Konten dari Pengguna

Lato-lato: Dimusnahkan Amerika, Disita Mesir, Dimainkan Kembali di Indonesia

Ahsani Taqwim A
Pembelajar Media dan Komunikasi, Universitas Pakuan Bogor
5 Januari 2023 20:21 WIB
·
waktu baca 6 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ahsani Taqwim A tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Permainan tradisional lato-lato. Foto: tangguhpro/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Permainan tradisional lato-lato. Foto: tangguhpro/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Mainan anak lato-lato atau clacker balls saat ini sedang tren kembali di masyarakat Indonesia bahkan sampai ke tangan Presiden Jokowi. Sebelumnya, mainan ini pernah dikategorikan sebagai bahan berbahaya setara narkoba oleh Pemerintah Amerika Serikat.
ADVERTISEMENT
Seakan kehabisan tren, kita cenderung mengulang sesuatu yang sempat ramai di masa lalu. Tren yang berputar bak siklus ini, terjadi pada fashion, gaya pakaian, rambut, hingga mainan anak. Dari siklus yang berputar ini, lato-lato sekarang kembali menghampiri kita, -atau sebaliknya- kita yang memunculkannya kembali.
Sejak akhir tahun 2022 lalu, masyarakat Indonesia sedang ramai dengan kembalinya permainan lama, yang dikenal dengan berbagai nama di berbagai daerah. Ada yang menyebut mainan ini latto-latto, kato-kato, tek-tek dan semacamnya.
Permainan yang terdiri dari dua bola plastik padat yang dihubungkan oleh seutas tali yang dimainkan dengan cara memegang titik tengah tali penghubung dan kemudian membenturkan kedua bola plastik di poros yang sama. Hal ini membuat mainan ini mengeluarkan suara yang khas.
Seorang anak memainkan latto-latto atau clacker balls. Sumber: Kumparan.com
Mainan ini membuat saya kembali mengingat ke masa saya masih duduk di bangku sekolah dasar (SD) ketika mainan ini ramai dimainkan anak seusia kami. Namun faktanya mainan ini tidak berawal pada tahun 2000an ketika saya SD. Mainan ini pada tahun 1960an telah dikenal luas di Amerika Serikat dengan nama Clacker Balls.
ADVERTISEMENT

