Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Pentingnya Kesadaran Kolektif untuk Mengatasi Krisis Deforestasi Indonesia
26 Agustus 2024 16:54 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ahmad Muhajir tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Hutan Indonesia sering dianggap sebagai salah satu paru-paru dunia karena perannya yang sangat penting dalam menghasilkan oksigen yang dibutuhkan oleh makhluk hidup. Hutan ini mampu menyerap karbon dioksida—zat karbon yang berbahaya—dan mengubahnya menjadi oksigen yang sangat dibutuhkan manusia untuk kelangsungan hidup (Shafitri, Prasetyo, & Haniah, 2018).
ADVERTISEMENT
Hutan adalah aset alam yang memiliki peran vital dalam berbagai aspek kehidupan, seperti ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan (Widodo & Sidik, 2020). Berkurangnya luas hutan secara signifikan menyebabkan hilangnya berbagai spesies dan memicu dampak negatif lainnya, termasuk peningkatan emisi gas rumah kaca (Novalia, 2017).
Diperkirakan bahwa 57% deforestasi di Indonesia sebagian besar disebabkan oleh alih fungsi lahan menjadi perkebunan kelapa sawit, sementara 20% lainnya berasal dari industri pulp dan kertas (Ariana, 2017). Setiap tahun, Indonesia sering menghadapi kebakaran hutan, dengan salah satu bencana terbesar terjadi pada tahun 2015, ketika 1,7 juta hektar hutan terbakar. Kebakaran tersebut menyebabkan kabut asap yang berdampak serius pada pendidikan, transportasi udara, kesehatan, ekonomi, dan tentu saja, merusak lingkungan (Adiputra & Barus, 2018).
Deforestasi di Indonesia membawa dampak serius baik secara nasional maupun internasional. Hal ini mencakup kebakaran hutan yang sulit dikendalikan, penebangan liar, pembukaan lahan untuk perkebunan, eksploitasi bahan bakar, dan pembangunan area transmigrasi. Semua ini berdampak pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang hidupnya sangat bergantung pada hutan. Akibatnya, kerugian besar tidak hanya dirasakan oleh masyarakat lokal tetapi juga oleh negara secara keseluruhan (Directorate of Technical Education, 2017).
ADVERTISEMENT
Tingginya angka deforestasi setiap tahun berpotensi menyebabkan hilangnya hutan secara masif, yang membawa dampak negatif baik bagi kelestarian lingkungan maupun kehidupan sosial, dengan efek buruk yang dapat dirasakan langsung maupun di masa depan.
Pada tahun 2000, deforestasi meningkat hingga sekitar 2 juta hektar (Education, 2017). Data dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa sejak era Reformasi hingga saat ini, laju deforestasi mengalami penurunan. Sebagai contoh, pada tahun 2016 dan 2017, angka deforestasi tercatat sebesar 0,48 juta hektar. Pembaruan data dari KLHK juga menunjukkan penurunan deforestasi dari 0,73 juta hektar pada tahun 2013-2014 menjadi 0,4 juta hektar. Namun, pada periode 2014-2015, angka deforestasi kembali naik menjadi 1,09 juta hektar, dan turun lagi menjadi 0,63 juta hektar pada 2015-2016, serta 0,48 juta hektar pada 2016-2017.
ADVERTISEMENT
Perubahan laju deforestasi setiap tahun dipengaruhi oleh berbagai aktivitas manusia, sehingga diperlukan kerjasama dan kesadaran kolektif untuk mengurangi deforestasi, yang pada akhirnya akan membawa manfaat bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Pemerintah harus menyadari bahwa membiarkan segala bentuk investasi yang merusak hutan hanya akan mempercepat kehancuran negara ini. Dalam waktu yang tidak lama, bencana besar akan datang jika hutan terus-menerus digunduli.