah mengira, pernikahannya akan jadi pernikahan paling berbahaya bagi Israel. Pria lumpuh itu, suaminya, tak akan pernah ia duga, akan jadi pria paling berbahaya bagi penjajahan.
Keluarga kecil itu, mengikuti majelis taklim, yang selalu mengabarkan kemenangan Islam. Semangat jihad, membara, meskipun suaminya di atas kursi roda.
Waktu berlalu, penjajahan itu semakin dalam. Israel membuat mereka yang mengungsi keluar Palestina, tanahnya menjadi milik Israel.
Banyak ahli waris maupun kerabat yang tiba-tiba tanahnya dirampas, lalu ditembaki. Pria yang tengah duduk di kursi roda, marah. la berseru pada semua orang untuk melawan, dan ia bentuk 'Gerakan Sosial' untuk mengadvokasi secara hukum tanah mereka yang dirampas.
ADVERTISEMENT
Gerakan ini begitu cepat dan besar. Ribuan laporan penyerobotan tanah segera datang, dan pria dengan kursi roda ini mampu menggalang kekuatan para pengacara untuk membela rakyat.
Gerakan ini melebar tak hanya soal tanah, tetapi juga soal makanan, masjid, sampai masalah remeh temeh rumah tangga yang diadukan orang padanya. la menyelesaikan semuanya, dari atas kursi roda.
Suatu hari seorang wanita bercerai, dan hartanya dirampas mantan suaminya. la datangi kantor pria lumpuh ini.
Dengan ditandu, pria lumpuh kita ini datangi rumah mantan suami sang wanita lalu berseru: Kembalikan hartanya! Tidakkah kau tahu, bahwa wanita yang kau zalimi ini adalah anakku?
Semakin lama, penjajahan semakin berani. Apartemen terus berdiri di atas tanah rakyat.
ADVERTISEMENT
Dari atas kursi roda, ia tahu bahwa Israel anggap rakyat Palestina hanyalah serangga yang tak bisa melawan.
la sudah memutuskan. Tahun itu, perjuangan bersenjata, harus dilakukan. Para petinggi militer yang tersisa di Gaza, dikumpulkan. Hari itu, berdiri pasukan militer pertama Rakyat Gaza: Murabithun 'Alal Ardhul Isra.
Para Penjaga Garis Depan Bumi Isra. Nama yang menggetarkan, dan perlawanan bersenjata, dimulai pria ini dari atas kursi roda.
Di mana-mana, para penjajah menemui perlawanan. Tapi, di masa-masa awal, gerakan ini mudah ditekan. Semakin banyak kelompok bergabung, dan dibentuklah gerakan baru yang lebih kuat, lebih besar: Harakah Al-Muqawamah Al-Islamiyah, dengan kata sandi: HAMAS.
Sang istri, yang mendampingi pria lumpuh kita ini, tidak akan menyangka rumahnya akan jadi pusat gerakan menumbangkan kezaliman.
ADVERTISEMENT
Tamu-tamu, dan para prajurit datang ke rumah itu pagi, siang dan malam. Rapat-rapat itu bermuara pada satu keputusan: Serangan Semesta, harus dilakukan.
Kemarahan rakyat, kematian, perebutan tanah, semuanya harus dibalas, dan dicetuskanlah serangan itu: Intifadah 1987.
Inilah bagian pertama kisah ini. Kau atau aku, tadinya mengira membaca biografi kisah pria gagah yang tegap jalannya.
ialah Syaikh Ahmad Yasin. Ia adalah seorang manusia yang merdeka meski seluruh hidupnya dibelenggu dengan terali besi. Ia bukanlah seorang bangsawan ataupun seorang raja tetapi, hanyalah seorang lelaki lumpuh yang membangun ide perlawanan hingga menjadi sosok yang tidak disebut kecuali dengannya. Sampai hari ini, setiap orang baik lawan maupun kawan tetap menaruh hormat kepadanya. Namanya senantiasa disebut di seluruh penjuru dunia.
ADVERTISEMENT