Siklus (Tren) Sosial

Teori Siklus Sosial yang dipopulerkan Oswald Spengler hingga Ibnu Khaldun kerap dikaitkan dengan pengulangan pada tren masa lalu yang kemudian diminati kembali di masa sekarang atau di masa depan.
Sebelum membicarakan tren mainan, salah satu contoh spesifik adalah tren fashion atau gaya pakaian. Pada teori mode (fashion) yang dibahas oleh George B. Sproles (1981) dalam risetnya yang berjudul Analyzing Fashion Life Cycles: Principles and Perspectives, tren mode berkaitan dengan berbagai faktor seperti psikologis, sosiologis, ekonomi, komunikasi, dan lingkungan. Siklus perubahan mode terbagi dalam siklus panjang dan siklus pendek. Mode akan berubah mengikuti siklus musim tren tertentu, siklus ekonomi dan hingga siklus perubahan lingkungan sosial. Lalu bagaimana dengan mainan?
ADVERTISEMENT
Tidak jauh berbeda. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya lato-lato atau clacker balls bukan hal baru. Permainan ini telah dikenal lebih dulu di Amerika Serikat dan juga sangat ramai dimainkan anak-anak di Amerika Serikat pada tahun 1960-1970an. Bukan hanya di Amerika, mainan ini bahkan telah di export ke berbagai negara pada tahun tersebut, dan tidak menutup kemungkinan juga sempat tren di Indonesia pada tahun yang sama.
Kemudian, trend pun terulang ketika pada masa saya duduk di bangku SD sekitar tahun 2002 hingga 2005. Di mana kami pun kembali memainkan permainan yang sama, karena lingkungan kami memainkannya, hingga akhirnya redup lagi dan digantikan dengan mainan yang lain. Dan siklus itu pun kembali terulang di akhir tahun 2022 hingga sekarang awal tahun 2023.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa sebab, mainan seperti ini tidak hadir begitu saja. Ada perkembangan yang sangat terasa dari waktu ke waktu di mana masyarakat -utamanya anak-anak- memainkan permainan jenis baru yang tentu didukung oleh industri mainan dan juga diberikan ruang yang nyaman oleh media baru atau internet. Bisa kita ingat perkembangan permainan yang juga sempat viral seperti finger spinner, squishy, pop it, pop light, hingga sekarang clacker balls atau lato-lato.
Dikutip dari tulisan Sarah Slobin (2016) dengan judul Clacker balls: the exploding toy from the 1970s that is responsible for a generation of helicopter parents, pada akhir 1960-an orang-orang di Amerika sedang kecanduan bermain clacker balls. Permainan saat digunakan mengeluarkan suara yang khas, membuat orang kecanduan dan pada akhirnya cenderung membahayakan pemain dan sekitarnya karena dapat menyakiti tangan atau wajah anak-anak yang menggunakannya jika terkena kedua bola plastik yang padat tersebut. Itulah sebabnya mainan ini dilarang pada tahun 1970an.
ADVERTISEMENT
Tepatnya tahun 1976, clacker balls menjadi mainan yang menggemparkan Amerika Serikat. Menurut pemerintah Amerika saat itu, permainan ini lebih cenderung membahayakan, sehingga demi alasan menjaga masyarakat dari bahaya mainan ini, pemerintah Amerika Serikat menerbitkan keputusan untuk menyita dan memusnahkan mainan ini. Kejadian tersebut diingat sebagai United States v. Article Consisting of 50,000 Cardboard Boxes More or Less, Each Containing One Pair of Clacker Balls. Pemerintah Eastern District of Wisconsin tahun 1976 diminta oleh pemerintah Amerika Serikat untuk menyita dan menghancurkan pengiriman sekitar 50.000 clacker balls atau lato-lato karena dianggap sebagai mainan anak-anak yang berbahaya.
Sayangnya karena belum ada aturan yang mengatur tentang hal ini, maka untuk dapat mengaturnya pemerintah Amerika Serikat awalnya menugaskan FDA atau Food and Drugs Administration, badan khusus yang mengontrol makanan dan obat-obatan terlarang untuk juga mengontrol mainan ini.
ADVERTISEMENT
Walaupun jelas, mainan ini bukanlah makanan apalagi narkoba, bahan kimia atau radioaktivitas dan sejenisnya. Hal ini yang menjadikan keputusan yang diambil oleh pemerintah Amerika ini dianggap sebagai hal yang lucu di era tersebut. Tiga tahun kemudian, kewenangan tersebut diperluas di bawah “Child Protection and Toy Safety Act” badan khusus yang mengontrol dan melarang penjualan mainan yang dianggap berbahaya.
Seperti yang saya sebutkan sebelumnya, mainan yang ramai dimainkan pada tahun 1960an di Amerika telah diekspor ke berbagai negara. Tidak hanya di Amerika, mainan ini telah dimainkan oleh anak-anak di belahan negara lain. Seperti contohnya di Italia yang bahkan pada tahun 1970an telah menyelenggarakan kompetisi tahunan clacker balls. Seakan ingin mengulangi tren yang ada, 40 tahun kemudian, tepatnya akhir tahun 2022 lalu kerap kita melihat kompetisi lato-lato banyak diselenggarakan di berbagai daerah di Indonesia yang menjadikan anak-anak sebagai peserta kompetisinya
Kompetisi Lato-lato di Kalimantan Barat. Sumber: Kumparan.com
Di Mesir sekitar tahun 2017, diberitakan bahwa 41 pedagang clacker balls atau lato-lato pernah ditangkap karena menjual mainan yang dianggap berbahaya dan meresahkan masyarakat. Selain menangkap pedagang kaki lima, polisi juga menyita 1.403 pasang mainan clacker balls atau di Mesir dikenal dengan nama sisi’s pendulum.
ADVERTISEMENT
Pemerintah Mesir beralasan bahwa upaya ini dilakukan untuk menghilangkan kebiasaan negatif masyarakat yang membuat marah dan kesal masyarakat lain. Begitu pula yang sekarang dirasakan oleh sebagian masyarakat Indonesia ketika lato-lato ramai kembali dimainkan di Indonesia akhir tahun 2022 lalu. Bahkan, Kementerian Pendidikan Mesir kala itu memerintahkan guru untuk menyita mainan ini, jika dimainkan di sekolah.
Di awal tahun 2023, di Indonesia, tepatnya di Lampung dikeluarkan imbauan larangan membawa latto-latto di lingkungan sekolah yang tertuang dalam surat yang ditandatangani langsung oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesisir Barat.
Kapan bunyi latto-latto akan hilang dari lingkungan kita? Kapan mainan ini akan diganti dengan mainan lain? Tinggal menunggu waktu saja. Seperti sejarah, tren juga berputar dan berulang.
ADVERTISEMENT