Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Lelaki yang Berteman Kenangan
22 Februari 2024 6:22 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Ahmad Marjaya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tatkala aku berada di tepi sungai, seorang laki-laki muda sedang duduk termenung memandangi gelombang alir yang mengalir. Aku memang sering menyambangi sungai ini, hanya sekadar menulis puisi-puisiku yang tak pernah terselesaikan.
ADVERTISEMENT
Sudah 14 hari kuperhatikan dirinya selalu duduk sendiri, kadang kala ia tertawa, tersenyum, bahkan meneteskan air mata. Biasanya, ia selalu bersama seorang perempuan yang selalu mengenakan cardigan biru, dengan rambut hitam pekat sebahu. Namun kini, tak pernah kulihat lagi perempuan itu.
Aku memberanikan diri menghampirinya, sekadar basa-basi kutanya, "ke mana perempuan yang biasa bersamamu?"
"Sudah pulang" jawabnya tanpa menoleh.
Keretek yang tak pernah padam di sela jemarinya begitu gigih bekerja mengayun ke mulutnya, menghasilkan gumpalan asap yang terempas ke udara. Mata sayup dari dari lelaki tersebut menunjukkan bahwa ia belum sempat tidur. Belaian angin jalanan menetaskan buliran air dari sudut gelap matanya.
"Kau menangis?" Tanyaku lagi.
"Tidak" Sergapnya. "Kau sedang apa di sini?" Ia balik bertanya.
ADVERTISEMENT
" Hanya sekadar beristirahat untuk melepas penat."
Banyak kami berbincang perihal kehidupan masing-masing. Malam mulai sunyi, tak ada lagi para pengendara yang biasa lalu-lalang di jalan, hanya ada kami, bintang-bintang yang sedang sibuk merayu sang bulan, dan jangkrik beserta kelompoknya yang selalu memberi isyarat kami untuk pulang.
Dugaanku salah, seseorang yang kukira apatis dan tak peduli pada lingkungan sosial, ternyata ia adalah orang yang sangat menyenangkan untuk diajak bicara soal apa pun. Bahkan, pikiran-pikirannya tentang fenomena yang terjadi patut diacungkan dua jempol. Ya, kadang kita sering merepresentasikan orang hanya menurut persepsi kita sendiri tanpa ada usaha menggali lebih dalam kepribadian seseorang yang kita nilai. Maafkan aku, Tuan.
Tak sadar, kami bagaikan dua orang sahabat yang sudah berteman sejak lahir. Kesan akrab yang terhubung membuatku kembali melempar pertanyaan tentang perempuan yang biasa bersamanya. "Perempuan itu pulang ke mana?"
ADVERTISEMENT
Kedua bola mata laki-laki tersebut membendung, membentuk gelombang tsunami yang akan tumpah-ruah ke muka bumi, namun ia mampu mengendalikannya. Disulutnya kembali keretek dengan napas panjang.
" Ia pulang, ke pelukan Tuhan, dan aku akan menyusulnya."