Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Indonesia Butuh Pemimpin yang Mengerti Hukum
12 Agustus 2023 13:12 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Ahmad Pratomo tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Estafet pergantian kepemimpinan Indonesia ke depan, membutuhkan pemimpin yang mengerti pentingnya penegakan dan kepastian hukum. Pemimpin yang mampu mengawal konstitusi yang sebenar-benarnya, seadil-adilnya. Sosok inilah yang bisa membawa Indonesia ke depan menjadi negara besar dan disegani.
ADVERTISEMENT
Harapan dan proyeksi Indonesia menjadi negara maju sudah di depan mata. Seperti yang sering kali diungkap dalam beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo berulang kali mengatakan:
Pernyataan presiden ini menarik untuk dicermati. Bukan soal “cawe-cawe”-nya, tapi soal bagaimana menjaga kesinambungan dan stabilitas politik, hukum, dan ekonomi yang sudah dibangun selama ini.
Mencermati persoalan stabilitas ini tampaknya menjadi kunci untuk menapaki tahapan berikutnya dalam konteks periode Indonesia pasca reformasi: menjadi negara maju. Stabilitas erat kaitannya dengan kepastian hukum dan penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Menjadi negara maju ditandai dengan hadirnya kemandirian teknologi hingga hilirisasi. Mau tidak mau, untuk ke sana, Indonesia harus melakukan "leapfrog" atau lompatan katak. Leapfrog mutlak dilakukan agar Indonesia bisa mengejar ketertinggalan. Kesiapan ini harus disertai dengan adanya kepastian dan penegakan hukum yang kuat.
ADVERTISEMENT
Kran investasi adalah kunci untuk memajukan industri nasional. Di sini investor melihat stabilitas adalah pintu masuknya. Kunci stabilitas adalah lagi-lagi penguatan dan kepastian hukum. Di samping penyederhanaan regulasi dan kemudahan lainnya, kepastian hukum menjadi daya tawar yang akan dilirik para investor.
Ahli Hukum, Bukan Ahli Dagang
Nakhoda Indonesia yang akan datang haruslah orang yang memiliki karakter intelektual yang berpengalaman di bidang hukum. Seorang yang bertipe “kuat” memiliki prinsip dan tidak mudah goyah dirayu kekuasaan.
Seorang pemimpin yang bisa mengembalikan marwah penegakan hukum ke relnya. Pemimpin yang bisa mengatur betapa pentingnya independensi hukum. Bukan malah menjadikan hukum sebagai alat politik.
Campur aduk hukum dan politik kepentingan yang begitu marak terjadi harus dihentikan. Tidak heran kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan hukum seringkali kontroversial.
ADVERTISEMENT
Data statistik menunjukkan rapor merah pemerintahan Jokowi saat ini adalah pada lemahnya aspek hukum. Ini terlihat pada 62,1 persen masyarakat menilai pemerintah belum mampu menciptakan kondisi yang bersih dari korupsi dan nepotisme (katadata, 2023).
Selain masalah korupsi, dari sisi politik hukum juga perlu dikritisi. Produk hukum yang dirancang atas inisiatif DPR maupun pemerintah pun terkesan berpihak pada korporasi.
Protes akademisi, intelektual, hingga demonstrasi yang meluas, tidak membuat pemerintah dan DPR bergeming. Karena itu, penting pada pemilihan presiden (pilpres) nanti memilih pemimpin yang memiliki keilmuan hukum yang mumpuni.
Sebenarnya republik ini pernah dipimpin oleh pemimpin yang berlatar pendidikan hukum. Dia adalah Sutan Sjahrir, Ketua Umum Partai Sosialis Indonesia (PSI), yang juga tiga kali menjabat sebagai perdana menteri. Sjahrir mengambil studi hukum di Universitas Amsterdam tapi tidak selesai. Ia lebih memilih studi yang lain yang menarik hatinya, yaitu sosialisme.
Tentu tidak mudah untuk mencari pemimpin Indonesia masa kini yang setara atau mungkin yang mendekati level keilmuannya dengan para Founding Fathers. Tapi, ini tantangannya: mencari yang bisa mendekati level keilmuan mereka dengan konteks permasalahan hukum masa kini dan bagaimana meramu solusinya.
ADVERTISEMENT
Saat ini di Indonesia, saya kira tidak banyak ahli hukum yang mumpuni memecahkan persoalan politik hukum yang sudah karut-marut ini. Kategori lainnya adalah ia memiliki pengalaman panjang sebagai seorang birokrat. Yang sudah merasakan asam manis duduk di pemerintahan. Ini menjadi satu nilai plus.
Nilai plus lainnya seorang birokrat adalah cenderung tidak memiliki jiwa “dagang”. Ia hanya melihat lurus ke depan sesuai koridor konstitusi. Bebas friksi intrik politik. Yang lebih penting lagi, ia tidak mewariskan masalah yang terjadi saat ini.