Konten dari Pengguna

Desember dan Kenangan

Ahmad Marjaya
Mahasiswa aktif sastra Indonesia universitas Pamulang.
2 Desember 2023 11:55 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahmad Marjaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Kala hujan di bulan Desember. Foto: Dokumen Penulis.
zoom-in-whitePerbesar
Kala hujan di bulan Desember. Foto: Dokumen Penulis.
ADVERTISEMENT
Tak terasa lintas waktu bergerak begitu cepat. Ingar bingar Desember amat terasa tahun ini. Aku teringat beberapa tahun lalu, saat Desember tiba aku menyambutnya dengan penuh suka cita. Tapi kali ini, semuanya tampak biasa. Tak ada antusias dalam diri menyambut akhir tahun.
ADVERTISEMENT
Kutatap dalam-dalam sebuah kalender yang berada di antara tumpukan buku-buku tak beraturan di kamarku. Terlihat sesosok perempuan dengan warna rambut hitam pekat sebahu sedang mengamati dan berusaha mengganggu pandanganku seolah dengan paras syahdunya mampu mengalihkanku.
Benar. Lagi-lagi aku memang harus kuakui bahwa tak ada yang mampu mengalahkannya dari pikiran dan pandangaku selain dia. Binar matanya yang biru memantulkan cahaya hingga menembus tulang kacamata tanpa kaca yang dikenakannya. Senyumnya yang candu bagai nikotin membuatku harus menyambanginya.
Seketika anganku melayang saat memandangi wajah perempuan yang sangat aku agung-agungkan kini entah di mana keberadaannya. Mungkin ditelan angin malam. Kupandangi dalam-dalam, banyak hal kurindukan, rasanya aku ingin pulang ke masa-masa silam. Andai saja aku punya mesin waktu, akan kuatur kembali ke masa-masa itu.
ADVERTISEMENT
Saat aku duduk termangu memandang indahnya karya-karya Tuhan dengan sebatang rokok di tengah jemari yang tak henti-hentinya kusulut. Dengan tatapan kosong kosong yang mendeskripsikan bahwa diriku sedang dilanda rindu yang menggebu, rindu yang menjelma menjadi rasa takut, namun aku tak mengetahui bentuk takut apa yang sebetulnya aku takutkan? Apakah takut tak bisa lagi berjumpa dengannya? Aku pun tak tahu.
Tidak apa-apa. Tidak masalah untuk merasa takut. Bukankah takut juga bagian dari hidup? Tapi yang pasti, jangan sampai kita dikuasai rasa takut. Kita harus mampu mengendalikan rasa takut. Sebab dari rasa takut itulah yang nantinya membuahkan keberanian di dalam dirimu. Keberanian untuk menghadapi dinamika dalam hidup yang berliku. Keberanian mengambil langkah yang harus kita putuskan dalam hidup.
ADVERTISEMENT
Duduk sejenak untuk berkenalan dengan mereka yang mungkin saja ingin menyampaikan pesan kepada kita. Biar bagaimanapun mereka masih bagian dalam hidup yang perlu kita kasihi dan sayangi. Dan bakar kembali rokokmu, empaskan tiap kegilasahan yang menyelimuti. Dari tiap embusan yang keluar dari rongga mulut, menandakan runtuhnya ketakutan. Bakar terus sampai ia tak lagi berani mengganggu. Ketahuilah, apa-apa yang menimpa kini hanya bersifat sementara. Tak ada yang abadi di dunia yang fana. Kita harus tetap hidup, jangan mencemaskan sesuatu yang menari-nari di kepala.
Percayalah, semua akan berakhir ketika duduk dan mengisap rokok. Maksudku, bukan berarti segala sesuatu yang kita alami berakhir hanya dengan duduk lalu mengisap rokok. Tidak, bukan itu. Beri waktu untuk diri mengenal apa sedang kita alami. Regangkan otot-otot kepala yang tak henti-hentinya berpikir mencari solusi. Lihat di sekeliling, awan-awan yang selalu berusaha menghibur. Mungkin mereka merindukan senyum kita, tawa riang kita, tingkah lucu kita yang dulu.
ADVERTISEMENT
Terkadang kita memang perlu melakukan itu, walau hanya sejenak. Dalam hidup, kita sering kali mempertanyakan hal-hal yang sepatutnya tidak perlu dipikirkan. Namun pikiranlah terkadang memaksa menemukan jawaban. Hal tersebut terkadang membuat beberapa di antara kita merasa tidak nyaman dalam menjalani hidup sebab tak kunjung menemukan jawaban.
Desember memang selalu memberi kesan terhadap hidupku, begitu pula dengan gadis bermata sendu itu. Ia dan Desember menjelma menjadi kenangan di kepalaku, kenangan yang amat sulit dilupakan. Namun hidup bukan hanya perkara mengatasi kenangan demi kenangan. Jika terus menerus terbelenggu dalam kenangan, bagaimana dengan nasib masa depan?
Bukankah masa depan juga perlu diperjuangkan? Seperti yang dilakukan kebanyakan orang, aku berusaha membunuh kenangan yang membelenggu, melarikan diri dari apa yang kurasakan. Menata ulang segala rencana yang tertunda, memperjuangkan apa yang diriku inginkan.
ADVERTISEMENT
Pada akhirnya kenangan bukan untuk dilupakan, namun dijadikan modal penguat untuk masa depan. Jika kita mampu melewati masa-masa kelam. Saat menulis ini pun, aku merasa diriku sedang tidak baik-baik saja. Mungkin saja hal yang aku rasakan serupa dengan apa yang kalian rasakan. Mungkin saja. Tapi ketahuilah, hal yang kita rasakan tidak akan bertahan lama, semuanya akan pulih seperti sediakala.
Akhir kata, semoga aku, kau, serta kalian yang sedang dirundung duka menjadi seseorang yang tangguh menghadapi segala problematika. Apa-apa yang sedang menimpa kita tak akan menetap selamanya.